TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengantongi bukti dan informasi terkait investasi mantan Kepala Kantor Bea Cukai Makassar Andhi Pramono di perusahaan ekspor impor lintas negara.
Pada perusahaan itu, Andhi Pramono menjabat sebagai salah satu komisarisnya.
Ihwal perusahaan ekspor impor lintas negara itu didalami penyidik KPK saat memeriksa wiraswasta Rudi Suwandi dan karyawan BUMN Pudjo Suseno di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta pada Rabu (9/8/2023).
Keduanya diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat tersangka Andhi Pramono.
Perusahaan ekspor impor lintas negara itu didirikan untuk memudahkan kerja sama dengan pengusaha luar negeri.
"Didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan adanya setoran investasi saham di perusahaan yang bergerak di bidang ekspor impor lintas negara untuk membangun koneksi dengan pengusaha diluar negeri dan tersangka menjabat sebagai salah satu komisarisnya," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri, Kamis (10/8/2023).
Sayangnya, Ali tak mengungkap nama perusahaan ekspor impor lintas negara tersebut, serta nilai investasi yang diduga berasal dari perbuatan rasuah Andhi Pramono.
Dalam temuan awal KPK, Andhi diduga telah menerima gratifikasi selama menjabat sebagai pegawai di Bea Cukai sebesar Rp28 miliar.
Fee itu diduga diterima atas "jasa" Andhi menjadi makelar barang di luar negeri dan memberi karpet merah kepada pengusaha yang bergerak di bidang ekspor impor sejak 2012 hingga 2022.
"Dalam jabatannya selaku PPNS sekaligus pejabat eselon III di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, diduga memanfaatkan posisi dan jabatannya tersebut untuk bertindak sebagai broker atau perantara dan juga memberikan rekomendasi bagi para pengusaha yang bergerak di bidang ekspor-impor sehingga nantinya dapat dipermudah dalam melakukan aktivitas bisnisnya," ungkap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata beberapa waktu lalu.
KPK menduga Andhi menghubungkan antarimportir untuk mencarikan barang logistik yang dikirim dari wilayah Singapura dan Malaysia yang di antaranya dikirim ke Vietnam, Thailand, Filipina, dan Kamboja.
Menurut Alex, setiap rekomendasi yang dibuat dan disampaikan Andhi diduga menyalahi aturan kepabeanan termasuk para pengusaha yang mendapatkan izin ekspor impor yang tidak berkompeten.
Dari rekomendasi dan tindakan makelar yang dilakukannya, Andhi diduga menerima imbalan sejumlah uang dalam bentuk fee.
Modus yang dilakukan Andhi untuk menerima fee di antaranya melalui transfer uang ke beberapa rekening bank dari pihak-pihak kepercayaannya yang merupakan pengusaha ekspor impor dan pengurusan jasa kepabeanan dengan bertindak sebagai nominee.