Meski demikian, Ganjar menyadari risiko itu harus dihadapi sebagai konsekuensi pilihannya.
Ia pun menjelaskan kepada Alam, dengan menjadi pejabat publik, harus pintar-pintar membagi waktu bersama keluarga.
"Apa yang terjadi (ketika memilih tetap menjadi pejabat publik), ya merasa utang (waktu dengan keluarga) aja. Mestinya bisa di sana (kumpul bersama keluarga), kenapa tidak (bisa)," terang dia.
"Tapi, kalau sudah diputuskan kita harus bersikap, memitigasi, punya risiko, menghitung (membagi waktu), begitu kalau sudah diputuskan," jelasnya.
Mendengar jawaban sang ayah, Alam terlihat menahan tangis.
Baca juga: Ganjar Tanggapi Isu Jokowi Dukung Prabowo Capres 2024 usai Deklarasi Golkar dan PAN
Sesekali ia menyeka air matanya yang hampir menetes.
Ganjar pun melanjutkan penjelasannya.
Ia menegaskan tak boleh main-main saat diamanahkan menjadi pejabat publik untuk mengurus rakyat.
Karena itu, menurut Ganjar, bukan hal yang luar biasa jika dirinya harus mengorbankan keluarga.
Begitu juga dengan keluarga, yang ikut berkorban dengan memahami kesibukannya.
Ia pun mencontohkan, karena risikonya sebagai pejabat publik, ajakan-ajakan kecil kepada anak dan istrinya kerap dilakukan untuk tetap mempererat hubungan keluarga.
Ganjar lantas meminta Alam untuk memaknai waktu berkumpul mereka, meski hanya acara sederhana, seperti makan dan nonton film di bioskop.
"Apalagi ketika kita ngurusnya tuh rakyat, kalau ngurus rakyat nggak boleh main-main. Maka kadang-kadang harus berkorban, keluarga harus berkorban."
"Kenapa kadang-kadang Ayah (ngajak) makan yuk, nonton yuk. Mungkin bukan nontonnya, tapi bareng jalan, piknik, wisata itu sebagai satu pelengkap lah, untuk kita bisa membikin keluarga," beber Ganjar.