Buntut putusan tersebut, muncul dualisme di PKB dimana kubu Cak Imin lantas menggugat Gus Dur ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada 14 April 2008, atas pemecatan dirinya.
Kemudian, pada 30 April dan 1 Mei 2008, PKB yang dipimpin Gus Dur menggelar MLB di Ponpes Al-Asshriyyah, Parung, Bogor, Jawa Barat.
Hasilnya, Gus Dur ditetapkan sebagai Ketua Umum Dewan Syuro PKB, Ali Masykur Musa sebagai Ketua Umum Dewan Tanfidz menggantikan Cak Imin, dan Yenny Wahid tetap sebagai Sekretaris Jenderal.
Sehari setelah MLB PKB kubu Gus Dur digelar, giliran PKB kubu Cak Imin melaksanakan MLB di Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara pada 2-4 Mei 2008.
Dalam MLB itu, Cak Imin terpilih menjadi Ketua Umum PKB, sedangkan KH Aziz Mansyur sebagai Ketua Dewan Syuro, dan Lukman Edy sebagai Sekjen.
Baca juga: Pengamat Menilai Surya Paloh Jodohkan Anies dengan Cak Imin karena NU dan Jawa Timur, Bukan Soal PKB
Sidang perdana sengketa PKB digelar di PN Jakarta Selatan pada 15 Mei 2008.
Tetapi, tidak ada pengurus internal PKB yang hadir, baik dari kubu Gus Dur ataupun Cak Imin.
Dualisme PKB semakin terlihat jelas saat Cak Imin dan Yenny Wahid sama-sama mendatangi kantor KPU untuk mengambil nomor urut peserta Pemilu 2009 pada 9 Juli 2008.
Keduanya sempat berebut kertas nomor urut, meski kemudian mengangkatnya bersama-sama.
PKB saat itu mendapatkan nomor urut 13 pada Pemilu 2009.
Konflik semakin memanas saat anggota DPR Fraksi PKB, Yusuf Emir Faishal, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap alih fungsi hutan bakau di Musi Banyuasin, Sumatra Selatan.
Saat itu, Yenny Wahid menyebut Cak Imin dan orang-orang terdekatnya ikut mendapatkan uang dari Yusuf Enir.
Pada 16 Juli 2008, Cak Imin lewat kuasa hukumnya memberikan ultimatum pada Yenny Wahid agar mengklarifikasi pernyataannya dalam kurun waktu 3 X 24 jam.
Jika tidak memberikan klarifikasi, Yenny Wahid akan dilaporkan ke polisi.