TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Migrant Watch, Aznil Tan, mengatakan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal berbeda dengan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Dia menegaskan penggunaan kata TPPO tidak pantas disematkan untuk PMI.
"Isu TPPO itu isu aneh, isu blunder bagi negara kita. Kenapa? Karena TPPO itu Tindak Pidana Perdagangan Orang, kalau PMI adalah Pekerja Migran Indonesia, mereka pekerja bukan perdagangan. Ini makanya saya selalu kecam," kata Aznil.
Pernyataan itu disampaikan setelah berorasi di depan ratusan PMI, di Patung Kuda, Monas, Jakarta, Senin, 31 Juli 2023.
Menurut Aznil, apabila PMI ilegal tidak mengikuti aturan pemerintah, seharusnya tugas negara menyelesaikan.
"Kalau mereka ilegal ini tugas negara untuk melegalkan mereka. Ini masalahnya adalah ilegal bukan unprosedural. Ini sesat ini pemerintah. Pemerintah sudah sesat, ini bisa kita lakukan tuntutan kembali kepada pemerintah, baik penuntutan terhadap hak asasi manusia maupun terhadap penyalahgunaan undang-undang," ujarnya.
"Mereka yang diselamatkan itu unprosedural, bukan korban perdagangan orang, itu dengan tegas saya mengatakan." Seperti yang diberitakan sebelumnya, Solidaritas Perjuangan Pekerja Migran Indonesia (yang terdiri dari mahasiswa, PMI dan Keluarga, dan NGO) berkumpul di depan Patung Kuda, Monas, Jakarta.
Mereka mendesak Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk merevisi sejumlah undang-undang Kementerian Ketenagakerjaan terkait penempatan PMI di luar negeri.
Dalam pernyataan resminya, Solidaritas Perjuangan Pekerja Migran menyebut bahwa bekerja di dalam atau di luar negeri, adalah hak asasi setiap warga negara dan dilindungi oleh konstitusi Indonesia.
"Membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya, merupakan kewajiban pemerintah yang harus diminta pertanggungjawaban dalam melaksanakan konstitusi negara Indonesia, UUD 1945 serta janji kampanye Jokowi," bunyi pernyataan sikap dari Solidaritas Perjuangan Pekerja Migran.