Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Percepatan Reformasi Hukum yang dibentuk Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD berdasarkan SK Nomor 63 Tahun 2023 telah menyerahkan Laporan Rekomendasi Agenda Percepatan Reformasi Hukum kepada Presiden Joko Widodo di Istana Negara Bogor Jawa Barat pada Kamis (15/9/2023).
Setelah bekerja kurang lebih tiga bulan, Tim yang beranggotakan 34 tokoh, akademisi dan perwakilan masyarakat sipil, merampungkan dokumen Rekomendasi Agenda Priorotas Percepatan Reformasi Hukum.
Dokumen tersebut memuat rekomendasi agenda prioritas jangka pendek (hingga September 2024) dan jangka menengah (2024-2029).
Rekomendasi tersebut juga dibuat dengan memperhatikan masukan dari pertemuan konsultatif dengan 18 pimpinan Kementerian/Lembaga terkait dan 32 organisasi masyarakat sipil.
Total ada lebih dari 150 rekomendasi jangka pendek dan menengah diusulkan Tim yang terdiri dari empat Kelompok Kerja (Pokja) tersebut.
Berdasarkan salinan dokumen resmi yang diunggah di laman resmi Kemenko Polhukam RI, polkam.go id, Tim Pokja Reformasi Peradilan dan Penegakan Hukum atau Pokja I merekomendasikan 16 poin.
Pertama, perbaikan sistem pembinaan SDM di Polri, Keiaksaan, Peradilan, dan Lembaga Pemasyarakatan, termasuk melalui lelang jabatan dan verifikasi kekayaan calon pejabat pada jabatan strategis; penguatan status jabatan hakim dan jaksa; serta evaluasi terhadap ASN dalam jabatan strategis di lembaga peradilan.
Kedua, tim merekomendasikan pengembalian independensi dan integritas MK, antara lain, melalui penguatan sistem seleksi hakim konstitusi dengan melibatkan ahli dan masarakat sipil.
Tim menilai, upaya revisi UU MK untuk melakukan periodisasi Hakim Konstitusi perlu ditolak.
Revisi UU KPK, menurut Tim perlu dilakukan agar seialan dengan Jakarta Statement on Principles for Anti Corruption Agencies.
"(Keempat) Terkait kedudukan pejabat Polri yang cukup banyak ada di Kementerian dan Lembaga lain. Diusulkan agar adanya pembatasan agar anggota Polri yang menduduki jabatan-jabatan di non-Polri hanya terbatas pada jabatan atau posisi yang sangat relevan," kata anggota Pokja I Rifqi Sjarief Assegaf.
"Seperti Kemenko Polhukam, KPK, BNN dan sebagainya. Tidak seperti posisi lain seperti Irjen, Sekjen, dan sebagainya," sambung dia saat konferensi pers di Kemenko Polhukam RI Jakarta pada Jumat (15/9/2023).
Kelima, Tim menyarankan terkait perbaikan pengawasan, termasuk evaluasi pimpinan dan pejabat kunci pada unit pengawas internal Polri dan Kejaksaan, serta penguatan lembaga pengawas eksternal, seperti Komisi Yudisial, Komisi Keiaksaan dan Komisi Kepolisian Nasional.
Keenam, Tim menyarankan perbaikan peraturan, seperti UU Narkotika dan UU ITE, serta peraturan di bidang hukum perdata, termasuk untuk mendukung eksekusi putusan.
Baca juga: Mahfud MD Sebut Tim Percepatan Reformasi Hukum Bentukannya Rekomendasikan Penguatan KPK
Ketujuh, Tim menyarankan Percepatan pemanfaatan sistem TI dalam administrasi penancanan perkara pidana di lembaga penegak hukum, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan, termasuk dengan memastikan konektivitas pertukaran data melalui SPPT-TI dan penggabungan sistem yang duplikatif.
Kedelapan, Tim merekomendasikan penghentian penyidikan yang berlarut-larut misalnya lebih dari 2 tahun dan bukan karena pelaku buron/belum diketahui, kecuali terkait pidana berat, guna menjamin kepastian hukum.
Kesembilan, Tim menyarankan percepatan eksekusi putusan perkara perdata dan TUN serta putusan Komisi Informasi dan rekomendasi Ombudsman yang belum dilaksanakan secara sukarela (termasuk penguatan dukungan Polri dalam pelaksanaan eksekusi.
Kesepuluh, Tim menyarankan peningkatan secara bertahap gaji atau tunjangan aparat penegak hukum dan hakim serta anggaran penegakan hukum.
"Kita melihat ada isu besar di overcrowding Lapas. Kita mendorong adanya grasi massal terhadap pengguna atau penyalahguna narkoba yang selama ini dikriminalisasi terlalu berlebihan atau tindak pidana ringan," kata dia.
"Jadi harapannya ada proses menilai mana yang betul hanya penyalahguna dan pelaku tindak pidana ringan sehingga bisa diizinkan grasi massa sehingga masalah over crowding dan keadilan bisa lebih baik. Tentu ini ada kualifikasi yang harus dilihat kala dia melakukan pidana lain, saya kira itu dua hal yang berbeda. Perlu ditegaskan yang menjadi catatan, bukan residivis, pelaku tindak pidana lain dan sebagainya," sambung dia.
Keduabelas, Tim menyarankan penerbitan Perpres untuk menguatkan pelaksanaan UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat khususnya berkaitan dengan pembentukan lembaga semacam Dewan Advokat Nasional.
Tim menyarankan lembaga tersebut perlu diisi oleh tokoh, akademisi dan advokat senior.
Ketigabelas, Tim menyarankan dipertimbangkannya pengubahan penggunaan seragam 'semi militer' dengan penggunaan tanda kepangkatan di Kejaksaan dan Kemenkumham kecuali untuk unit tertentu.
Keempatbelas, Tim menyarankan penguatan perlindungan terhadap Pembela HAM melalui pengaturan dalam UU.
Kelima belas Tim merekomendasikan Penguatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), khususnya untuk memastikan hubungan yang lebih setara dengan Polri, profesionalisme pegawai, serta kecukupan anggaran.
Baca juga: Rekomendasi Jangka Pendek Tim Percepatan Reformasi Hukum Bisa Dilakukan Presiden Maupun Menteri
Keenambelas, Tim menyarankan adanya penguatan lembaga terkait lain (misal komisi-komisi terkait HAM termasuk untuk memastikan independensi, profesionalisme anggotanya, serta kecukupan anggaran.