News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ombudsman RI: Desentralisasi Potensi EBT Mendorong Transisi Energi

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota Ombudsman RI Hery Susanto menjadi Pembicara Dalam Acara Konferensi dan Rakernas Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah, dengan topik Perspektif Pelayanan Publik Dalam Transisi Energi di Indonesia pada Sabtu (19/8/2023) di Hotel Grand Sahid Jakarta

“Transisi energi juga mencakup upaya untuk meningkatkan efisiensi energi dan mengurangi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil. Upaya transisi energi melibatkan kebijakan pemerintah yang mendukung sumber energi terbarukan dan memberikan insentif untuk mengurangi penggunaan energi fosil," katanya.

Dorongan Electrifyng Lifestyle sebagai solusi di lini tengah dengan berbasis baterai dengan bahan baku nikel menghasilkan emisi karbon yang lebih rendah dibandingkan dengan BBM fosil.

"Namun di level hulu pembangkit listriknya masih mengandalkan batubara di PLTU, sementara di level hilir belum disiapkan pengelolaan limbah baterainya,” jelas Hery.

“Transisi energi di Indonesia melalui beragam potensi EBT yang dimiliki setiap daerah perlu pola desentralisasi potensi EBT. Mengingat setiap daerah memiliki sumber daya yang beragam. Harus dilakukan Pilot Project pada tiap daerah sebagai percontohan, utamanya daerah 3T. Jika RUU EBT yang nantinya akan disahkan, diharapkan bisa membantu stakeholder dalam mewujudkan transisi energi di tiap daerah. Singkatnya, perlu dioptimalisasikan sumber daya tiap daerah guna mewujudkan energi terbarukan,” lanjut Hery.

Hery menegaskan bahwa RUU EBT diperlukan sebagai regulasi komprehensif untuk menciptakan iklim pengembangan EBT yang berkelanjutan dan berkeadilan, di samping capaian target NDC dan NZE serta mendukung pembangunan green industry dan pertumbuhan ekonomi nasional.

Hery mengungkapkan urgensi RUU EBT adalah dapat memberikan kesempatan akses partisipasi kepada masyarakat dalam penyediaan energi terbarukan.

Menurut Hery peran penting dari RUU EBT antara lain adalah, memberikan kesempatan akses dan/atau partisipasi kepada masyarakat untuk penyediaan dan pemanfaatan EBT.

Pemanfaatan yang bisa melibatkan masyarakat adalah dalam pemanfaatan pengembangan berbagai energi terbarukan seperti panas bumi, air, surya, laut, dan bioenergi.

“Bilamana dipahami secara menyeluruh, RUU EBT dapat mendorong TKDN atau Tingkat Komponen Dalam Negeri sehingga menjaga agar harga EBT masih bisa kompetitif. RUU EBT juga dapat memberikan kepastian dan landasan hukum bagi pengembangan EBET di Indonesia beserta program pendukungnya. Selain itu juga bisa mengoptimalkan sumber daya EBT dan memperkuat tata kelola EBT. Adanya RUU EBT ini diharapkan dapat menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi investor EBET untuk berinvestasi di Indonesia," katanya.

Lebih jauh, dia berharap RUU EBT dapat memberikan kepastian dan landasan hukum bagi pengembangan EBT dan program pendukungnya, mengoptimalkan sumber daya EBT, memperkuat kelembagaan dan tata kelola EBET, serta menciptakan iklim investasi kondusif bagi investor EBT.

Selain RUU EBT, Hery juga menyebutkan bahwa Revisi UU Migas diperlukan untuk menjadi penopang peningkatan pendapatan negara. Hery menjelaskan bahwa dinamika perumusan Revisi UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi ini pada dasarnya menyoal perlu atau tidaknya perubahan atas peraturan dan kelembagaan migas.

Faktor cadangan migas yang menipis dan produksi yang menurun membuat upaya untuk menyelesaikan polemik ini terasa semakin penting.

“RUU Migas harus menjadi salah satu penopang pendapatan negara yang pada prinsipnya keberadaan RUU Migas di tengah kondisi saat ini harus menjadi salah satu pendorong untuk membangun kesadaran semua pihak.

Pada saatnya diharapkan Undang-Undang yang dilahirkan itu bisa mendorong peningkatan percepatan pendapatan negara. Saat ini, tata kelola migas di Indonesia sudah diatur oleh UU Migas Nomor 22 Tahun 2001 menggantikan UU Pertamina Nomor 8 Tahun 1997. Untuk itu, dibutuhkan upaya kuat dalam meningkatkan iklim investasi migas di Indonesia melalui penyempurnaan dasar kebijakan UU Migas,” ujar Hery.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini