TRIBUNNEWS.COM - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM (Menko Polhukam), Mahfud MD mengapresiasi keputusan Mahkamah Konsititusi (MK) soal sistem Pemilhan Umum (Pemilu) proporsional terbuka.
Lantaran, hal tersebut menandakan MK masih berpegang teguh akan sikap terhadap putusan terdahulu.
Di mana saat Mahfud MD menjabat sebagai Ketua MK periode 2008-2013.
"Itu berarti MK berpegang pada sikap lama yang sudah pernah kami bangun di tahun 2008," kata Mahfud di acara Gerakan Pembangunan Terpadu Perbatasan (Gerbangdutas) 2023 di Markas Kodim 1511 Pulau Moa, Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku, Kamis (15/6/2023).
"Membangun sistem pemilu secara terbuka sesuai dengan kehendak DPR waktu itu," sambungnya, dikutip dari TribunJakarta.com.
Baca juga: PDIP Siap Jalankan Putusan MK soal Sistem Pemilu Proporsional Terbuka
Tanggapan dari Partai Gerindra
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Fadli Zon mengatakan, putusan mengenai sistem Pemilu tetap menggunakan proporsional terbuka merupakan berita gembira bagi demokrasi di Indonesia.
Putusan MK tersebut patut untuk diapresiasi dan dipuji oleh publik.
"Ini merupakan berita gembira bagi demokrasi kita terutama membuka ruang partisipasi publik dalam pemilu untuk dipilih dan memilih. Ada beberapa alasan saya kira kenapa putusan MK terkait uji materi sistem pemilu ini pantas diapresiasi dan dipuji oleh publik," ungkap Fadli Zon.
Di tengah melemahnya tingkat kepercayaan publik, putusan MK yang tetap konsisten menjadikan sistem pemilu sebagai ranah open legal policy patut diapresiasi.
"Penentuan sistem pemilu merupakan isu teknis, bukan isu konstitusional. Ini ranahnya para pembentuk undang-undang, yaitu DPR dan pemerintah, bukan ranahnya MK untuk ikut menentukan," bebernya.
Mesikpun terdapat kekurangan pada sistem proporsional terbuka, hal tersebut, kata Fadli Zon bisa diperbaiki dan disempurnakan dalam penyelenggaraan Pemilu.
Di antaranya, kepartaian, budaya politik, kesadaran dan perilaku pemilih, hingga hak dan kebebasan berekspresi.
Tanggapan Jazilul Fawaid dari PKB
Wakil Ketua Umum PKB, Jazilul Fawaid, mengatakan PKB sangat mengapresiasi keputusan MK soal sistem Pemilu Proporsional Terbuka tersebut.
Jazilul pun meminta semua pihak untuk menghormati dan menjalankan keputusan MK
"Kita harus menghormati itu dan menjalankan apa yang sudah menjadi keputusan," kata Jazilul Fawaid kepada wartawan, Kamis (15/6/2023).
"Apa yang sudah jadi putusan MK, baik kepada partai yang mendukung tertutup tentu harus menghormati dan tunduk kepada putusan MK karena keputusan MK mengikat dan final," tegasnya.
Dikatakan Jazilul, sitem proprosional tertutup juga belum tentu bisa menjamin untuk menekan politik uang.
"Memang politik uang itu musuh bersama, tapi sistem tertutup belum menjadi jaminan satu-satunya untuk menekan politik uang," ujar Jazilul.
Tanggapan dari Partai Demokrat
Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani menyambut positif putusan MK yang menolak sistem Pemilu proporsional tertutup tersebut.
Putusan MK itu pun disambut gembira oleh hampir seluruh elemen bangsa, terutama para calon legislatif (caleg).
"Keputusan ini menjadi kemenangan demokrasi, kemenangan rakyat. Di mana rakyat tetap menjadi yang utama dan diutamakan."
"Rakyatlah yang berdaulat menjadi penentu utama memilih perwakilannya di parlemen," kata Kamhar, Kamis (15/6/2023).
Putusan MK tersebut juga mencerminkan bahwa MK bisa menjaga marwah institusinya dan putusannya menjadi imperatif untuk semakin meningkatkan ikhtiar peningkatan derajat dan kualitas demokrasi.
"Termasuk bagi partai politik untuk meningkatkan pendidikan politik dan pengkaderan agar caleg-caleg yang akan menjadi wakil rakyat memiliki kompetensi yang memadai," ucap Kamhar.
"Rakyat disajikan pilihan-pilihan calon wakil rakyat yang berkualitas, berintegritas dan memiliki rekam jejak yang memadai," tandasnya.
Kelemahan Sistem Proporsional Terbuka
MK juga membeberkan beberapa kekurangan dari sistem Pemilu proporsional terbuka.
Beberapa kekurangan tersebut diantaranya adalah mempunyai kelemahan soal pendidikan politik oleh partai politik (parpol) yang tidak optimal.
Hal tersebut dikarenakan, parpol dinilai cenderung berperan lebih rendah dalam memberikan pendidikan politik kepada pemilih.
"Akibatnya, parpol jadi kurang fokus memberi informasi dan pemahaman tentang isu politik," kata Hakim Konstitusi, Suhartoyo, ketika membacakan pertimbangan, di ruang sidang Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (15/6/2023).
Selain soal dalam pendidikan politik, sistem proporsional terbuka juga memiliki risiko tinggi terjadinya praktik politik uang.
Di mana, kandidat yang memiliki sumber daya finansial lebih besar dapat memanfaatkannya untuk memengaruhi para pemilih.
Baca juga: MK Laporkan Denny Indrayana ke Organisasi Advokat Buntut Klaim Putusan Sistem Pemilu Tertutup
Selain itu, sistem ini juga mengharuskan calon memiliki modal politik yang besar untuk proses pencalonannya.
Lantaran, harus memikirkan biaya iklan, promosi, transportasi, dan logistik lainnya yang diperlukan.
Sistem ptoporsional terbuka, disebutkan juga akan merugikan kandidat yang tidak mempunyai sumber daya finansial cukup atau mempunyai latar belakang ekonomi lebih rendah untuk berpartisipasi.
"Keberadaan modal politik yang besar dapat menjadi hambatan bagi kandidat yang tidak memiliki sumber daya finansial yang cukup."
"Sehingga merugikan kesempatan kandidat dari latar belakang ekonomi yang lebih rendah untuk berpartisipasi dalam proses politik," urai Suhartoyo.
MK Resmi Putuskan Sistem Pemilu Proporsional Terbuka
MK memutuskan sistem Pemilu 2024 tetap menggunakan proporsional terbuka, Kamis (15/6/2023).
Dipimpin langsung oleh Ketua MK, Anwar Usman, keputusan tersebut dibacakan dalam sidag putusan gugatan Uji Materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Dalam putusan tersebut, MK tidak mengabulkan gugatan untuk mengganti sistem pemilu legislatif yang sebelumnya diajukan oleh enam penggugat yang menilai sistem proporsional terbuka bertentangan dengan konstitusi.
Para penggugat tersebut adalah kader PDIP, Demas Brian Wicaksono; kader NasDem, Yuwono Pintadi; Fahrurrozi; Ibnu Rachman Jaya; Riyanto; dan Nono Marijono.
Baca juga: Airlangga Hartarto Apresiasi Keputusan Mahkamah Konstitusi Terkait Sistem Pemilu 2024
Dengan begitu, sistem Pemilu 2024 akan tetap menggunakan sistem proporsional terbuka seperti sebelumnya yang sudah diberlakuka sejak 2004 silam.
"Menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Anwar Usman, Kamis, dikutip dari TribunJogja.com.
MK menyatakan, berdasarkan pertimbangan terhadap implikasi dan implementasi sistem Pemilhan Legislatif (Pileg) daftar calon terbuka.
Serta, original intent dan penafsiran konstitusi, dalil-dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
(Tribunnews.com/Rifqah/Danang Triatmojo/Igman Ibrahim/Chaerul Umam/Fersianus Waku) (TribunJogja.com/Hari Susmayanti) (TribunJakarta.com/Gerald Leonardo Agustino)