TRIBUNNEWS.COM - Anak ketiga dan ketujuh Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani, Amelia Ahmad Yani dan Untung Mufreni Ahmad Yani buka suara terkait pencabutan ketetapan (TAP) MPR Nomor 33 Tahun 1967 tentang Pencabutan Kekuasaaan Negara dari Presiden Soekarno.
Diketahui, isi dari TAP MPR tersebut yaitu adanya tuduhan Bung Karno telah berkhianat terhadap negara dan mendukung pemberontakan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI).
Amelia mengeklaim bahwa Soekarno terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965 atau yang dikenal sebagai G30S.
Menurutnya, langkah Soekarno yang dianggapnya tidak melakukan apapun pasca-peristiwa tersebut dengan terbunuhnya enam jenderal dan satu perwira muda menjadi wujud Bapak Proklamator itu terlibat.
Ditambah, Amelia mengatakan pada saat itu, Bung Karno merupakan Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) atau yang saat ini dikenal sebagai Tentara Nasional Indonesia (TNI).
"Kalau saya bilang (Soekarno) terlibat. Kan beliau Panglima Tertinggi ABRI, masak Panglima Tertinggi ABRI tidak berbuat apa-apa. Panglimanya diculik, dibunuh, diam saja."
"Malah beliau ada di (bandara) Halim bersama Pak Parjo dari Dewan Revolusi," katanya dikutip dari program Apa Kabar Indonesia Malam yang ditayangkan di YouTube tvOne, Senin (30/9/2024).
Sementara, Untung mengatakan keluarganya mempersilahkan TAP MPR terkait tudingan Soekarno mendukung PKI untuk dicabut.
Kendati demikian, sambungnya, dia dan pihak keluarga berpegang teguh dari segala catatan dari sang ayah yaitu Ahmad Yani soal kondisi Indonesia saat itu.
"Kami monitor saja. Kami berpegang di sini (menunjuk catatan dari Ahmad Yani), silahkan mau dicabut atau mau dihapus, silahkan saja karena mereka lebih pandai dari kita."
"Mungkin lebih tahu, atau mungkin tidak tahu juga. Tidak mengetahui secara detail waktu itu," tutur Untung.
Baca juga: Apa Perbedaan Hari Kesaktian Pancasila dan Hari Lahir Pancasila? Termasuk soal Peristiwa G30S
Sebelumnya, MPR mencabut TAP MPR Nomor 33 Tahun 1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Negara.
Hal ini disampaikan oleh Ketua MPR, Bambang Soesatyo saat menyerahkan surat resmi tidak berlakunya TAP MPR tersebut ke pihak keluarga Bung Karno pada 9 September 2024.
Bamsoet mengatakan pencabutan TAP MPR itu membuat tuduhan bahwa Bung Karno telah melakukan pengkhianatan terhadap negara dan mendukung pemberontakan oleh PKI tidak terbukti.