TRIBUNNEWS.COM - Pakar Hukum Internasional, Hikmahanto Juwana menilai pemerintah harus bersikap tegas terkait kasus penyanderaan pilot Susi Air Philip Mark Mehrtens.
Perkara yang terjadi di Papua disebut bukan sekadar membebaskan tawanan dengan tebusan Rp5 miliar.
Hikmahanto menilai pemerintah seharusnya tak tunduk dengan ancaman hingga permintaan dari Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua.
"Tidak seharusnya negara tunduk dengan semacam ancaman atau permintaan dari berbagai pihak."
"Bahwa kemudian ada permintaan Rp 5 miliar, ini bukan berarti negara Republik Indonesia tunduk pada para pelaku teror, para penyandera," kata Hikmahanto dalam program Talkshow Overview Tribunnews.com, Kamis (6/7/2023).
Menurut Hikmahanto akan ada tuntutan baru jika ada pemberian uang tebusan kepada KKB pimpinan Egianus Kogoya itu.
Baca juga: Talkshow Overview Tribunnews 6 Juli 2023: Menanti Nasib Pilot Susi Air
"Ini jadi preseden buruk, hari ini Rp 5 miliar besok-besok Rp 10 miliar hingga Rp 20 miliar, mereka tinggal cari warga negara asing," katanya.
Hikmahanto mengatakan, syarat dari KKB Papua tersebut bisa jadi hanya merupakan propaganda mereka.
Terlebih menurutnya, uang tebusan yang bakal diberikan pemerintah ke KKB Papua tak bisa dijamin keperuntukannya.
Hikmahanto menilai, tak menutup kemungkinan jika KKB Papua pimpinan Egianus Kogoya bakal menggunakan uang tebusan untuk membeli senjata yang tentunya akan semakin membahayakan negara.
"Jadi motif yang tadinya, mungkin soal idealisme atau merdeka sekarang sudah bergeser ke masalah komersial, ini tidak kita benarkan."
"Kapolda juga menyampaikan kalau kita kasihkan Rp 5 miliar ini tidak boleh dibelikans sejata, dari mana kita bisa menjamin hal itu," ujarnya.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia itu meminta pemerintah mencarai penyelesaian yang komprehendif dalam menghadapi KKB.
Termasuk di antaranya, menurut Hikmahanto, dengan dilibatkannya pemerintah Selandia Baru sebagai negara asal Kapten Philips.