Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Istri aktivis HAM Munir Said Thalib, Suciwati, bersama sejumlah aktivis menyampaikan orasi dalam Aksi Peringatan 19 Tahun Pembunuhan Aktivis HAM Munir Said Thalib di depan kantor Komnas HAM RI Jakarta pada Kamis (7/9/2023).
Dalam orasinya, Suciwati mengkritik setidaknya tiga lembaga negara yakni presiden, pengadilan, dan Komnas HAM.
Menurutnya, presiden saat ini justru berasyik masyuk dengan para penjahat HAM.
Ia pun menyatakan ketidakpercayaannya pada presiden.
Baca juga: Suciwati: Masa Nunggu 19 Tahun untuk Menentukan Kasus Munir Pelanggaran HAM Berat?
Suciwati pun menolak untuk bertemu presiden karena menurutnya presiden yang bermartabat adalah presiden yang menjunjung tinggi namanya hak asasi manusia dengan menyelesaikan kasusnya, bukan justru berbulan madu dengan para penjahat.
"Jadi buat saya jelas bahwa siapapun presidennya jangan bilang kemudian, kan bukan saya yang menjadi presiden waktu itu. Itu kan jawaban klasik yang akan selalu diberikan oleh orang yang harusnya bertanggung jawab dan harusnya malu bicara begitu. Dia tidak layak dicontoh oleh rakyat," kata Suciwati.
Dari sisi pengadilan, menurutnya, kasus pelanggaran HAM berat masih diabaikan.
Suciwati mengatakan belum ada satu pun kasus pelanggaran HAM berat yang dibawa ke pengadilan HAM Ad Hoc dan dihukum dengan berkeadilan.
Selama ini, kata dia, para penjahat HAM selalu dapat lolos dari pengadilan HAM Ad Hoc karena hakim dan jaksanya sudah diatur untuk mengalahkan semua kasus pelanggaran HAM berat.
"Jadi selalu kita akan dipatahkan. Padahal jelas, apa yang sudah kita perjuangkan 98, itu menegakkan hukum, membawa para penjahat kejahatan kemanusiaan, penjahat HAM itu ke ruang hukum dengan berkeadilan," kata dia.
"Nyatanya Munir yang berteriak keras, yang selama ini membela orang-orang yang tertindas justru dibunuh," sambung dia.
Terkait Komnas HAM, menurutnya lembaga negara independen itu tidak perlu diminta untuk menetapkan kasus Munir sebagai pelanggaran HAM berat apabila mereka mengerti tupoksinya untuk bekerja pada kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat.
"Ada pembela HAM yang nomor satu bekerja luar biasa dibunuh. Masa' menunggu 19 tahun untuk menentukan bahwa ini kasus pelanggaran HAM berat? Itu aneh menurut saya," kata Suciwati dalam orasinya.