News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Wawancara Khusus Mayjen Purn TB Hasanuddin: Apa yang Lebih Dibutuhkan, Jet Tempur atau Kapal Perang?

Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin saat wawancara khusus bersama Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra, di Kantor Tribun Network, Palmerah, Jakarta, Kamis (17/8/2023).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Mayjen TNI (Purn.) TB Hasanuddin mengatakan hal paling utama yang harus dipunya dalam pertahanan Indonesia adalah 'Mata'.

Sebab, menurut dia, melihat wilayah Indonesia yang begitu luas perlu adanya 'Mata' di segala penjuru, mulai dari darat, laut maupun udara.

Pria yang akrab disapa Kang TB ini pun mengungkapkan, bahwa 'Mata' yang dimaksudkan itu adalah CCTV.

Maka, perlu adanya keseriusan dalam memasang CCTV di setiap perbatasan negara yang rawan.

Hal itu disampaikan TB Hasanuddin saat sesi wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra di Studio Tribunnews, Palmerah, Jakarta, Kamis (17/8).

“Menurut saya kita harus punya CCTV. Itu paling utama, di seluruh wilayah NKRI,” kata TB Hasanuddin.

Menurutnya keberadaan CCTV tersebut penting untuk melihat musuh yang dihadapi, serta memikirkan langkah berikutnya.

“CCTV itu apa, ketika ada pesawat atau kapal ke wilayah NKRI harus diketahui dulu. Soal nanti apakah dilakukan pencegatan, intersepsi dan sebagainya tergantung kemampuan kita, atau sekalian dihancurkan,” ucap dia.

“Dilihat dulu, diintersep, kemudian setelah itu ‘oh ini ternyata sesuatu yang membahayakan’. Pentahapannya, itu kita harus punya mata,” lanjut TB Hasanuddin. 

Politikus PDIP ini menerangkan saat ini sedang dibangun radar untuk angkatan udara. Namun tahap pemasangannya baru sekitar 70 persen. Sementara 30 persen lainnya masih blank atau tak tercakupi.

Sedangkan pada lautan wilayah perbatasan Indonesia lanjutnya, baru 50 persen tercakupi.

Sementara 50 persen sisanya masih tidak terlihat. Blank atau tidak tercovernya area tersebut menurut TB Hasanuddin tak lain karena anggaran yang belum mencukupi. 

Dia juga mengungkapkan soal keterbatasan amunisi perang berupa peluru.

Karena, ada anggapan dari sebagian pihak bahwa pertahanan Indonesia terbatas karena kekurangan amunisi peluru.

Menurut TB Hasanuddin, yang perlu diperhatikan adalah soal perencaann penggunaan amunisi. Karena, postur pertahanan di bagi menjadi 3 yakni ada Satuan Tempur, Satuan Bantuan Tempur, Satuan Adimistrasi.

Dia berpandangan bahwa Satuan Tempur harus punya porsi latihan lebih banyak dalam menggunakan amunisi. Selain itu perlu juga diperhatikan masa berlaku dari amunisi peluru tersebut.

TB Hasanuddin mengatakan, dalam keterbatasan soal pertahanan, justru TNI punya kemampuan yang handal dari segi berperang dan penggunaan senjara.

Hal itu terbukti dari rangking TNI yang terus melesat naik jika dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia.

Dirinya juga menjawab soal kemungkinan 10 atau 20 tahun lagi Indonesia akan menghadapi perang terbuka.

Berikut petikan wawancara dengan TB Hasanuddin dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra terkait pertahanan serta alusista TNI di era sekarang ini:

Pak TB, kalau anda diminta saran dan pendapat mana yang lebih urgent untuk kepentingan pertahana dan alusista kita ini. Pesawat atau kapal?

Begini, duitnya ada berapa.

Lalau sama-sama anggaran kita saat ini?

Kalau ini, menurut hemat saya begini, pertama kita harus punya CCTV itu yang utama. Diseluruh wilayah RI.

CCTV itu apa, ketika ada pesawat atau kapal masuk ke wilayah NKRI harus diketahui dulu. Soal nanti apakah dilakukan pencegatan, intersepsi dan sebagainya tergantung kemampuan kita, atau sekalian dihancurkan.

Dilihat dulu, diintersep, kemudian setelah itu ‘oh ini ternyata sesuatu yang membahayakan’. Pentahapannya, itu kita harus punya mata.

Sekarang sedang dibangun, misalnya CCTV di angkatan udara itu radar. Sekarang sedang tahap pemasangan, mungkin sekitar 70 persen, 30 persen blank. Di laut mungkin 50 persen, 50 persennya blank.

Kenapa blank, duitnya kan belum ada. Dan Roma tidak dibangun dalam satu hari.

Jadi ada wilayah blank baik dari pantauan radar di udara dan di laut?

Kira kira seperti itu, dan kalau ditutup dengan patroli, patroli kan pakai bahan bakar, ada jam terbangnya kalau pakai pesawat. Cost hitung-gitungan ada.

Jadi ini semua kita butuh anggaran, tapi jangan juga egois tentara harus maju, tapi kan kita masih banyak orang yang harus disekolahkan, dan petani yang tidak bisa makan di desa-desa, Tahun depan sudah dicanangkan sebesar Rp137 triliun.

Itu sama dengan anggaran TNI dan Kemenhan selama satu tahun. Artinya rakyat perlu makan, rakyat perlu kesehatan, rakyat perlu pendidikan tapi rakyat juga perlu perlindungan dari TNI, semua penting.

Pak TB, benarkan sebenarnya negeri ini kekurangan amunisi dalam hal ini peluru yang dipakai ketika suatu saat nanti bertempur atau konflik?

Begini, kebutuhan bulanan atau tahunan amunisi itu, pada prinsipnya kebutuhannya untuk latihan dulu. Kemudian baru untuk persiapan perang, karena amunisi ringan juga ada kadarluarsanya, tidak bisa kalau kemudian dibiarkan bertahun-tahun juga ketika di tembakan dia tidak akurat.

Jadi kita memang yang paling penting harus punya standar jumlah peluru untuk latihan. Dan dengan latihan itu prajurit memiliki kemampuan menembak yang baik dan terasah. Jadi bisa untuk bertempur sewaktu waktu.

Kalau jumlah amunisi iya memang harus disesuaikan dalam artian ada hitungannya tidak kemudian banyak, tidak terpakai dan disimpan di gudang, kadaluarsa, juga mubazir.

Dan memang untuk kepentingan latihan perang ini strandarnya satu orang prajurit itu bawa berapa amunisi?

Garis pertama istilahnya peluru garis pertama sekitar 200 butir yang wajib dibawa setiap prajurit. Tambah lagi nanti kalau penambahan. Jadi kalau misalnya perangnya lama ya memang kita butuh peluru yang lebih banyak.

Tetapi kita berpikiran untuk pelatihan saja dulu untuk para prajurit. Prajurit itu membutuhkan skill untuk melakukan penembakan.

Jadi kalau misalnya enam bulan latihan maksudnya enam bulan tidak melakukan latihan dalam jumlah tertentu, dia mungkin butuh sekian 1000 butir peluru untuk latihan saja tinggal mengalikan saja jumlah prajurit berapa.

Prajurit TNI inikan sekitar 420 an ribu orang, ini kan terbagi ada Satuan Tempur, Satuan Bantuan Tempur dan Satuan Administrasi.

Jumlah dan volume latihan menembaknya itu kan berbeda. Kalau bagian administrasi atau bagian hukum misalnya tidak perlu sering-sering.

Tetapi kalau bagian tempur, pasukan pasukan yang paling depan dia tentu harus lebih intensif. Nah itu harus dihitung secara akurat dan itu menjadi sebuah program untuk pengadaan. Dan sesungguhnya kalaupun untuk peluru kaliber lingkungan itu Pindad sudah mampu membuat dan mengadakannya.

Dan senjata-senjata senapan perorangan itu terbaik di dunia kita.

Sudah sekian kali pertandingan prajurit dengan senjata itu kita berkali kali menang dan tidak terkalahkan di dunia lo ya. Jadi orangnya hebat senjatanya hebat.

Sampai dari negara asing itu membongkar ada apa ini kok bisa seakurat ini dalam menembaknya, dikira ada alat lain ternyata tidak ada sama sekali yang manual seperti biasa.

Sepengetahuan bapak lama di militer, apakah mungkin dalam 10 atau 20 tahun kedepan ini kita menghadapi perang?

Sebelum itu, dari doktrin tadi itu kita kembangkan mulai dari pengembangan seperti apa postur TNI, Darat, Laut dan Udara seperti apa berdasarkan hakikat ancaman.

Dibuat perkiraan intelijen negara jadi semua komponen anak bangsa duduk seperti apa ancamannya ancamannya sekian lalu duitnya punya berapa.

Kita kalau ancamannya besar kan duitnya juga harus besar, tetapi kalau ancamannya besar duitnya kecil maka kita membutuhkan yang namanya standar penangkalan.

Standar penangkalan itu tergantung keuangan negara. kalau keuangan negara nya cukup besar maka standar penanggalannya tinggi.

Kalau keuangan negara nya itu sedang ya sekedar penanggalannya sedang juga. Artinya begini kalau maksudnya besar duit kita besar mungkin tiga hari kita hancurkan.

Tetapi kalau misalnya duitnya kecil ya mungkin sudah kita satu bulan baru kita selesaikan sampai dengan kemudian satu tahun dua tahun dan seterusnya.

Dari situ dilahirkanlah melalui program Minimu Essential Force atau setelah Minimum Essential Force selesai mungkin ada program nomor lain oleh presiden yang baru, ya silakan.

Tetapi harus tercapai di tahun 2024 itu berakhir dapat apa bisa apa pasukan daratnya berapa batalyon, pasukan udaranya berapa Skuadron, pasukan laut nya berapa kekuatan tempur KRI dan sebagainya.

Sudah punya itu yang namanya postur kekuatan TNI yang suatu waktu bisa dihadapkan pada tingkat standart penangkalan tertentu menghadapi lawan atau musuh yang mau masuk ke Indonesia.

Kalau peluang dan intervensi negara asing?

Begini, Dengan 2024 kita ini dibuat kemungkinan ancaman tidak ada perang terbuka atau negara lain menyerang Indonesia tidak ada.

Hanya di dalam permeternya itu satu misalnya masalah masalah di Papua ada KKB, ya kan 15 tahun yang lalu juga belum terselesaikan.

Kemudian masalah lintas batas, kemudian pencurian ikan, masalah ilegal loging, itu ada dalam ancaman sampai 2024.

Nah 2024 nanti dibikin lagi seperti apa prediksi ancaman 10 dan 15 tahun kedepan seperti apa.

Dan itu kalau sudah didapat grandesainnya ancaman seperti apa baru kita membuat lagi postur TNI seperti apa ke depan.

Jadi tidak ada sembarangan ini, beli, itu kan kaya kita ke pasar malam, liat ini beli, liat ini beli, enggak bisa. Semua ini harus berdasarkan prinsip-prinsip pengelolaan TNI yang dihadarpkan pada kemungkinan-kemungkinan ancama ke depan dalam menyelesaikan tupoksinya.

Bapak setuju tidak dengan ada kuots ‘Kalau Ingin Damai, Bersiaplah Perang’?

Saya setuju, tetapi kita harus memperhatikan bahwa sebuah negara bukan hanya butuh alat perang saja tetapi alat kesehatan, makanan untuk rakyat, pendidikan untuk rakyat dan sebagainya. Sehingga harus ada perhitungan ketika anggaran itu juga terbatas.

Lalu, hubungannya apa dengan kesejahteran rakyat dan perang itu?

Iya, sekarang begini kalau kita hanya memikirkan perang saja berarti kita lupa akan kesejahteraan pendidikan dan kesehatan rakyat.

Kan harus bagian baru dipakai untuk persiapan menjelang perang, sebagian besar lagi untuk kepentingan rakyat kecuali sesuai dengan Undang-undang ketika kita yakin pada suatu.

Akan ada perang baru kita mobilisasi persiapan untuk perang.

Pak TB, benar tidak pendapat yang menyebutkan bahwa ketika kita perang dengan negara lain, kita ini dalam waktu singkat akan keok/kalah, karena alusista kita payah. Benar tidak Pak?

Saya kira pendapat itu jelek. Iya harus dilihat musuh siapa dulu jangan asal kita perang kalah dalam tiga hari, siapa dulu musuhnya.

Kalau hanya sekitar wilayah ASEAN mungkin tiga hari kita menang. Tapi kalau dibandingkan dengan yang lebih kuat ya kita menurut hemat saya kita ini tidak mengenal perang satu, dua, tiga hari atau seminggu.

Dalam doktrin Tentara Nasional Indonesia kita mengenal perang berlarut.

Jadi tidak ada orang yang mengatakan tiga hari, empat hari kalau kita perang akan kalah itu menurut saya saya tidak punya nilai juang.

Perang berlarut itu kita akan bertempur sepanjang masa sampai akhirnya memutar balikan kita yang menang dan ini belajar dari revolusi kita ketika melawan penjajahan.

Hanya dengan bambu runcing kita bisa menang. (Tribun Network/yuda)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini