Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Memasuki bulan September untuk sebagian orang sontak bakal mengingat apa yang terjadi pada tahun 1965 silam yang dimana pernah terjadi peristiwa paling kelam di Indonesia.
Dalam peristiwa yang dikenal dengan sebutan Gerakan 30 September atau G30S itu 7 jenderal dan 1 perwira Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari Angkatan Darat harus gugur karena dibunuh oleh pemberontak.
Dalam tragedi itu pula, Partai Komunis Indonesia (PKI) disebut-sebut sebagai dalang utama namun untuk sebagian kalangan menilai hal itu terjadi karena adanya kepentingan politik di dalamnya.
Pasca kejadian tersebut, Pengamat Sejarah Militer dari Alumni Universitas Pertahanan Indonesia, Donny A Sheyoputra menilai sudah saatnya para pihak yang diduga terlibat melakukan rekonsiliasi.
Donny menilai bahwa para pihak penting melakukan rekonsiliasi agar luka yang pernah terjadi tidak menjadi dendam yang tidak berkesudahan.
"Karena negara ini harus move on, negara ini harus bersaing dengan negara negara lain," kata Donny yang juga berprofesi sebagai pengacara itu.
Namun, Donny memiliki sejumlah catatan agar rekonsiliasi itu bisa berjalan dengan sukses dan dapat mencapai sesuai dengan keinginan semua pihak.
Ia menekankan bahwa semua pihak yang diduga terlibat ataupun menjadi korban harus bisa memaafkan dan saling menahan diri.
"Tidak ada gunannya rekonsiliasi kalau misalmya oramg kesal dengan perilakunya, perilaku partai politik anggaplah PKI dulu," tegasnya.
"Tapi kemudian masih ada statemen statemen yang sifatnya memrovokasi misalnya 'saya bangga jadi anak PKI'," sambungnya.
Menurutnya apabila ungkapan-ungkapan itu masih dilontarkan justru makin memperkeruh situasi yang sejatinya sudah cukup lama terjadi.
Selain itu para pihak yang pada saat kejadian itu merasa menjadi korban justru akan kembali menimbulkan dendamnya akibat ungkapan-ungkapan tersebut.
"Jadi kalau mau mengatakan rekonsiliasi jadi kedua belah pihak harus menahan diri. jangan justru yang saat ini yang jadi public enemy-nya ketika mau dimaafkan mereka justru memprovokasi dengan hal-hal membalik keadaan seolah olah mereka menjadi korban palying victim," ujar Donny.