Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seorang nasabah pinjaman online AdaKami bunuh diri gara-gara tidak tahan diteror debt collector (DC).
Informasi ini kemudian viral dan menyedot perhatian.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun memanggil platform penyelenggara fintech peer-to-peer lending AdaKami bersama Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
Sebagai pihak yang diduga paling bertanggaungjawab AdaKami pun memberi klarifikasinya.
Baca juga: Anies Baswedan Singgung Masalah Pinjol: Regulasi Harus Ketat, Perlu Reformasi
Direktur Utama AdaKami, Bernardino Moningka Vega Jr. memastikan, pihaknya akan memahami dan patuh terhadap aturan yang berlaku di Indonesia, termasuk dalam mengusut tuntas kasus ini.
Saat ini proses investigasi belum berlangsung lantaran keterbatasan informasi mengenai pengguna.
“Jika ada pihak yang memiliki informasi terkait, kami mohon untuk segera menghubungi AdaKami melalui call center di 15000-77 atau email hello@cs.adakami.id dengan melampirkan bukti yang lengkap,” kata Bernardino Vega dalam pernyataan resminya, Kamis (21/9).
Dipaparkan bahwa sejauh ini informasi yang beredar masih berdasarkan unggahan akun @rakyatvsoinjol.
Dalam unggahan itu disampaikan bahwa korban berinisial K, berjenis kelamin pria, sudah berkeluarga memiliki anak berumur 3 tahun dan mengakhiri hidupnya pada Mei 2023.
AdaKami akan menindaklanjuti dengan upaya mendapatkan data pribadi lengkap seperti: nama lengkap, nomor KTP dan nomor ponsel untuk dilakukan pemeriksaan.
"Apakah korban benar nasabah AdaKami yang memiliki tunggakan dan melacak rekam proses penagihan. Hal ini sesuai dengan prosedur yang berlaku dalam hal penegakan proses KYC (know your customer) seluruh pengguna layanan AdaKami," terang dia.
Pihaknya menjelaskan, data pribadi ini menjadi kunci keberlangsungan investigasi yang menyeluruh, dan untuk memastikan setiap aktivitas yang terjadi di platform AdaKami sesuai dengan hukum dan regulasi yang berlaku.
Berdasarkan pengecekan AdaKami terhadap nomor penagih yang beredar di media sosial, saat ini hasil penyelidikan menunjukkan bahwa nomor tersebut tidak terdaftar dalam sistem AdaKami.
Apabila memang terbukti terjadi tindakan pelanggaran penagihan dengan kekerasan seperti yang dilaporkan, maka AdaKami siap menjalankan tindakan hukum.
“AdaKami akan menindak tegas pelaku penagihan yang tidak sesuai dengan code of conduct yang telah ditetapkan regulator. AdaKami akan bekerja sama dengan otoritas yang berwenang untuk memastikan bahwa tindakan yang perlu diambil akan dilaksanakan dengan cepat dan efektif. AdaKami percaya bahwa langkah-langkah ini harus dilakukan dan diselesaikan secepat mungkin, agar peristiwa ini tidak menghambat semangat inklusi keuangan yang dimiliki AdaKami beserta AFPI,” tambah Bernardino.
Sementara itu, Sekjen Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Sunu Widyatmoko mengatakan sebagai asosiasi, AFPI akan menindaklanjuti dengan mengecek apakah benar ada pelanggaran yang dilakukan anggotanya yang bersangkutan dengan kasus ini dengan tidak menjalankan proses bisnis sesuai code of conduct atau ada pihak lain yang mengatasnamakan anggota AFPI.
“Untuk kasus ini AFPI, kita harus cek, apakah ini sebenarnya AdaKami melakukan kesalahan atau ada Pinjol ilegal lain yang sengaja mencari masalah dengan mencatut nama AdaKami, platform berizin OJK anggota AFPI," kata Sunu.
AFPI mengimbau ke semua pihak, termasuk media, dapat menyampaikan bukti detail nasabah ke AdaKami atau kalau tidak berkenan, bisa disampaikan melalui AFPI terkait nama dan NIK debitur tersebut supaya investigasi bisa diselesaikan secara faktual.
Sunu menambahkan AFPI selalu melakukan pengawasan terhadap semua anggotanya yang merupakan platform fintech p2p lending berizin OJK terkait agar tetap mematuhi regulasi dan code of conduct yang berlaku.
“Kami berharap permasalahan ini dapat dituntaskan dan menentukan pihak yang bersalah sehingga tidak hanya didasarkan pada asumsi seperti saat ini,” tutup Sunu Widyatmoko.
Adapun pemanggilan yang dilakukan oleh OJK berlangsung pada tanggal 20 September 2023 untuk proses klarifikasi.
Agenda meeting lanjutan juga akan dilakukan pada Kamis, 21 September 2023 untuk memaparkan kronologis dan bukti-bukti berdasarkan data yang terkumpul secara faktual.