Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pejabat pembuat komitmen (PPK) pada BAKTI Kominfo mengakui adanya uang negara yang digelontorkan untuk menggaji sejumlah tenaga ahli.
Berdasarkan dakwaan, ada 10 tenaga ahli dalam proyek tower BTS yang gajinya dianggarkan negara, yakni Kalamullah Ramli (Tenaga Ahli Telekomunikasi), Yohan Suryanto (Tenaga Ahli Jaringan), I Ketut Suyasa (Tenaga Ahli Elektrikal), I Nyoman Sujana (Tenaga Ahli Elektrikal), Ruki Harwahyu (Tenaga Ahli Transmisi), Muhammad Salman (Tanaga Ahli Transmisi), Oske Rudiyanto (Tenaga Ahli Tower), AA Kompiyang Karmana Putra (Tenaga Ahli RF Planning), I Made Sudrajat Jaya Diwangsam (Tenaga Ahli RF Planning), dan I Made Wardhani (Tenaga Ahli Ekonomi).
Pada kenyataannya, hanya satu tenaga ahli yang bekerja menyusun kajian teknis, yakni Yohan Suryanto dari HUDEV UI.
Sehingga, 9 orang tenaga ahli lainnya seakan hanya menerima gaji buta.
"Ya kan ada 10 orang tenaga ahli di situ, di dalam kontrak itu, yang bekeja berapa orang?" tanya Hakim Ketua, Fahzal Hendri dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (10/8/2023).
"Kalau saya hanya bekerja saja Pak Yohan saja pak," ujar PPK BAKTI Kominfo, Elvano Hatohorangan.
Baca juga: Sidang Lanjutan Kasus Korupsi BTS Kominfo, 7 Orang akan Bersaksi untuk 3 Terdakwa
Padahal menurut Elvano, sembilan tenaga ahli lainnya dipastikan memperoleh bayaran.
Sebagai pejabat pembuat komitmen, dia memastikan adanya bukti pembayaran terhadap sepuluh tenaga ahli.
"Terima pembayarannya dan ada bukti pembayarannya juga," kata Elvano.
Mendengar pernyatan itu, Hakim Ketua langsung heran.
Baca juga: Johnny G Plate Mengaku Tak Kenal 11 Saksi yang Dihadirkan Jaksa dalam Sidang Korupsi BTS Kominfo
Sebab, tak seharusnya negara menggelontorkan dana untuk membayar 9 tenaga ahli tersebut.
"Halah halaaah, orang enggak kerja kok dibayar pak. Kalau enggak kerja ngapain dibayar gitu lho," kata Hakim Fahzal Hedri.
Dalam dokumen dakwan tertera bahwa 9 tenaga ahli yang dimaksud hanya bersifat formalitas.
Bahkan mereka tak mengetahui namanya dicatut untuk kepentingan proyek BTS ini.
"Bahwa daftar personil tenaga ahli yang dilampirkan dalam Surat Perjanjian Pekerjaan Swakelola Kajian Teknis Pendukung Lastmile Project 2021 tersebut bersifat proforma atau hanya formalitas pemenuhan administrasi belaka, karena faktanya tenaga ahli tersebut tidak mengetahui sama sekali mengenai rencana Hudev UI melaksanakan Pekerjaan Kajian Teknis Pendukung Lastmile Project 2021 pada BAKTI Kemkominfo, serta tidak mengetahui namanya dicantumkan," dikutip dari dokumen dakwaan eks Dirut BAKTI, Anang Achmad Latif.
Diketahui dalam sidang lanjutan korupsi pembangunan tower BTS Kominfo hari ini ada 7 saksi yang dihadirkan untuk terdakwa Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan, Direktur PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak, dan Account Director of Integrated Account Departemen PT Huawei Investment, Mukti Ali.
Dalam kasus korupsi proyek pembangunan BTS Kominfo ini pun eks Menkominfo Johnny G Plate, eks Direktur Utama BAKTI, Anang Achmad Latif dan eks Tenaga Ahli HUDEV Universitas Indonesia Yohan Suryanto pun turut jadi terdakwa.
Keenam terdakwa telah dijerat Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Untuk Anang Latif, Galumbang Menak, dan Irwan Hermawan juga dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU), yakni Pasal 3 subsidair Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.