TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum mengaku belum ada rencana untuk bertemu dengan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Nunggu mimpi dulu (Bertemu SBY). Prinsipnya saya akan melakukan, insyaallah hal-hal yang baik. Hal-hal yang lebih baik dalam konteks pribadi maupun kepentingan publik. Itu yang menjadi pegangan saya," kata Anas di Bapas Bandung di Jalan Ibrahim Adji, Bandung, Senin (10/7/2023).
Hari ini Anas Urbaningrum resmi bebas murni, setelah tiga bulan menjalani masa cuti menjelang bebas (CMB).
Anas memastikan akan kembali terjun ke dunia politik.
Sebab, komunitasnya selama ini memang tak jauh dari lingkungan politik.
"Ibaratnya kolam, saya itu kolam politik. Insyaallah saya akan masuk ke kolam itu lagi. Seperti apa? Tunggu saja, tidak boleh disampaikan di Bapas," katanya.
Dirinyaa berharap bisa langsung nyambung lagi dengan para sahabat.
"Sehingga apa yang saya lakukan nanti ada faedah, guna, dan manfaatnya," katanya.
Selama menjalani CMB, Anas mengaku tidak dapat beraktivitas dengan leluasa lantaran masih harus menjalani wajib lapor dan menaati sejumlah aturan yang mengikatnya.
"Jadi, insyaallah ini menjadi awal diri saya untuk melakukan tugas-tugas pribadi dan juga tugas publik di masa mendatang," ujar Anas.
"Kalau tiga bulan yang lalu itu masih bebas sementara, lewat program CMB. Hari ini sudah bebas sepenuhnya. Jadi, dengan bebas sepenuhnya insyaallah langkah-langkah saya tidak ada beban hambatan lagi," ucapnya.
Anas komentari cuitan SBY
SBY dalam akun cuitannya menilai akan terjadi chaos bila Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Pemilu legislatif 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup di tengah proses Pemilu sedang berjalan.
Menyikapi itu, Anas Urbaningrum lantas memberi cotoh saat perubahan sistem Pemilu 2009 terjadi setelah putusan MK 23 Desember 2008.
Saat itu, kata dia, pemungutan suara terjadi pada 9 April dan 2009 dan terbukti Pemilu berjalan lancar tidak ada chaos politik.
"Jadi lebih baik Pak @SBYudhoyono tidak bicara “chaos” terkait dengan pergantian sistem Pemilu di tengah jalan. Tidak elok bikin kecemasan dan kegaduhan," kata Anas dalam cuitannya di Twitter, dikutip pada Senin (29/5/2023).
Anas menyarankan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat itu agar berbicara dalam konteks setuju atau tidak terkait sistem Pemilu proposional tertutup.
"Itu perihal perbedaan pendapat yang biasa saja," ujarnya.
Baca juga: NasDem Tanggapi Informasi Denny Indrayana Soal Putusan MK: Publik Jangan Diam!
Adapun SBY mengingatkan akan terjadinya chaos politik apabila MK memutuskan Pemilu legislatif menggunakan sistem proporsional tertutup.
Hal itu menanggapi pernyataan Denny Indrayana, mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang mengaku mendapat informasi bahwa nantinya MK memutuskan Pemilu legislatif menggunakan sistem proporsional tertutup.
SBY menanyakan kepada MK urgensi sehingga sistem Pemilu diganti ketika proses Pemilu sudah dimulai.
"Ingat, DCS (Daftar Caleg Sementara) baru saja diserahkan kepada KPU. Pergantian sistem pemilu di tengah jalan bisa menimbulkan 'chaos' politik," kata SBY dalam cuitannya di Twitter, dikutip pada Senin (29/5/2023).
Baca juga: Respons Golkar Sikapi Isu Putusan MK Soal Sistem Pemilu 2024: Bisa Menguras Energi
Menurutnya, apabila MK memutuskan Pemilu legislatif menggunakan sistem proporsional tertutup tentu akan menjadi isu besar dalam dunia politik di tanah air.
"Pertanyaan kedua kepada MK, benarkah UU Sistem Pemilu Terbuka bertentangan dengan konstitusi? Sesuai konstitusi, domain dan wewenang MK adalah menilai apakah sebuah UU bertentangan dengan konstitusi, dan bukan menetapkan UU mana yang paling tepat, Sistem Pemilu Tertutup atau Terbuka?" tanya SBY.
SBY menjelaskan kalau MK tidak memiliki argumentasi kuat bahwa sistem Pemilu terbuka bertentangan dengan konstitusi sehingga diganti menjadi tertutup, mayoritas rakyat akan sulit menerimanya.
Baca juga: Respons SBY Soal Bocoran MK Bakal Putus Pemilu Proporsional Tertutup hingga MA Kabulkan PK Moeldoko
"Ingat, semua lembaga negara termasuk Presiden, DPR dan MK harus sama-sama akuntabel di hadapan rakyat," ujarnya.
Mantan Presiden RI ini menegaskan sesungguhnya penetapan UU tentang sistem Pemilu berada di tangan Presiden dan DPR, bukan MK.
"Mestinya Presiden dan DPR punya suara tentang hal ini. Mayoritas partai politik telah menyampaikan sikap menolak pengubahan sistem terbuka menjadi tertutup. Ini mesti didengar," ungkap SBY.
Lebih lanjut, SBY meyakini jika dalam menyusun DCS, Parpol dan bacaleg berasumsi sistem Pemilu tidak diubah, tetap sistem terbuka.
"Kalau di tengah jalan diubah oleh MK, menjadi persoalan serius. KPU dan Parpol harus siap kelola 'krisis' ini. Semoga tidak ganggu pelaksanaan pemilu 2024. Kasihan rakyat," tegasnya.
Sebelumnya, pakar hukum tata negara Denny Indrayana membocorkan informasi pribadi yang diterima dirinya soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem Pemilu Legislatif.
Denny menyebut, dirinya mendapatkan informasi kalau MK bakal memutuskan gugatan Nomor 114/PUU-XX/2022 terkait sistem pemilu dengan putusan proporsional tertutup.
"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja," tulis Denny dalam akun Instagram pribadinya @dennyindrayana99, dikutip Minggu (28/5/2023).
Denny menyebut, putusan itu diambil setelah adanya dissenting opinion atau perbedaan pendapat dalam menjatuhkan putusan antara hakim MK.
Dimana jumlah perbandingannya yakni 6 hakim berbanding 3 hakim.
Perihal darimana informasi yang dirinya dapat, Denny tidak membeberkan identitas sosok tersebut. Terpenting kata dia, informasi yang dia terima itu kredibel.
"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi," ucap Denny.
Jika memang pada putusan nantinya MK mengabulkan sistem pemilu dengan proporsional tertutup, maka kata dia sistem pemilu di Indonesia akan kembali ke masa orde baru (orba).
"Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba: otoritarian dan koruptif," kata Denny.
Dalam unggahannya itu juga, Denny menyampaikan kondisi politik tanah air saat ini.
Salah satunya yakni perihal penegakan hukum di Indonesia yang didasari pada putusan MK terkait masa jabatan pimpinan KPK.
"KPK dikuasai, pimpinan cenderung bermasalah yang dihadiahi gratifikasi perpanjangan jabatan 1 tahun," kata Denny.
"PK Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, atas Partai Demokrat, diduga ditukarguling dengan kasus korupsi mafia peradilan di MA. Jika Demokrat berhasil "dicopet", Istilah Gus Romi PPP, maka pencapresan Anies Baswedan hampir pasti gagal," sambungnya.
"Masihkah ada harapan? Yang pasti terus ikhtiar berjuang, sambil menanti kemukjizatan. Salam integritas!" tutup Denny.
Mengenal Sistem Pemilu Proporsional Tertutup dan Terbuka
Dilansir dari Kompas.com, pemilu adalah salah satu indikator atau tolak ukur dari demokrasi.
Keterbukaan dan kebebasan dalam pemilihan umum mencerminkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Salah satu sistem pemilu adalah sistem proporsional. Sistem proporsional adalah sistem di mana satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil.
Dalam sistem proporsional, ada kemungkinan penggabungan partai atau koalisi untuk memperoleh kursi. Sistem proporsional disebut juga sistem perwakilan berimbang atau multi member constituenty.
Perbedaan Sistem Proporsional Tertutup dan Terbuka
Terdapat dua jenis sistem di dalam sistem proporsional yaitu sistem proporsional terbuka dan sistem proporsional tertutup.
Sistem proporsional terbuka adalah sistem pemilu di mana pemilih memiih langsung wakil-wakil legislatifnya.
Sedangkan dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya memilih partai politiknya saja.
Berikut perbedaan pemilu sistem proporsional terbuka dan sistem proporsional tertutup:
1. Pelaksanaan
Perbedaan pemilu sistem proporsional terbuka dan sistem proporsional tertutup yang pertama adalah pada cara pelaksanaan. Pada pemilu proporsional terbuka, parpol mengajukan daftar calon yang tidak disusun berdasarkan nomor urut dan tanpa nomor di depan nama. (Biasanya susunannya hanya berdasarkan abjad atau undian).
Sedangkan pada pemilu proporsional tertutup, partai politik mengajukan daftar calon yang disusun berdasarkan nomor urut. Nomor urut ditentukan oleh partai politik.
2. Metode pemberian suara
Perbedaan pemilu sistem proporsional terbuka dan sistem proporsional tertutup yang kedua adalah metode pemberian suara. Pada pemilu sistem proporsional terbuka, pemilih memilih salah satu nama calon. Sedangkan pada pemilu sistem proporsional tertutup, pemilih memilih partai politik.
3. Penetapan calon terpilih
Perbedaan pemilu sistem proporsional terbuka dan sistem proporsional tertutup yang ketiga adalah penetapan calon terpilih. Pada pemilu sistem proporsional terbuka, penetapan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak.
Pada pemilu sistem proporsional tertutup, penetapan calon terpilih ditentukan berdasarkan nomor urut. Jika partai mendapatkan dua kursi, maka calon terpilih adalah nomor urut 1 dan 2.
4. Derajat keterwakilan
Perbedaan pemilu sistem proporsional terbuka dan sistem proporsional tertutup yang keempat adalah derajat keterwakilan. Pada pemilu sistem proporsional terbuka, memiliki derajat keterwakilan yang tinggi karena pemilih bebas memilih wakilnya yang akan duduk di legislatif secara langsung, sehingga pemilih dapat terus mengontrol orang yang dipilihnya.
Pada pemilu sistem proporsional tertutup, kurang demokratis karena rakyat tidak bisa memilih langsung wakil-wakilnya yang akan duduk di legislatif. Pilihan partai politik belum tentu pilihan pemilih.
5. Tingkat kesetaraan calon
Perbedaan pemilu sistem proporsional terbuka dan sistem proporsional tertutup yang kelima adalah tingkat kesetaraan calon. Pada pemilu sistem proporsional terbuka, memungkinkan hadirnya kader yang tumbuh dan besar dari bawah dan menang karena adanya dukungan massa.
Pada pemilu sistem proporsional terbuka, didominasi kader yang mengakar ke atas karena kedekatannya dengan elite parpol, bukan karena dukungan massa.
6. Jumlah kursi dan daftar kandidat
Perbedaan pemilu sistem proporsional terbuka dan sistem proporsional tertutup yang keenam adalah jumlah kursi dan daftar kandidat. Pada pemilu sistem proporsional terbuka, partai memperoleh kursi yang sebanding dengan suara yang diperoleh.
Pada pemilu sistem proporsional tertutup, setiap partai menyajikan daftar kandidat dengan jumlah yang lebih dibandingkan jumlah kursi yang dialokasikan untuk satu daerah pemilihan atau dapil.
7. Kelebihan
Perbedaan pemilu sistem proporsional terbuka dan sistem proporsional tertutup yang ketujuh adalah memiliki kelebihan masing-masing. Pada pemilu sistem proporsional terbuka, mendorong kandidat bersaing dalam memobilisasi dukungan massa untuk kemenangan. Terbangunnya kedekatan antara pemilih dengan yang dipilih. Terbangunnya kedekatan antarpemilih.
Pada pemilu sistem proporsional tertutup, memudahkan pemenuhan kuota perempuan atau kelompok etnis minoritas karena partai politik yang menentukan calon legislatifnya. Mampu meminimalisir praktik politik uang.
8. Kekurangan
Perbedaan pemilu sistem proporsional terbuka dan sistem proporsional tertutup yang kedelapan adalah ada kekurangan masing-masing. Pada pemilu sistem proporsional terbuka, peluang terjadinya politik uang sangat tinggi. Membutuhkan modal politik yang cukup besar. Rumitnya penghitungan hasil suara. Sulitnya menegakkan kuota gender dan etnis.
Pada pemilu sistem proporsional tertutup, pemilih tidak punya peran dalam menentukan siapa wakil dari partai mereka. Tidak responsif terhadap perubahan yang cukup pesat. Menjauhkan hubungan antara pemilih dan wakil rakyat pascapemilu.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews dan TribunJabar.id dengan judul Anas Urbaningrum Bebas Murni, Bakal Bertemu SBY? Katanya Tunggu Mimpi Dulu