Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung tidak mengakui pengembalian Rp 8 miliar dari terdakwa kasus korupsi tower BTS Kominfo, Irwan Hermawan.
Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana menerangkan bahwa pihaknya belum memperoleh informasi mengenai hal tersebut.
"Sampai saat ini saya belum menerima informasi pengembalian 8 miliar," ujar Ketut, Kamis (13/7/2023).
Baca juga: Penasihat Hukum Irwan Hermawan Ungkap Pengembalian Rp 8 Miliar Terkait Korupsi BTS Kominfo
Menurut Ketut, pihak Irwan Hermawan baru mengembalikan uang pada Kamis (13/7/2023).
Itu pun bukan Rp 8 miliar, melainkan Rp 27 miliar dalam bentuk dolar Amerika Serikat melalui penasihat hukumnya.
"Baru hari ini. Rekan-rekan kan sudah tahu semua pada hari ini beliau (penasihat hukum Irwan) datang baru pertama kali," kata Ketut.
Sementara dari pihak Irwan Hermawan, mengungkapkan adanya pengembalian Rp 8 miliar ke Kejaksaan Agung.
Pengembalian itu ditegaskan penasihat hukum Irwan terkait dengan perkara dugaan korupsi pengadaan tower BTS BAKTI Kominfo.
"Kami juga sudah menyerahkan sebesar 8 miliar rupiah atas nama Irwan," kata Maqdir saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (12/7/2023).
Uang Rp 8 miliar tersebut dikembalikan secara bertahap sebelum perkara Irwan bergulir di meja hijau.
"Dalam proses penyidikan kami serahkan secara, ya tidak sekaligus, beberapa kali penyerahan," katanya.
Irwan sendiri telah duduk di kursi pesakitan terkait perkara korupsi BTS Kominfo ini bersama lima terdakwa lainnya.
Mereka ialah: Eks Menkominfo, Johnny G Plate; eks Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif; Tenaga Ahli HUDEV UI, Yohan Suryanto; Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak; dan Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali.
Dalam perkara ini, para terdakwa telah dijerat Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian Anang Latif, Galumbang Menak, dan Irwan Hermawan juga dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU), yakni Pasal 3 subsidair Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.