Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung terus mendalami dugaan korupsi pembangunan Jalan Tol Jakarta - Cikampek II Elevated alias Jalan Layang Sheikh Mohammed bin Zayed.
Kontraktor yang mengerjakan, yakni Waskita Karya kini turut mejadi fokus pendalaman.
Termasuk diantaranya dugaan keterlibatan mantan direktur utama sebagai pucuk pimpinan Waskita Karya pada periode pembangunan Tol Japek II Elevated.
"Kita masih dalami apakah dia yang menanda tangani," kata Kasubdit Penyidikan Direktorat Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Haryoko Ari Prabowo kepada Tribunnews.com, Kamis (22/6/2023).
Jika cukup bukti, Kejaksaan Agung tak menutup peluang menjerat atau meminta pertanggung jawaban dari sang Dirut.
"Sepanjang ada alat buktinya, bisa kena," ujarnya.
Baca juga: Hitung Kerugiaan Korupsi Tol Japek, Kejaksaan Agung Gandeng BPKP
Sejauh ini, pendalaman dilakukan dengan memeriksa dua mantan Dirut Waskita Karya, yakni Muhammad Choliq dan Destiawan Soewardjono.
"Ya dua Dirut diperiksa," ujarnya.
M Choliq, Dirut Waskita Karya periode 2013 hinga 2018 diperiksa terkait perkara ini pada Jumat (16/6/2023).
Sementara Destiawan Soewardjono, Dirut Waskita Karya periode 2020 hingga 2023 diperiksa pada Selasa (13/6/2023).
Untuk informasi, Waskita Karya merupakan salah satu kontraktor yang mengerjakan proyek Jalan Tol Japek II Elevated.
Berdasarkan laman resmi Simpul KPBU Kementerian PUPR, proyek pembangunan Jalan Tol Japek II Elevated dikerjakan oleh kontraktor PT Waskita Karya (Persero) Tbk bersama PT Acset Indonusa Tbk (Kerjasama Operasi). Kemudian pengusahaannya dilakukan oleh Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) PT Jasamarga Jalan layang Cikampek (JJC).
Nilai kontrak proyek ini pernah diumumkan Kejaksaan Agung mencapai Rp 13 triliun.
"Tol Japek ini nilai kontraknya kurang lebih 13 triliun (rupiah). Penyidik sudah meningkatkan perkara ini ke proses penyidikan umum," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana pada Senin (13/3/20230).
Perkara ini disebut Ketut merupakan pengembangan dari dugaan rasuah penyimpangan supply chain financing (SCF) atau pembiayaan dari beberapa bank pada Waskita Karya.
"Betul itu merupakan pengembangan dari kasus Waskita periode 2016," katanya.