Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung memeriksa empat saksi terkait perkara dugaan gratifikasi yang dilakukan mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Buleleng.
Tiga dari empat saksi yang diperiksa merupakan keluarga eks Kajari Buleleng, Fahrur Rozi, mulai dari istri, anak, hingga kakaknya.
Baca juga: Jaksa Nilai Gratifikasi Rp 16 Miliar yang Diterima Rafael Alun Bersama Istrinya Harus Dianggap Suap
"NQ selaku kakak kandung dari Tersangka FR. RIPF selaku anak dari Tersangka FR. BD selaku istri dari Tersangka FR," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana dalam keterangannya, Kamis (31/8/2023).
Selain keluarga Fahur Rozi, diperiksa pula mantan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bangka Tengah pada hari yang sama.
Namun Kejaksaan Agung enggan memberi tahu korelasi Kepala Dinas Pendidikan Bangka dengan peristiwa pidana yang terjadi di Buleleng ini.
"S selaku Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bangka Tengah periode Tahun 2009," katanya.
Dalam perkara ini selain Fahrur Rozi, tim penyidik juga telah menetapkan Direktur Utama CV Aneka Ilmu, Suwanto sebagai tersangka.
Mereka ditetapkan tersangka dan ditahan sejak Selasa (1/8/2023).
Terkait perkara ini, Fahrur Rozi berperan mengarahkan agar desa-desa di Buleleng membeli buku dari CV Aneka Ilmu.
Baca juga: Tak Hanya Istri, Rafael Alun Turut Ajak Mario Dandy Cuci Uang Hasil Gratifikasi
Arahan pembelian buku itu terkait dengan proyek pengadaan buku perpustakaan desa di Kabupaten Buleleng.
"Yang pada akhirnya CV Aneka Ilmu mendapatkan proyek pengadaan buku untuk perpustakaan desa di Kabupaten Buleleng," katanya.
Perbuatan itu disebut-sebut sarat akan konflik kepentingan.
Sebab, Fahrur Rozi diduga menerima fee dari proyek pengadaan buku tersebut.
Dia pun disebut-sebut tak mencerminkan profil seorang pegawai negeri sipil (PNS), khususnya jaksa.
"Telah terjadi konflik kepentingan dengan tugas Tersangka FR selaku jaksa. Tersangka dalam kapasitasnya selaku jaksa telah menerima sejumlah uang yang tidak sesuai dengan profil sebagai pegawai negeri sipil," ujar Ketut.
Total fee yang diterimanya mencapai Rp 24,4 miliar sejak tahun 2006 hingga 2019.
Akibat perbuatannya, Fahrur Rozi dijerat Pasal 12 B atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf e atau Pasal 5 Ayat (2) atau Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara Suwanto dijerat Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau atau Pasal 13 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.