TRIBUNNEWS.COM - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan menjadi Undang-undang, pada Selasa (11/7/2023).
Adapun pengesahan tersebut dilakukan pada agenda Rapat Paripurna yang dipimpin langsung oleh Ketua DPR RI, Puan Maharani.
Berikut sejumlah fakta terkait disahkannya RUU Kesehatanmenjadi Undang-undang:
Baca juga: CISDI: Pengesahan RUU Kesehatan Terburu-buru dan Tidak Transparan
Demokrat dan PKS Menolak
Dari pengesahan RUU Kesehatan menjadi UU ini, ada enam fraksi yang setuju.
Keenam faksi itu yakni PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, PAN dan PPP.
Mereka menyetujui RUU Kesehatan dilanjutkan pada pembicaraan Tingkat II atau disahkan menjadi Undang-undang.
Sementara itu, fraksi NasDem menerima pengesahan itu disertai dengan catatan.
Serta dua fraksi yaitu Demokrat dan PKS menolak disahkannya RUU Kesehatan menjadin Undang-undang.
Baca juga: Demokrat Dukung Nakes Lakukan Mogok Kerja Buntut Disahkannya RUU Kesehatan Jadi UU: Itu Hak Mereka
DPR Disebut Semaunya Sendiri
Ketua Bidang Hukum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Tanggerang Selatan, Panji Utomo menilai bahwa DPR semaunya sendiri.
Menurutnya, DPR mengesahkan RUU Kesehatan menjadi Undang-undang tanpa memperhatikan masukan dari para tenaga kesehatan.
Panji pun mempertanyakan apakah bisa anggota fraksi mewakili suara tenaga kesehatan yang tersebar di seluruh Indonesia?
"Anda bisa bayangkan, mereka satu komisi dari satu fraksi, satu partai, dari satu komisi berapa orang? Sementara kita dokter saja jumlahnya, sudah dilihat 77 ribu, perawat hampir 10 ribu, mungkin lebih dari itu."
"Sekarang kalau kita gabung apakah bisa mewakili (suara para nakes)? harusnya dia (DPR) bicara secara terstruktur kelembagaan, tapi enggak lakukan."
"Artinya, yang tadi DPR semaunya sendiri aja," kata Panji, Selasa (11/7/2023).
Baca juga: Rapat Paripurna Sahkan Revisi UU Desa Jadi RUU Usul Inisiatif DPR
RUU Kesehatan Disebut Dibuat Sembunyi-sembunyi
Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah menyebut RUU Kesehatan yang diinisiasi DPR dibuat secara sembunyi-sembunyi.
Sehingga, para tenaga kesehatan tidak mendapatkan akses dalam pembahasan draft RUU Kesehatan.
Merasa tak dilibatkan, pihaknya bersama para nakes menegaskan menolak pengesahan RUU tersebut.
"Kami tetap mempunyai sikap dari awal untuk menolak RUU Kesehatan ini karena pertama, Undang-undang ini seperti dibuat secara sembunyi-sembunyi, sampai saat ini kami juga tidak dapat akses terhadap draft yang dibahas," kata Harif ditemui di depan gedung DPR, Selasa (11/7/2023).
Baca juga: Demokrat Dukung Rencana Organisasi Profesi Nakes Ajukan Judicial Review Jika RUU Kesehatan Disahkan
Menurut Harif, tenaga kesehatan khususnya perawat juga merupakan stakeholder yang penting di dunia kesehatan.
"Kenapa demikian kita meminta akses, karena kami tenaga kesehatan khususnya perawat, 60 persen dari seluruh tenaga kesehatan adalah stakeholder yang penting yang akan menjalankan Undang-undang itu bila sudah jadi," jelas Harif.
Oleh karena itu, para nakes perawat juga ingin ikut berpartisipasi dalam RUU Kesehatan.
"Kita adalah stakeholder yang meaningfull, oleh karena itu kita ingin ada partisipasi dan dalam berbagai kesempatan kita lakukan lobby, vokasi audiensi dan sebagainya, terhadap aspirasi kita ini. Tapi belum ada yang diterima aspirasi kita itu," tegas Harif.
Demokrat Dukung Nakes Mogok Kerja
Anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Santoso mendukung rencana mogok kerja yang akan dilakukan oleh para tenaga kesehatan (nakes), buntut dari disahkannya RUU Kesehatan menjadi Undang-undang.
Aksi mogok kerja itu, kata Santoso, menjadi hak para nakes untuk melakukannya.
"Jika itu menjadi jalan terbaik agar para nakes terlindungi, terproteksi dengan adanya UU. Tidak seperti UU saat ini, menurut saya menjadi hak mereka juga untuk melakukan itu," ucap Santoso, Selasa (11/7/2023).
Namun, sebelum mogok kerja nakes dilakukan, Pemerintah harus berpikir bahwa profesi kesehatan harus diakomodir juga.
"Jadi jangan atas nama kekuasaan, atas nama rakyat keseluruhan, tapi mengorbankan orang yang bekerja untuk kesehatan, untuk rakyat."
"Mereka sebagai warga negara memiliki hak juga untuk dilindungi, untuk diakomodir profesinya," kata Santoso.
Demokrat, kata Santoso, juga mendukung rencana nakes untuk mengajukan gugatan judical review RUU Omnibus Law Kesehatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Karena Demokrat bersikap menolak, jika ini disahkan, maka cara konstitusinya adalah melalui judicial review," ungkap Santoso.
(Tribunnews.com/Chaerul Umam/Rahmat Fajar Nugraha/Rahmat Fajar Nugraha/Rifqah)