News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kemhan RI Angkat Dampak Perang Hingga Potensi Ekonomi Biru yang Dibahas Dalam ASPC 2023 di Jakarta

Penulis: Gita Irawan
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pertemuan Ke-20 ASEAN Regional Forum Security Policy Conference (ASPC) di Hotel Shangri-La Jakarta pada Rabu (21/6/2023).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Pertahanan (Kemhan) sebagai tuan rumah Pertemuan Ke-20 ASEAN Regional Forum Security Policy Conference (ASPC) mengetengahkan tiga isu dalam forum yang digelar di Hotel Shangri-La Jakarta pada Rabu (21/6/2023) tersebut.

Tiga isu tersebut, di antaranya terkait juga dengan dampak perang, dampak perubahan iklim, hingga potensi ekonomi biru.

Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan (Sekjen Kemhan) Marsdya TNI Donny Ermawan Taufanto pertemuan kali ini akan difokuskan untuk membahas tentang bagaimana meraih perdamaian, kesejahteraan, dan keamanan di tengah tantangan-tantangan global yang ada saat ini.

Menurutnya, ada tiga persoalan yang harus diatasi oleh negara-negara untuk bisa melalui tantangan-tantangan saat ini guna meraih perdamaian, kesejahteraan, dan keamanan yang berkelanjut.

Isu pertama, kata dia, adalah terkait dengan tantangan-tantangan keamanan global saat ini.

Saat ini, kata dia, kita hidup dalam dunia di mana ancaman keamanan tradisional telah digantikan dengan ancaman yang baru muncul.

Penyebaran teknologi digital, kata dia, telah membangkitkan kerentanan-kerentanan dan ancaman-ancaman yang bisa disalahgunakan oleh pihak-pihak yang berbahaya.

Ketika manusia semakin bergantung dengan teknologi, di sisi lain risiko keamanan siber juga akan semakin meningkat.

"Konflik antarnegara, atau perang antara negara berdaulat, juga merupakan tantangan-tantangan keamanan global yang serius. Hal tersebut tidak hanya menimbulkan dampak kerusakan bagi kedua negara yang bertikai, melainkan juga bagi komunitas global yang lebih luas," kata Donny dalam sambutan pembukanya.

"Konflik semacam itu akan menghasilkan korban jiwa, kerusakan infrastruktur, perpindahan masyarakat, dan juga disrupsi terhadap pangan global dan rantai pasok energi. Konflik semacam itu juga memiliki dampak jangka panjang terhadap hubungam diplomatik, perdagangan, dan stabilitas politik," sambung dia.

Selanjutnya, kata dia, konflik antarnegara juga dapat menyulut tumbuhnya terorisme dan kelompok ekstrim lainnya.

Lebih jauh, kata dia, hal tersebut dapat mendestabilisasi kawasan-kawasan terdampak serta berpotensi menyebarluaskan tindak kekerasan di wilayah-wilayah perbatasannya.

Situasi di Myanmar, kata dia, juga masih menimbulkan kekhawatiran bagi ASEAN.

Meningkatnya kekerasan, kata dia, telah berdampak tidak hanya terhadap rakyat Myanmar, tetapi juga pada upaya membangun komunitas ASEAN.

"Lima Poin Konsensus ASEAN tetap menjadi acuan utama ASEAN dalam menghadapi perkembangan situasi di Myanmar," kata Donny.

"Oleh karena itu, Indonesia ingin terus menggemakan komitmen bersama ASEAN untuk membantu Myanmar dalam menemukan solusi damai dan tahan lama untuk mengatasi krisis domestiknya, sekaligus mengingat kembali komitmen Myanmar untuk mengimplementasikan Lima Poin Konsensus ASEAN secara keseluruhan," sambung dia.

Tantangan besar lain untuk keamanan global, kata dia, adalah terorisme. 

Munculnya kelompok-kelompok ekstremis, lanjut dia, telah membuat kawasan tidak stabil dan mengancam keamanan negara-negara di seluruh dunia.

Ancaman terorisme, kata Donny, tidak terbatas pada wilayah atau negara tertentu. 

Terorisme, kata dia, adalah fenomena global yang membutuhkan upaya bersama dari komunitas internasional untuk mengatasinya.

Selain tantangan tersebut, kata dia, saat ini negara-negara di dunia juga dihadapkan pada ancaman perubahan iklim. 

Naiknya suhu, permukaan laut, dan cuaca ekstrem, kata Donny, berdampak besar pada planet kita dan menyebabkan kelangkaan makanan dan air, serta peningkatan risiko penyakit.

Perubahan iklim, kata dia, bukan hanya masalah lingkungan tetapi juga masalah keamanan yang berpotensi mendestabilisasi daerah dan kawsan serta memperparah konflik yang ada.

"Isu kedua adalah terkait kerjasama regional dalam mendukung ekonomi biru dan mitigasi dampak perubahan iklim," kata Donny.

"Kawasan Indo-Pasifik memiliki garis pantai yang luas dan sumber daya laut yang melimpah. Dengan memanfaatkan potensi ekonomi biru, kita dapat menciptakan peluang baru untuk pertumbuhan dan pembangunan yang berkelanjutan," sambung dia.

Namun, lanjut dia, ekonomi biru bukan tanpa tantangan.

Baca juga: Kementerian Pertahanan Jadi Tuan Rumah ASPC 2023, Delegasi AS, Rusia, China, Hingga Uni Eropa Hadir

Penangkapan ikan ilegal, penangkapan ikan berlebihan, dan polusi, lanjut dia, mengancam ekosistem lautan kita.

Menurutnya, di sana lah kerja sama regional dapat memainkan peran penting. 

"Di bawah Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik (AOIP), mengembangkan ekonomi biru dan kerja sama untuk pengelolaan sumber daya laut yang berkelanjutan adalah beberapa bidang prioritasnya. Dengan bekerja sama, negara-negara anggota ASEAN dan mitranya dapat menerapkan langkah-langkah untuk melindungi dan mempromosikan lautan kita praktik penangkapan ikan yang berkelanjutan," kata dia.

Selain itu, lanjut dia, kerja sama regional juga penting untuk memitigasi dampak perubahan iklim. 

Wilayah tersebut, kata dia, sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim, seperti kenaikan permukaan laut, peningkatan frekuensi peristiwa cuaca ekstrem, dan pengasaman laut.

"Dengan bekerja sama, kita bisa menggali strategi untuk beradaptasi dengan dampak perubahan iklim dan mengurangi jejak karbon kita," kata dia.

"Terakhir, isu Confidence-Building Measures (CBM) untuk perdamaian, kemakmuran, dan keamanan regional juga penting untuk dikemukakan," kata Donny.

CBM, lanjut dia, dapat mengurangi ketegangan, membangun kepercayaan, dan mendorong kerja sama antar negara.

Di ASEAN, kata dia, CBM telah berhasil digunakan untuk berpromosi
perdamaian dan stabilitas melalui berbagai bentuk, seperti kontak militer-ke-militer, pertukaran kunjungan, pertukaran informasi dan intelijen, dan kerjasama latihan militer.

ASEAN Regional Forum (ARF) yang didirikan pada tahun 1994, kata dia, telah menjadi salah satu CBM yang penting dan sukses di ASEAN sekaligus sebagai wahana untuk mewujudkan tujuan ASEAN dalam menciptakan dan menjaga stabilitas dan harmoni kawasan.

Forum itu sendiri, lanjut dia menyediakan platform bagi negara-negara anggota ASEAN dan mitranya untuk bertukar pandangan tentang perkembangan dan keamanan kawasan tantangan.

Secara keseluruhan,kata dia, CBM sangat penting untuk mempromosikan perdamaian dan kesejahteraan di kawasan dalam konteks ASEAN.

Dengan mengurangi ketegangan dan membangun kepercayaan antar negara, lanjut dia, CBM dapat membantu mencegah konflik dan mendorong kerja sama untuk mencapai kelanggengan perdamaian dan kemakmuran di kawasan. 

"Kami berharap melalui diskusi-diskusi terkait hal tersebut kami dapat berbagi sekaligus memperoleh wawasan dan praktik-praktik terbaik untuk mengatasi isu-isu tersebut, guna mendorong kebijakan atau memperkuat implementasinya di negara masing-masing atau di bawah payung ASEAN," kata Donny.

Dihadiri Delegasi Dari 25 Negara

ASPC merupakan forum dialog yang beranggotakan 10 negara ASEAN dan 17 negara anggota lainnya.

Forum tersebut bertujuan meningkatkan kerja sama Confidence Building Measures (CBM), membuka channel dalam berdialog, pertukaran personel serta meningkatkan saling percaya dan kesepahaman antar pejabat pertahanan. 

Dari 27 anggota, dua negara di antaranya tidak dapat hadir dalam kegiatan tersebut yakni Korea Utara dan Mongolia.

Tampak hadir dalam forum tersebut delegasi dari negara-negara ASEAN juga dari negara-negara lain di luar ASEAN.

Mereka di antaranya delegasi dari Amerika Serikat, Rusia, China, hingga Uni Eropa.

Terlihat juga sejumlah delegasi negera-negara yang berada di sekitar kawasan ASEAN di antaranya Timor Leste, Papua New Guinea, dan juga Selandia Baru.

Pertemuan tersebut dilakukan tertutup setelah perwakilan dari 25 negara yang hadir menyampaikan perkenalannya.

ASPC sendiri merupakan forum level senior officials.

Pertemuan terakhir ASPC ke-19 dilaksanakan pada tanggal 3 Juni 2022 secara daring dan dipimpin oleh Ketua ADSOM Kamboja. 

Tahun ini Indonesia menjadi Ketua ASEAN dan otomatis menjadi Host penyelenggaraan ASPC ke-20. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini