TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nasib sial menimpa Wahidin, tukang bubur di Cirebon, Jawa Barat. Niat hati menjadikan anaknya seorang polisi lewat jalur 'khusus', Wahidin justru jadi korban penipuan mantan Kapolsek yang juga merupakan tetangganya sendiri.
Atas peristiwa malang tersebut, Warga Desa Kejuden, Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat itu pun menuntut keadilan.
Wahidin mengaku ditipu oknum polisi berinisial AKP SW gara-gara menyetorkan uang senilai Rp 310 juta kepada oknum polisi tersebut demi bisa meluluskan anaknya agar menjadi polisi.
Sadar setelah anaknya gagal jadi polisi, Wahidin kini meminta AKP SW mengembalikan uang tersebut kepada dirinya.
“Saya hanya minta keadilan. Saya hanya seorang tukang bubur. Saya menagih janji, duit bisa balik. Tapi sampai sekarang satu rupiah pun enggak ada yang kembali dari 2021 sampai 2023," ungkap Wahidin dikutip dari Kompas.com.
"Kasus terungkap. Sebab apa, kelanjutan masa depan anak saya gimana?” kata Wahidin, Sabtu (17/6/2023).
Kronologi Penipuan AKP SW
Kasus penipuan ini berawal saat AKP SW menjanjikan anak pertama Wahidin menjadi anggota Polri berpangkat Bintara pada masa penerimaan anggota Polri 2021/2022.
Pria yang sehari-hari berjualan bubur itu pun percaya kepada AKP SW karena yang bersangkutan adalah tetangganya. Ketua Kuasa Hukum Wahidin, Harumningsih Surya, saat bepekara, AKP menjabat sebagai Kapolsek Mundu di wilayah hukum Polres Cirebon Kota.
Baca juga: Awas, Penipuan Berkedok Biaya Transaksi Mengatasnamakan BNI, Disebar Lewat Email Hingga Medsos
Bahkan tindak permintaan dan juga transaksi penyetoran juga dilakukan di Kantor Polsek Mundu.
“Wahidin mendatangi tim kami, dia bilang, saya punya perkara. Anaknya mau masuk Bintara, saya ditipu. Dua tahun dia mencari keadilan, tapi tidak pernah mendapatkan itu. Dia sudah ke sana ke mari, bahkan, rumahnya sudah dijaminkan untuk biaya ini, sampai sekarang harus kehilangan rumah,” kata Harum, Sabtu (17/6/2023).
Setor Uang, Gadaikan Rumah
Menurut Harum AKP SW pertama kali meminta Wahidin menyetorkan uang Rp 20 juta ke Polsek Mundu pada awal tahun 2021.
Saat menyetorkan uang, AKP SW berada di ruang kerja bersama seorang wanita berinisil NY. NY disebut sebagai oknum PNS bagian SDM Mabes Polri dan merupakan jaringan AKP SW.
Oleh AKP SW, Wahidin diminta menyetorkan uang kepada NY di ruang kerjanya di Mapolsek Mundu. Saat itu, Wahidin menerima bukti kuitansi pembayaran.
Beberapa jam kemudian, AKP SW kembali menelepon Wahidin dan meminta setoran Rp 100 juta. Kala itu AKP SW terus meyakinkan Wahidin dan mengaku akan kena marah Mabes Polri jia Wahidin tak membayar Rp 100 juta.
Wahidin mengaku kaget dan merasa tertekan. Ia pun langsung mencari pinjaman uang dengan menggadaikan sertifikat rumahnya.
Ia melakukan itu karena sangat berharap putran sulungnya menjadi anggota polisi. Wahidin menyerahkan uang Rp 100 juta ke NY dan Ipda D, yang tak lain merupakan menantu AKP SW.
AKP SW kembali meminta uang kepada Wahidin. Rinciannya adalah Rp 20 juta untuk biaya bimbingan latihan, Rp 20 juta untuk biaya psikotest dan Rp 150 juta untuk panitia seleksi penerimaan anggota Polri tahun 2021/2022.
Diperkirakan, uang yang telah disetorkan ke AKP SW lebih dari Rp 310 juta karena banyak pengeluaran yang tak tercatat.
“Apa yang dilakukan Pak AKP SW, sangat sangat merugikan klien kami. Sebenernya kalau mau berhitung, kerugian tidak hanya Rp 310 juta saja. Selama masa pencarian ini, dua tahun, dia mengeluarkan uang cukup banyak,” tambahnya.
Wahidin Diteror
Pasca mengungkapkan kasus yang dialaminya, Wahidin mengaku menerima berbagai ancaman. Terkait hal tersebut, Wahidin berencana mengadukan masalah yang dia hadapi ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Rencana ini disampaikan Eka Suryaatmaja, kuasa hukum Wahidin, saat ditemui Kompas.com di Mapolres Cirebon Kota pada Minggu (18/6/2023) petang.
"Langkah supaya tidak ada fakta-fakta yang dikaburkan, saya akan berkoordinasi dengan LPSK, karena korban sudah ada ancaman, dibuat tidak nyaman akibat dari melaporkan kasus ini," kata Eka saat ditemui Kompas.com.
Eka menerangkan, bahwa sejak berjuang mencari keadilan untuk dirinya dan masa depan anaknya, Wahidin kerap mendapatkan telpon dari nomor-nomor tak dikenal.
Orang dalam telpon itu meminta agar Wahidin mencabut perkara dan tidak melanjutkannya. "Bentuknya telepon, telepon tidak dikenal, ada teror-teror , telpon untuk tidak melanjuti pengungkapan kasus ini," tambah Eka.
Akibat musibah yang dialaminya ini, Wahidin merasa terus berada di dalam tekanan, termasuk keluarganya. Sementara itu, anaknya yang dijanjikan masuk Polri, dan gagal akibat tertipu, juga masih merasa depresi.
"Saat ini, yang jadi konsentrasi kami adalah masalah anaknya, masih dalam kapasitas depresi. Sejak berita ini dimuat, dia mengingat kembali dan ditanya-tanya," sambung Eka.
Mantan Kapolsek Jadi Tersangka
Terkait kasus dugaan penipuan rekrutmen anggota Polri ini, polisi sudah menetapkan AKP SW sebagai tersangka pelaku. Menurut polisi, dalam melakukan aksi jahatnya, AKP SW tidak bekerja sendiri. Ia berkomplot dengan menantunya yang juga anggota Polri berinisial Ipda D.
AKP SW juga diduga berkerja sama dua rekannya berinisial H dan NY. NY diketahui adalah pegawai negeri sipil atau PNS Mabes Polri.
Kapolres Cirebon Kota AKBP Ariek Indra Sentanu mengatakan pihaknya sudah menetapkan dua tersangka dalam kasus penipuan yang menimpa Wahidin.
Dua tersangka tersebut, kata Ariek, yaitu AKP SW dan NY yang saat ini bertugasi di bagian pelayanan masyarakat atau Yanma Polri. Ariek menambahkan, pihaknya telah menangkap tersangka NY di wilayah Jagakarsa, Jakarta Selatan.
"Inisial NY kami amankan langsung kami bawa ke Polres Cirebon Kota, dan langsung kami gelarkan. Dinaikan menjadi tersangka terhadap inisial NY ini,” kata Ariek dikutip dari Kompas.com, Minggu (18/6/2023).
Menurut Ariek, saat kasus ini bergulir, tersangka AKP SW masih aktif bertugas di Polsek Mundu di bawah Polres Cirebon Kota.
"Keterkaitan dengan oknum Polri, hari ini juga, yang bersangkutan oknum anggota polri beinisial SW, ditetapkan sebagai tersangka,” ucap Ariek.
Modus AKP SW Menurut Kapolres
Ariek mengungkapkan modus yang dilakukan para tersangka dalam melakukan penipuan yakni menjanjikan kelulusan bagi anak korban untuk menjadi anggota Polri pada penerimaan Bintara Polri tahun 2021.
Kasus penipuan yang menimpa Wahidin oleh AKP SW sendiri sudah dua tahun terkatung-katung. Wahidin bersama tim kuasa hukumnya kemudian membeber bukti-bukti tindak kejahatan AKP SW bersama menantu dan rekannya.
“Saya hanya minta keadilan. Saya hanya seorang tukang bubur. Saya menagih janji, duit bisa balik," kata Wahidin, Sabtu (17/6/2023).
"Tapi sampai sekarang satu rupiah pun enggak ada yang kembali dari 2021 sampai 2023. Kasus terungkap. Sebab apa, kelanjutan masa depan anak saya gimana?”
Sementara Kuasa Hukum Wahidin, Harumningsih Surya, menceritakan bahwa AKP SW menjanjikan dapat meluluskan anak pertama Wahidin menjadi anggota Polri berpangkat Bintara pada masa penerimaan anggota Polri 2021/2022.
" Wahidin mendatangi tim kami, dia bilang, saya punya perkara. Anaknya mau masuk Bintara, saya ditipu. Dua tahun dia mencari keadilan, tapi tidak pernah mendapatkan itu," kata Harum, Sabtu (17/6/2023).
"Dia sudah ke sana ke mari, bahkan, rumahnya sudah dijaminkan untuk biaya ini, sampai sekarang harus kehilangan rumah."
Harum menjelaskan, AKP SW pertama kali meminta Wahidin menyetorkan uang senilai Rp 20 juta di Polsek Mundu pada awal tahun 2021. Dia mengatakan, AKP SW saat itu berada di ruang kerjanya bersama seorang wanita berinisial NY, yang diduga merupakan oknum PNS Bagian SDM Mabes Polri, dan merupakan jaringan AKP SW.
Pada saat itu, AKP SW memerintahkan Wahidin menyetorkan uang kepada NY di ruang kerjanya di Polsek Mundu.
Wahidin juga menerima bukti kuitansi pembayaran. Selang beberapa jam, AKP SW kembali menelepon Wahidin untuk menyetorkan uang senilai Rp 100 juta. Wahidin beberapa kali ditekan untuk menyetorkan sejumlah uang lainnya.
Laporan reporter Dwi Rizki/Warta Kota dan Taufik Ismail/Tribun Cirebon