TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Komisi II DPR RI Fraksi PKB Yanuar Prihatin mengkritik sikap Bupati Tanah Laut Sukamta, yang melarang Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar membuka acara Musabaqah Tilawatil Qur'an (MTQ).
Dia menyebut tindakan Sukamta itu tergolong tidak pantas untuk dilakukan seorang pejabat publik.
Menurutnya, jika tidak diklarifikasi dengan benar, tindakan tersebut terkesan sebagai penjegalan politis.
"Tindakan Sukamta Bupati Tanah Laut Kalimantan Selatan yang melarang Muhaimin Iskandar membuka acara Musabaqah Tilawatil Qur"an tergolong tidak pantas untuk dilakukan seorang pejabat publik," kata Yanuar dalam keterangannya kepada wartawan Jumat (8/9/2023).
Di samping itu, Yanuar menyebut langkah tersebut memberi contoh buruk, dan bisa ditiru oleh kepala daerah lainnya di berbagai kabupaten/kota.
Jika tindakan jegal menjegal ini menyebar sebagai tren politik di berbagai daerah, maka bisa dibayangkan suhu politik akan makin panas.
"Ini berpotensi membahayakan iklim demokrasi yang sehat, santun, etis dan transparan," ucapnya
Legislator PKB itu menambahkan, jabatan kepala daerah seharusnya tidak disalahgunakan untuk merusak hubungan kelembagaan diantara pejabat publik.
Beda partai politik atau beda pilihan politik bukanlah alasan yang masuk akal untuk melarang seorang pejabat publik lainnya tampil di wilayahnya.
"Muhaimin Iskandar hadir di Tanah Laut dalam kapasitas sebagai Wakil Ketua DPR. Itu pun kehadirannya lebih bersifat seremonial, sekedar membuka acara," ucapnya.
"Bukan hadir sebagai tokoh politik apalagi sebagai kandidat cawapres. Jadi tidak ada urusan dengan dukung mendukung secara politik," imbuhnya.
Baca juga: Profil Sukamta, Bupati Tanah Laut Disebut Tolak Cak Imin Hadiri Acara MTQ, Hartanya Rp3,3 Miliar
Yanuar menjelaskan, bagi pejabat publik seperti pimpinan DPR itu hal biasa datang untuk membuka suatu acara.
Bahkan tidak jarang acara tersebut dilakukan oleh pemerintah daerah yang biayanya sudah pasti dari APBD. Kejadian semacam ini tergolong biasa saja.
"Namun Bupati Tanah Laut ini punya paham yang keliru. Bahwa jika acara dibuka oleh pimpinan DPR dan acara tersebut dibiayai oleh anggaran daerah maka akan menjadi masalah besar. Tidak ada satupun aturan yang dilanggar bila pimpinan DPR hadir ke suatu acara di daerah, termasuk membuka acara atau menjadi naras sumber," ujarnya.
"Justru pelarangan itulah yang menjadi masalah besar. Ini tahun politik. Semua hal yang kontroversial akan mudah sekali dipersepsilan sebagai tindakan politik. Dan tidak tertutup kemungkinan langkah serupa bisa ditiru oleh bupati/wali kota lainnya," tandasnya.