News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Sejarawan Bonnie Triyana Menyoal Praktik Kolonialitas lewat Orasi Kebudayaan

Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejarawan Bonnie Triyana dalam pidato kebudayaan yang disampaikan di hadapan ratusan warga yang hadir dan berkumpul di Pendopo Museum Multatuli, Jumat (16/6/2023).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejarawan Bonnie Triyana menyampaikan masih adanya perilaku kolonialitas yang terdapat dalam kehidupan masyarakat.

Perilaku tersebut masih membelenggu kehidupan sehari-hari, meskipun kolonialisme sudah berakhir seiring berakhirnya kekuasaan Belanda di Indonesia.

"Kolonialitas sebagai sebuah konsep untuk menggambarkan dampak sosial, budaya, dan epistemik dari kolonialisme masih bisa kita kenali hingga hari ini, mengacu pada cara-cara warisan kolonial yang berdampak pada sistem budaya dan sosial serta pengetahuan dan produksinya," kata Bonnie dalam pidato kebudayaan yang disampaikan di hadapan ratusan warga yang hadir dan berkumpul di Pendopo Museum Multatuli, Jumat (16/6/2023).

Pria asal Lebak itu mencatat setidaknya ada 10 hal dalam kehidupan sehari-hari yang masih terwarisi dampak kolonialisme di berbagai bidang. 

Contohnya, sektor pendidikan, dimana pemerintah kolonial menyediakan pendidikan tidak untuk semua golongan, melainkan hanya kepada kaum bangsawan yang semenjak kedatangan kolonialisme ke Indonesia, menjadi rekan sejawat dalam memerintah negeri ini. 

"Hanya golongan elit yang mampu mengakses pendidikan bermutu tinggi tersebut hari ini, sebagaimana golongan bangsawan di masa lalu," katanya.

Bidang lain yang masih terwarisi kolonialisme adalah berlangsungnya feodalisme sebagai hal paling erat di sistem politik Indonesia. 

Sejak terbentuknya VOC pada 1602 mulai berlaku sebutan bupati yang diartikan sebagai sebutan para anggota kelompok elit yang berdinas.

"Mereka dipilih atas hubungan darah, keturunan , dan banyaknya pemberian upeti. Bahkan cara kerja pemilihan ini dibuat oleh petinggi pribumi, sedangkan Gubernur VOC tidak tahu," ungkapnya.

Ternyata feodalisme memang berangkat dari pribumi sendiri yang memiliki keistimewaan atas kekayaan yang dimiliki. 

"Mereka dipilih atas dasar kepemilikannya, bukan seberapa bagus kinerjanya," tuturnya.

Sementara itu Adipati memiliki tugas untuk memantau kegiatan masyarakat dalam sektor agraris dan pemberian upeti. 

Bahkan mereka juga mengumpulkan upeti dari masyarakatnya. Selain itu, jabatan-jabatan terendah seperti kepala distrik diwajibkan untuk memberikan hadiah kepada atasannya agar jabatannya bisa bertahan.

"Pemberian hak istimewa kepada mereka tidak sepadan dengan kinerja yang dilakukannya. Hal ini memiliki pola yang sama pada saat ini, dengan nuansa feodalisme gaya baru yang hari ini praktiknya bisa kita lihat berkelindan dalam praktik demokrasi elektoral," paparnya.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini