Hal ini diumumkan Nadiem melalui seminar bertajuk Merdeka Belajar Episode 26: Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi pada Selasa (29/8/2023).
Nadiem mengatakan, awalnya ada syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh pihak prodi, yakni sudah menerapkan kurikulum berbasis proyek ataupun bentuk lain yang sejenis.
Sementara, bagi prodi yang belum menjalani kurikulum berbasis proyek, mahasiswa dikenakan tugas akhir yang bukan bersifat skripsi.
Adapun tugas akhir yang dimaksud yaitu prototipe, proyek atau jenis lainnya.
Bahkan, Nadiem menyebut tugas akhir ini dapat dikerjakan secara individu maupun berkelompok.
"Tugas akhir bisa berbentuk macam-macam. Bisa berbentuk prototipe. Bisa berbentuk proyek, bisa berbentuk lainnya. Tidak hanya skripsi atau disertasi."
"Bukan berarti tidak bisa tesis atau disertasi, tetapi keputusan ini ada di masing-masing perguruan tinggi," ujarnya.
Nadiem mengatakan, kini standar capaian lulusan tidak dijabarkan secara rinci lagi dalam Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
Ia menjelaskan, seharusnya setiap kepala prodi punya kemerdekaan untuk menentukan bagaimana cara pihaknya mengukur standar capaian kelulusan mereka.
"Jadi sekarang, kompetensi ini tidak dijabarkan secara rinci lagi. Perguruan tinggi yang dapat merumuskan kompetensi sikap yang terintegrasi," kata Nadiem.
Lalu berkaca dari aturan sebelumnya, Nadiem menilai tidak relevan lagi untuk mahasiswa sarjana dan sarjana terapan untuk membuat skripsi.
Sementara mahasiswa magister wajib menerbitkan makalah di jurnal ilmiah terakreditasi, dan doktor wajib menerbitkan makalah di jurnal internasional bereputasi.
Baca juga: Skripsi Tak Wajib, Nadiem Sebut Kabar Gembira Banyak Perguruan Tinggi Negara Lain Sudah Berinovasi
Nadiem mengatakan ada berbagai cara untuk mahasiswa menunjukan kemampuan dan kompetensi kelulusannya.
"Bapak-bapak dan ibu-ibu di sini sudah mengetahui bahwa ini mulai aneh, kebijakan ini, legacy (sebelumnya) ini."