Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dinilai belum bisa memberikan perlindungan terhadap M, istri kedua politikus PKS, Bukhori Yusuf terkait kasus dugaan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mudzakkir mengatakan hal ini karena kasus KDRT yang dilaporkan tersebut masih belum bisa dibuktikan.
"Karena proses penyelidikan itu belum clear apakah dia itu sebagai korban yang kedua adalah proses penyelidikan belum clear. LPSK juga harus menetapkan perlindungan terhadap saksi atau korban itu harus dalam kerangka dia memang sebagai korban," kata Mudzakkir saat dihubungi, Jumat (16/6/2023).
"Kalau proses penyidikannya belum selesai masih in proses dan itu hanya melapor saja dan dinyatakan oleh LPSK statusnya sebagai korban dan kemudian memperoleh jaminan perlindungan nah menurutnya pendapat saya belum sah perlindungan itu karena dia belum dipastikan dia sebagai korban," sambungnya.
Baca juga: Bareskrim Polri Bakal Periksa Orang yang Menikahkan Bukhori Yusuf dengan Istri Kedua
Mudzakkir mengatakan M pun bisa diperiksa oleh polisi atas laporan balik yang dibuat oleh wanita yang mengaku sebagai istri sah Bukhori Yusuf berinisial BY.
Hal ini merujuk dari pernyataan LPSK yang meminta polisi untuk mendahulukan pemeriksaan atas laporan KDRT yang dibuat oleh M.
"Nah untuk memberi keseimbangan itu sebaikanya ya polisi memeriksa juga laporan dari istrinya yang sah itu untuk yang perempuan itu (M) bisa diperiksa sebagai terlapor. Di situ lah penyidik dapat bisa memastikan yang menjadi pelaku yang sesungguhnya itu siapa? Apakah itu suaminya atau dia perempuan yang mengganggu suaminya," tuturnya.
Menurutnya, dalam kasus ini, LPSK juga tidak bisa menghalang-halangi proses penyelidikan yang sedang berjalan.
"Justru LPSK itu filsafat yang mendasarinya harus jaminan memberikan perlindungan hukum dalam rangka untuk mencari kebenaran materil dalam hukum pidana," ucapnya.
Di sisi lain, Mudzakkir mengatakan laporan yang dibuat M yang diketahui merupakan istri siri Bukhori Yusuf, sejatinya tidak masuk dalam unsur pidana KDRT
Hal ini karena pernikahan keduanya tidak tercatat secara sah dalam dokumen negara.
"Mereka bukan suami istri yang diakui oleh negara Indonesia atau singkatnya dia tidak diakui sebagai hubungan suami istri dan oleh karenanya kalau ada terjadi tindakan ya sebut saja kekerasan terhadap atau tidak menyenangkan terhadap perempuan tersebut tidak dalam status bisa diterapkan tindak pidana KDRT," ungkapnya.
"Yang KDRT itu harus yang berdasarkan dokumen hukum negara dan dokumen negara itu sebagai bagian daripada dasar perlindungan hukum terhadap rumah tangga dalam UU KDRT," imbuhnya.
Sebelumnya, mewanti-wanti agar pihak Kepolisian mengesampingkan pelaporan terhadap MY, istri kedua mantan Anggota DPR Fraksi PKS, Bukhori Yusuf (BY).
Sebab, MY merupakan korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) oleh BY.
Alih-alih mengutamakan pelaporan balik, LPSK meminta agar Kepolisian mengutamakan laporan KDRT MY.
"Kami akan minta laporan balik itu dikebelakangkan prosesnya," ujar Ketua LPSK, Hasto Atmojo kepada wartawan, Minggu (11/6/2023).
Sebagai korban KDRT, MY sendiri kini posisinya sudah berada di bawah perlindungan LPSK.
Oleh sebab itu, MY tak semestinya dilaporkan balik, sebagaimana yang tertera dalam Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban.
"Dalam kasus demikian, biasanya LPSK akan koordinasi dengan aparat penegak hukum untuk mengingatkan Pasal 10 Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban," kata Hasto.
Untuk informasi, Pasal 10 Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban yang dimaksud Hasto Atmojo berbunyi: Saksi, korban, dan pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan, kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya.