Kemudian, konferensi pers di Gedung KPK pun dilakukan seusai kedatangan TNI.
Namun, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak meminta maaf kepada TNI dengan menyebut penyidik melakukan khilaf dalam melakukan penyidikan.
"Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu, tim mengetahui adanya anggota TNI dan kami paham bahwa penyidik kami mungkin ada kekhilafan, ada kelupaan."
"Bahwasanya manakala ada yang melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani, bukan KPK," tuturnya.
Sekali lagi, Tanak pun meminta maaf kepada Panglima TNI, Laksamana Yudo Margono atas kesalahan yang diperbuat oleh pihaknya terkait penanganan kasus ini.
"Di sini ada kekeliruan dari tim kami yang melakukan penangkapan, oleh karena itu kami dalam rapat tadi sudah menyampaikan kepada teman-teman TNI dan sekiranya dapat disampaikan kepada Panglima TNI dan jajaran TNI atas kekhilafan ini kami mohon dapat dimaafkan."
"Ke depan kami akan berupaya bekerja sama yang baik antara TNI dengan KPK dan aparat penegak hukum yang lain, dalam upaya menangani pemberantasan tindak pidana korupsi," pungkasnya.
Marwata Tegaskan yang Salah Pimpinan KPK
Pernyataan berseberangan disampaikan oleh Wakil Ketua KPK lainnya, Alexander Marwata.
Berbeda dengan Tanak, Marwata menegaskan bahwa polemik OTT Henri Alfiandi dan Koordinator Staf Administrasi Kepala Basarnas, Letkol Afri Budi Cahyanto adalah kesalahan pimpinan KPK.
"Saya tidak menyalahkan penyelidik/penyidik maupun jaksa KPK. Mereka sudah bekerja sesuai dengan kapasitas dan tugasnya. Jika dianggap sebagai kekhilafan itu kekhilafan pimpinan," kata Alex dalam keterangannya, Sabtu (29/7/2023).
Alex menerangkan bahwa dalam kegiatan tangkap tangan KPK memiliki dua alat bukti, keterangan para pihak yang tertangkap dan barang bukti berupa uang, serta bukti elektronik berupa rekaman penyadapan/percakapan.
Dia pun mengutip Pasal 1 butir 14 KUHAP, di mana di sana dijelaskan bahwa pengertian tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
"Artinya dari sisi kecukupan alat bukti sudah cukup untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka," kata Alex.
Di sisi lain, Alex mengatakan, dalam gelar perkara yang dihadiri lengkap oleh penyelidik, penyidik penuntut umum, pimpinan dan juga diikuti oleh penyidik dari Puspom TNI, tidak ada yang menolak atau keberatan untuk menetapkan lima orang sebagai tersangka, termasuk Henri Alfiandi dan Letkol Afri.
Kata dia, semua pihak diberi kesempatan berbicara untuk menyampaikan pendapatnya.
"Dalam ekspose juga disimpulkan untuk oknum TNI penanganannya akan diserahkan ke Puspom TNI," terang Alex.
Oleh karena itu, dikatakan Alex, KPK tidak menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama anggota TNI, dalam hal ini Henri Alfiandi dan Letkol Afri, yang diduga sebagai pelaku.
"Secara substansi/materiil sudah cukup alat bukti untuk menetapkan mereka sebagai tersangka. Secara administratif nanti TNI yang menerbitkan sprindik untuk menetapkan mereka sebagai tersangka setelah menerima laporan terjadinya peristiwa pidana dari KPK," pungkasnya. (tribun network/thf/Tribunnews.com)