TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata ikut merespons ihwal polemik operasi tangkap tangan (OTT) Koordinator Staf Administrasi Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Kabasarnas) Letkol Afri Budi Cahyanto, yang berujung ditetapkannya Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi sebagai tersangka.
Alex menyatakan tidak menyalahkan penyelidik, penyidik, hingga jaksa KPK terkait penanganan kasus dugaan suap itu.
Pernyataan Alex ini seakan berseberangan dengan ucapan rekan sekoleganya, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak.
"Saya tidak menyalahkan penyelidik/penyidik maupun jaksa KPK."
"Mereka sudah bekerja sesuai dengan kapasitas dan tugasnya."
"Jika dianggap sebagai kekhilafan itu kekhilafan pimpinan," kata Alex dalam keterangannya, Sabtu (29/7/2023).
Sebelumnya Johanis meminta maaf dan mengaku khilaf kepada Panglima TNI Laksamana Yudo Margono atas peristiwa penangkapan Letkol Afri dan ditetapkannya Henri Alfiandi sebagai tersangka.
Alex menerangkan bahwa dalam kegiatan tangkap tangan KPK memiliki dua alat bukti, keterangan para pihak yang tertangkap dan barang bukti berupa uang, serta bukti elektronik berupa rekaman penyadapan/percakapan.
Dia pun mengutip Pasal 1 butir 14 KUHAP, di mana di sana dijelaskan bahwa pengertian tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
"Artinya dari sisi kecukupan alat bukti sudah cukup untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka," kata Alex.
Di sisi lain, Alex mengatakan, dalam gelar perkara yang dihadiri lengkap oleh penyelidik, penyidik penuntut umum, pimpinan dan juga diikuti oleh penyidik dari Puspom TNI, tidak ada yang menolak atau keberatan untuk menetapkan lima orang sebagai tersangka, termasuk Henri Alfiandi dan Letkol Afri.
Kata dia, semua pihak diberi kesempatan berbicara untuk menyampaikan pendapatnya.
"Dalam ekspose juga disimpulkan untuk oknum TNI penanganannya akan diserahkan ke Puspom TNI," terang Alex.
Oleh karena itu, dikatakan Alex, KPK tidak menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama anggota TNI, dalam hal ini Henri Alfiandi dan Letkol Afri, yang diduga sebagai pelaku.
"Secara substansi/materiil sudah cukup alat bukti untuk menetapkan mereka sebagai tersangka."
"Secara administratif nanti TNI yang menerbitkan sprindik untuk menetapkan mereka sebagai tersangka setelah menerima laporan terjadinya peristiwa pidana dari KPK," kata Alex.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyampaikan permohonan maaf kepada Panglima TNI Laksamana Yudo Margono atas kesalahan prosedur dalam OTT Koorsmin Kepala Basarnas Letkol Afri Budi Cahyanto, yang dari hasil pengembangannya, turut menetapkan Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi sebagai tersangka.
Pada Jumat (28/7/2023) sore, rombongan petinggi TNI menyambangi Gedung Merah Putih KPK untuk melakukan koordinasi terkait dugaan kasus suap proyek pengadaan barang atau jasa di lingkungan Basarnas.
KPK mengakui kesalahan prosedur dalam OTT yang dilakukan terhadap Kepala Basarnas dan Koorsmin Kabasarnas dikarenakan keduanya masih berstatus TNI aktif.
Johanis mengakui penyidik KPK keliru dan khilaf atas OTT tersebut.
"Di sini ada kekeliruan dan kekhilafan dari tim kami yang melakukan penangkapan, oleh karena itu kami dalam rapat tadi sudah menyampaikan kepada teman-teman TNI, kiranya dapat disampaikan kepada Panglima TNI dan jajaran TNI atas kekhilafan ini," ujar Johanis saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (28/7/2023).
Pernyataan Johanis itu rupanya berbuntut panjang.
Brigjen Pol Asep Guntur Rahayu yang tadinya mengemban jabatan Direktur Penyidikan dan Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK minta mundur.
Para pegawai KPK di Kedeputian Penindakan pun mengungkapkan kekecewaan atas pernyataan Johanis yang seperti menyalahkan bawahan, apalagi hingga menyebabkan Brigjen Asep ingin undur diri.
Para pegawai KPK tak habis pikir dengan sikap pimpinan lembaga antikorupsi yang dinilai telah mengorbankan bawahannya dalam penanganan kasus di Basarnas.
Mereka menginginkan Asep Guntur tetap di KPK. Bahkan para pegawai di Kedeputian Penindakan KPK mau pimpinan yang undur diri.(*)