Pasal yang dimaksud berbunyi: Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi harus didahulukan dari perkara lain guna penyelesaian secepatnya.
Oleh sebab itu, pengusutan perkara korupsi yang melibatkan peserta Pemilu semestinya tak ditunda jika sudah ada alat bukti yang cukup.
Justru jika peserta Pemilu yang terlibat, maka harusnya Kejaksaan Agung lebih giat memprosesnya.
Sebab, nantinya masyarakat bisa tahu karakter sebenarnya dari para calon yang akan dipilih.
Jangan sampai masyarakat malah terjebak dan terlanjur memilih koruptor.
"Kalau memang calonnya tersebut korupsi, malah justru harus diproses korupsi. Jangan sampai nanti malah terpilih dan akan melakukan korupsi," ujar Boyamin.
Sebagai informasi, instruksi Jaksa Agung, Sanitiar Burhanuddin mengenai penundaan pengusutan perkara korupsi peserta Pemilu tertuang dalam memorandum yang diterbitkannya pada Minggu (20/8/2023).
Katanya, jaksa-jaksa harus lebih cermat dalam menangani perkara korupsi yang melibatkan calon-calon tersebut.
"Penanganan laporan pengaduan dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan calon presiden dan wakil presiden, calon anggota legislatif, serta calon kepala daerah perlu dilakukan secara cermat dan hati-hati," kata Jaksa Agung, Burhanuddin dalam memorandumnya, Minggu (20/8/2023).
Arahan ini mesti dipedomani para jaksa terhitung sejak ada penetapan calon-calon tersebut oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga seluruh rangkaian dan tahapan Pemilu selesai.
Burhanuddin pun menegaskan bahwa para capres, cawapres, caleg, dan calon kepala daerah takkan diperiksa terkait kasus korupsi selama rangkaian Pemilu 2024 masih berjalan.
"Agar bidang Tindak Pidana Khusus dan bidang Intelijen menunda proses pemeriksaan terhadap pihak sebagaimana dimaksud, baik dalam tahap penyelidikan maupun penyidikan sejak ditetapkan dalam pencalonan sampai selesainya seluruh rangkaian proses dan tahapan pemilihan," katanya.
Alasan ditundanya pemeriksaan terhadap calon-calon tersebut karena kekhawatiran Kejaksaan Agung dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk kepentingan politik.
Ditakutkan, perkara-perkara itu justru menjadi sarana black campaign selama Pemilu.
"Perlu mengantisipasi adanya indikasi terselubung yang bersifat Black Campaign, yang dapat menjadi hambatan terciptanya pemilu yang sesuai dengan prinsip serta ketentuan perundang-undangan," kata Burhanuddin.