News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2024

Nasdem Kritik Keras KPK Usai Panggil Cak Imin: Kita Curiga Langkah Tak Murni Hukum

Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Tiara Shelavie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua DPP Partai NasDem Effendy Choirie atau Gus Choi memberikan sambutan saat konferensi pers pada acara kunjungan DPP Partai Masyumi ke DPP Partai NasDem di NasDem Tower, Jakarta Pusat, Selasa (5/9/2023) - Effendy Choire curiga terhadap langkah KPK panggil Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar tepat usai dideklarasikan jadi cawapres Anies Baswedan. Warta Kota/Yulianto.

TRIBUNNEWS.COM - Ketua DPP Partai Nasdem Effendy Choirie curiga upaya yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin tak murni langkah penegakan hukum. 

Pria yang akrab disapa Gus Choi itu meragukan kemurnian langkah KPK dalam memeriksa Cak Imin dalam kasus korupsi yang telah lama terjadi ini. 

Cak Imin sebelumnya dipanggil KPK sebagai saksi atas kasus dugaan korupsi sistem proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) tahun 2012. 

Saat itu Cak Imin menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja (Menaker) periode 2009-2014. 

"Jadi pertama, kita tidak mengatakan KPK otomatis ditunggangi, tetapi punya presepsi bahwa kita curiga ini langkah KPK tidak murni hukum," kata Gus Choi, Selasa (5/9/2023) dikutip dari youTube KompasTV

Gus Choi curiga lantaran pemanggilan KPK terhadap Cak Imin itu dilakukan di setelah dideklarasikan sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres) Anies Baswedan. 

Baca juga: Respons PKB soal Anggapan KPK Bermain Politik Dibalik Panggilan ke Cak Imin

"Dan ketika kita punya presepsi itu karena dia memeriksa Cak Imin persis setelah deklarasi." 

"Terus kami yang waras, sehat wal afiat masa mengikuti begitu saja pikirannya dari KPK? tentu ada pikiran yang berbeda, ini ada apa ini, ini betul proses hukum atau ini politik," ucapnya. 

Ia mempertanyakan mengapa KPK baru mengungkap kasus yang sudah lama terjadi ini. 

"Kenapa baru sekarang? KPK penegak hukum atau alat politik? Pimpinan KPK periode sekarang betul-betul tidak bermutu," ungkap Gus Choi.

Gus Choi menilai KPK seolah ingin memperberat jalan pasangan Anies Baswedan dan Cak Imin di Pilpres 2024 mendatang. 

"KPK ini aneh dan ajaib, setiap ada calon pemimpin yang muncul yang berbeda, ingin selalu dipenggal."

"Sebelumnya Anies yang ingin dipenggal, sekarang giliran Cak Imin," ujar Gus Choi. 

Ia mencontohkan ketikan Anies sempat menjadi target KPK di kasus dugaan kosrupsi Formula E. 

Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad menilai perjodohan Capres Anies Baswedan dengan Muhaimin Iskandar alias Cak Imin adalah efek dari gabungnya Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Golkar mendukung Capres Prabowo Subianto. (Instagram @aniesbaswedan)

"Sebelumnya juga terjadi, Anies Baswedan yang urusan Formula E, jelas tidak ada masalah apa-apa, digelar, enggak ada masalah, enggak ada yang salah, prosedur segala macam enggak ada."

"Kemudian seolah dipaksakan, itu terjadi, sementara banyak kasus lain yang didiamkan di depan mata," katanya. 

Meski demikian, Gus Choi meminta Cak Imin untuk kooperatif terhadap KPK. 

"Kami menyarankan Cak Imin sebagai salah satu warga negara Indonesia, elite politik, dipanggil harus proaktif," kata Gus Choi. 

Lebih lanjut, pihaknya sebagai bagian dari koalisi pendukung Anies dan Cak Imin mengaku akan terus membela kedua pasangan calon (paslon) itu. 

"Tapi kami memang sudah sepakat bulat pasangan Anies-Muhaimin kami pendukungnya akan membela sampai kapanpun," pungkasnya. 

Bantahan KPK

KPK sebelumnya telah memastikan bahwa pengusutan ini murni untuk menegakan hukum dan tak ada unsur politik. 

Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, mengatakan kasus ini sudah diusut sejak satu tahun lalu. 

Artinya proses penyidikan sudah dilakukan KPK jauh-jauh hari dari perkembangan politik saat ini.

"Sudah ada proses penyelidikan yang itu dilakukan jauh-jauh hari sebelum ada isu-isu yang berkembang saat ini," kata Ali Fikri, Senin (4/9/2023), dikutip dari YouTube KompasTV. 

Ali menuturkan, kasus dugaan korupsi yang merugikan negara miliaran rupiah ini sudah mulai diusut bahkan sejak satu tahun lalu.

Saat itu, KPK baru menerima laporan atas dugaan korupsi dimaksud.

Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri memberikan keterangan kepada sejumlah awak media terkait pemeriksaan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (5/9/2023). Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)

"Perkara ini sudah KPK lakukan sudah jauh hari sebelum itu (pencapresan). Bahkan kami pastikan sebelum Juli atau di tahun yang lalu."

"Itu sudah kami lakukan penerimaan laporan, verifikasinya, telaahnya, itu proses panjang," kata Ali. 

Terkait kasus dugaan korupsi ini, KPK mesti membuktikan sejumlah unsur. 

Pembuktian atas unsur-unsur tersebut, kata Ali, memerlukan waktu yang tidak singkat.

"Poinnya adalah sekali lagi tidak sehari dua hari kemudian KPK melakukan proses penyidikan, ataupun penegakan hukum dugaan korupsi di Kementerian Ketenagakerjaan dimaksud," ujarnya.

Mahfud MD: Hukum Tak Bisa Jadi Alat Politik

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, menyebut pemangilan Cak Imin sebagai saksi oleh KPK bukan bentuk politisasi hukum. 

Cak Imin dipanggil KPK sebagai saksi atas kasus dugaan korupsi sistem proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) tahun 2012. 

Saat itu Cak Imin menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja (Menaker) periode 2009-2014.

Pemanggilan KPK terhadap Cak Imin itu dilakukan di tengah hiruk-pikuk dirinya dideklarasikan sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres) Anies Baswedan. 

Muncul berbagai isu, pengungkapan kasus itu untuk menjegal Cak Imin di kontestasi Pemilu 2024 mendatang.

Mahfud MD menegaskan, hukum tidak bisa dijadikan sebagai tekanan atau alat politik. 

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD bersama Menteri Luar Negeri Retno Marsudi memimpin sidang ke-27 APSC Council di Sekretariat ASEAN yang diikuti oleh para Menteri Luar Negeri negara anggota ASEAN pada Senin (4/9/2023) di Jakarta. (Tim Humas Kemenko Polhukam RI)

Baca juga: Absen Pemanggilan KPK, Cak Imin Sudah Berkirim Surat Minta Penjadwalan Ulang

"Menurut saya, itu bukan politisasi hukum," kata Mahfud MD usai hadir di acara pembukaan KTT Asean ke-43 di Jakarta Convention Center (JCC), Selasa (5/9/2023). 

"Kita berpendirian bahwa tidak boleh hukum dijadikan alat untuk tekanan politik," lanjutnya, dikutip dari akun Instagram @mahfudmd

Mahfud MD menilai, pemanggilan KPK untuk dimintai keterangan itu hal biasa dalam proses pengusutan dugaan tindak pidana. 

Ia juga meyakini bahwa KPK sudah jauh-jauh hari melakukan pengusutan kasus dugaan korupsi di Kemnaker era Cak Imin itu. 

"Dalam kasus pemanggilan Muhaimin oleh KPK, saya meyakini itu permintaan keterangan biasa atas kasus yang sudah lama berproses."

"Muhaimin tidak dipanggil sebagai tersangka, tetapi dimintai keterangan untuk melengkapi informasi atas kasus yang sedang berlangsung," ujar Mahfud.

Mahfud menilai KPK hanya ingin meminta keterangan dari Cak Imin sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi saat peristiwa dugaan korupsi terjadi. 

Menurutnya, Cak Imin diperiksa untuk menyambung rangkaian peristiwa korupsi ini agar menjadi lebih terang. 

"Menurut saya dalam kasus ini, Muhaimin hanya diminta keterangan seperti itu untuk menyambung rangkaian peristiwa agar perkara menjadi terang," ujarnya. 

Mahfud pun kemudian menceritakan pengalamannya dulu saat dipanggil KPK sebagai saksi atas kasus korupsi Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar (AM). 

"Saya juga pernah dipanggil oleh KPK ketika Ketua MK AM di-OTT."

"Pertanyaannya teknis saja, misalnya, betulkah Anda pernah jadi pimpinan Sdr AM? Tahun berapa? Bagaimana cara membagi penanganan perkara? Apakah Saudara tahu bahwa Pak AM di-OTT dan sebagainya? Pertanyaannya itu saja dan itu pun sudah dibuatkan isi pertanyaan dan jawabannya."

"Waktu itu, saya hanya disuruh membaca dan mengoreksi kemudian memberi tandatangan. Setelah itu pulang, tak lebih dari 30 menit," ujarnya. 

(Tribunnews.com/Milani Resti)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini