TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Klaster Pertahanan, Keamanan, dan Konflik pada Pusat Riset Politik BRIN menyimpulkan ada indikasi penyalahgunaan intelijen untuk kepentingan kekuasaan terkait pernyataan Presiden Joko Widodo.
Pernyataan dimaksud yakni terkait data intelijen mengenai kondisi partai-partai politik yang disampaikannya saat membuka Rapat Kerja Nasional Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi di Hotel Salak, Bogor pada Sabtu (16/9/2023).
Hal tersebut disampaikan Peneliti dan Koordinator Klaster Pertahanan, Keamanan, dan Konflik pada Pusat Riset Politik BRIN Muhamad Haripin Ph.D dalam webinar bertajuk Bahaya Penyalahgunaan Intelijen dalam Penyelenggaraan Pemilu 2024 di kanal Youtube Pusat Riset Politik - BRIN pada Kamis (21/9/2023).
"Jadi menurut pandangan kami dari klaster hankam, bahwa apa yang diungkapkan oleh presiden itu bahwa dia mengetahui atau dia menerima informasi dari intelijen tentang partai politik, itu adalah suatu bentuk penyalahgunaan kekuasaan. Atau setidaknya kita bilang ada indikasi penyalahgunaan intelijen untuk kepentingan kekuasaan," kata Haripin.
Ia mengatakan pernyataan tersebut mengakibatkan sejumlah hal di antaranya pelanggaran hak kebebasan warga.
Selain itu, kata dia, hal yang tidak kalah serius adalah pernyataan tersebut bisa menjadi ancaman bagi proses menjelang pemilu tahun depan dan juga mengancam nilai kebangsaan yang terkandung dalam Pancasila.
"Jadi memang kami pikir pernyataan presiden itu tidak bisa dibiarkan begitu saja," kata dia.
Mobilisasi intelijen untuk memata-matai partai politik, kata dia, adalah penyalahgunaan kekuasaan.
Tugas intelijen, kata dia, adalah mengumpulkan dan mengolah informasi soal ancaman keamanan nasional, bukan mengumpulkan bahan keterangan tentang koalisi politik atau oposisi politiknya.
"Ini sudah ranah yang berbeda. Semestinya tahu batas-batas itu," kata dia.
Selain itu, menurutnya terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang (UU) Intelijen Negara terutama aturan tentang kompartemen.
Menurutnya fungsi-fungsi institusi intelijen antara lain BIN, BAIS, dan Baintelkam Polri memiliki tugas dan fungsi yang berbeda.
"BIN mengurusi dalam dan luar negeri. BAIS pertahanan atau militer, Baintelkam tentang Kepolisian atau penegakan hukum bersama dengan intelijen kekuasaan," kata dia.
"Tapi dalam pernyataan presiden seolah-olah kan semuanya jad fokus pada partai politik. Ini kan tentu nggak nyambung. Untuk apa BAIS cari informasi tentang partai politik? Dan juga Baintelkam Polri untuk apa? Apa memang ada indikasi kriminal atau penyalahgunaan pelanggaran hukum atau bagaimana? Itu yang tidak jelas," sambung dia.
Baca juga: Pengakuan Presiden Jokowi Soal Data Intelijen: Semuanya Saya Dapat
Lebih jauh, pernyataan presiden bisa kita maknai juga sebagai bentuk intimidasi negara atau pemerintah atau rezim yang menimbulkan ketakutan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik berbangsa dan bernegara di tengah situasi menuju Pemilu 2024.
"Kita juga khawatir dan juga melihat aksi spionase itu juga berindikasi atau berisiko menciderai prinsip luber dan jurdil. Aksi mata-mata dari badan intelijen itu bisa dipandang sebagau bentuk obstruksi, sebagai bentuk pelanggaran terhadap upaya penyuksesan Pemilu 2024," kata Haripin.
Data Intelijen Arah Politik Parpol
Presiden Joko Widodo sebelumnya mengaku telah mengetahui apa yang diinginkan oleh partai-partai politik menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Hal itu dissampaikannya di hadapan relawan pendukungnya saat membuka Rapat Kerja Nasional Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi di Hotel Salak, Bogor pada Sabtu (16/9/2023).
"Saya tahu dalamnya partai seperti apa saya tahu, partai-partai seperti apa saya tahu. Ingin mereka menuju ke mana juga saya ngerti," kata dia.
Jokowi tidak membeberkan informasi apa yang ia ketahui dari partai-partai politik itu.
Ia hanya menjelaskan bahwa informasi itu ia dapat dari aparat intelijen yang berada di bawah kendalinya, baik itu Badan Intelijen Negara (BIN), Polri, maupun Tentara Nasional Indonesia (TNI).
"Dan informasi-informasi di luar itu, angka, data, survei, semuanya ada, dan itu hanya miliknya presiden karena dia langsung ke saya," kata dia.