Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelisik dugaan adanya penukaran valas atas perintah tersangka eks pejabat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Andhi Pramono (AP).
Mata uang asing itu ditukar dalam rangka menyamarkan sekaligus menghilangkan jejak penerimaan uang dari para pengusaha ekspor impor.
Adapun materi pemeriksaan itu didalami penyidik KPK saat memeriksa tiga saksi dalam penyidikan kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Andhi Pramono, Kamis (3/8/2023).
Tiga saksi dimaksud yakni, Wirianto, Direktur Utama PT Wirindo Pratama; Maman Supratman, Direktur PT Andalan Super Prioritas; dan Taufik Hidayat, Cleaning Service di Kantor Wilayah Bea dan Cukai Jakarta.
Baca juga: Aset Bernilai Ekonomis Tinggi Eks Pejabat Bea Cukai Andhi Pramono Diburu KPK
"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan adanya penukaran valas atas perintah tersangka AP untuk menyamarkan sekaligus menghilangkan jejak penerimaan uang dari para pengusaha ekspor impor," ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri, Jumat (4/8/2023).
Dalam kasusnya, eks Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Makassar Andhi Pramono dijerat dengan sangkaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Andhi diduga menerima fee dari pihak swasta setelah memberikan rekomendasi yang menyimpang terkait kepabeanan.
Baca juga: KPK Bisa Terapkan Pasal Merintangi Penyidikan di Kasus Eks Pejabat Bea Cukai Andhi Pramono
Selain itu, Andhi juga diduga bertindak menjadi broker atau perantara para importir.
Dalam temuan awal KPK, Andhi diduga menerima gratifikasi Rp28 miliar dari sejumlah pihak, termasuk para importir saat masih menjabat di Ditjen Bea Cukai.
Uang itu dikumpulkan dari hasil gratifikasi selama 10 tahun sejak 2012 hingga 2022.
Ia diduga mengumpulkan uang lewat orang kepercayaannya yang merupakan para pengusaha ekspor impor.
Kemudian uang ditampung dalam rekening sejumlah pihak, termasuk salah satunya rekening mertua Andhi.
Andhi Pramono diduga juga telah menyamarkan serta mengalihkan uang hasil penerimaan gratifikasinya ke sejumlah aset bernilai fantastis.
Di antaranya, dengan membelikan rumah mewah di Pejaten, Jakarta Selatan, berlian, hingga polis asuransi.
Atas perbuatannya, Andhi dijerat Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Kemudian, Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.