TRIBUNNEWS.COM - Majelis Ulama Indonesia (MUI) bakal mengeluarkan fatwa tentang paham keagamaan buntut kontroversi pondok pesantren (Ponpes) Al Zaytun.
Ketua MUI Pusat Cholil Nafis mengatakan, fatwa tersebut merupakan bagian dari rekomendasi hasil investigasi tim yang dibentuk Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.
"Saya menerima dari hasil tim investigasi yang dibentuk oleh Gubernur. Rekomendasi pertama itu kepada MUI untuk mengeluarkan fatwa berkenaan dengan keagamaan."
"Kemudian rekomendasi selanjutnya, yakni bagaimana pemerintah menindaklanjuti," kata Cholil Nafis, dikutip dari youTube Kompas TV, Selasa (27/6/2023).
Cholil Nafis menuturkan, pengkajian akan segera dilakukan untuk merumuskan fatwa tersebut.
Pembahasan fatwa sedang menunggu hasil laporan resmi dari tim yang sudah dibentuk pihaknya.
Baca juga: MUI Kirim 3 Tim untuk Selidiki Ponpes Al Zaytun, Ini Tugasnya
"InsyaAllah dalam satu dua hari ini akan mendapat laporan resmi dari tim kami, sehingga kami bisa mengambil kesimpulan mana wilayah yang Khilafiyah, mana yang wilayah haram hingga wilayah akidah kesesatan," ujar Nafis.
Sementara, MUI mengaku telah mengeluarkan fatwa terkait ajaran Ponpes Al Zaytun soal khatib wanita.
Hal ini diatur dalam fatwa terbaru Nomor 38 Tahun 2023 yang diterbitkan pada 13 Juni 2023.
Fatwa tersebut hadir karena munculnya pernyataan pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang menyatakan wanita boleh menjadi khatib saat Shalat Jumat.
"Baru bisa keluarkan fatwa yang baru beberapa hari atau minggu lalu kita keluarkan tentang perempuan menjadi khatib Jum'at untuk jemaah laki-laki bukan untuk jemaah perempuan, untuk yang jemaah perempuan nggak masalah " katanya.
Dalam fatwa tersebut, kata Nafis, seorang wanita menjadi khatib untuk jemaah laki-laki hukumnya tidak sah atau tidak benar.
"Untuk menjadi khatib di jemaah laki-laki tentu tidak sah dan tidak benar," ujarnya.
MUI Kirim 3 Tim Selidiki Ponpes Al Zaytun
Nafis mengungkapkan pihaknya telah membagi tiga kelompok yang ditugaskan untuk melakukan pendalaman terkait ajaran di Ponpes Al Zaytun.
"Tim kami dibagi pada tiga bagian, ada tim yang bagiannya bertemu langsung dengan Panji Gumilang termasuk mengunjungi Al Zaytun secara terang-terangan."
"Ada tim yang menyelidiki secara diam-diam apa yang terjadi di dalam pondok pesantren," katanya.
Serta yang ketiga yakni MUI telah melakukan koordinasi dan wawancara dengan pihak terkait.
Seperti di antaranya dengan pihak Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), kelurahan, warga dan lain sebagainya.
Baca juga: Warga Indramayu Ini Ungkap Alasan Ikut Aksi Demo di Jakarta Tuntut Ponpes Al Zaytun Ditutup
Dari indikasi-indikasi yang muncul, MUI coba mencarikan bukti terkait dengan ajaran menyimpang Ponpes Al-Zaytun.
"Dari indikasi kita ingin mencari bukti, dari bukti nanti kita akan cari posisi hukumnya," lanjut Nafis.
Penyelesaian polemik ini, kata Nafis, harus dilakukan sesegera mungkin.
"Jangan sampai ponpes lain dan masjid mengikuti ajarannya (yang menyimpang)."
"Misalnya (salah satu ajarannya) perempuan bisa jadi khatib saat Salat Jum'at bagi jemaah laki-laki," ungkanya.
MUI: Ada Dugaan Kekerasan hingga Penyesatan di Al Zaytun
Sebelumnya, Ketua Tim Pengkajian dan Penelitian MUI Pusat Firdaus Syam membeberkan sejumlah fakta hasil investigasi MUI soal Pondok pesantren Al-Zaytun.
Firdaus menuturkan, MUI telah melakukan penelitian pada Ponpes Al-Zaytun sejak 2002.
Dari hasil penelitian termasuk laporan dari masyarakat ditemukan adanya dugaan pidana di ponpes yang dipimpin oleh Panji Gumilang itu.
"Berdasarkan laporan-laporan dari masyarakat baik secara individu maupun kelompok, kemudian MUI sudah melakukan penelitian di tahun 2002."
"Di penelitian itu walaupun domainnya tentang pemahaman keagamaan, akan tetapi di penelitian kita mendapatkan fakta-fakta yang berkaitan (dugaan pidana)," kata Firdaus, di Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Sabtu (24/6/2023).
Baca juga: Soal Al-Zaytun, Ketum PBNU Minta Masyarakat Tidak Bertindak Sendiri Harus Berdasar Hukum
Firdaus mengungkapkan, ada dugaan kekerasan hingga penyesatan di Ponpes Al-Zaytun.
"Ada dugaan pidana, kekerasan, kemudian tindakan-tindakan pemaksaan dan sebagainya, saya kira ini banyak laporannya ya."
"Kemudian hal-hal yang menyangkut penistaan agama dan dugaan penyesatan dan sebagainya," ujar Firdaus.
Firdaus menuturkan, dugaan tersebut berdasarkan laporan dari sejumlah mantan anggota Al-Zaytun.
"Fakta datanya banyak itu, dari anggota Al-Zaytun yang sudah keluar memberikan laporan, banyak sekali laporan," ujarnya.
(Tribunnews.com/Milani Resti)