Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa istri dan mertua eks pejabat Bea Cukai Andhi Pramono, Nurlina Burhanuddin dan Kamariah, di Polsek Lubuk Baja, Kecamatan Batam Kota, Kota Batam, Kepulauan Riau.
Lewat keduanya, penyidik KPK berusaha menelusuri aset mewah milik Andhi Pramono di Batam.
Materi pemeriksaan yang sama juga dikonfirmasi kepada saksi Sepryanto, Junaidi, Rony Faslah, Pratinsa, dan Ferdi Ahmad.
"Seluruh saksi yang hadir didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan kepemilikan aset-aset bernilai ekonomis dari tersangka AP (Andhi Pramono) yang salah satunya berada di Batam," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (25/9/2023).
Baca juga: Kasus Gratifikasi dan TPPU Andhi Pramono, KPK Periksa Direktur PT Putra Batam Indah
"Selain itu dikonfirmasi juga adanya aliran dana, baik yang diterima tersangka AP maupun yang sengaja dialirkan lagi ke beberapa pihak dalam upaya menyamarkan asal-usul kepemilikannya," imbuhnya.
Ali menambahkan bahwa penyidik KPK seharusnya juga memeriksa saksi Nova Adi Afianto.
Namun, Nova tidak berada di kediamannya di Ruko City Garden Blok A No. 11 RT 04 RW 41 Berlian, Kota Batam, Kepulauan Riau.
"Saksi tidak hadir dan informasi yang kami terima terkait alamat kediaman saksi yang berada di Ruko City Garden Blok A No. 11 kosong. Kami ingatkan agar saksi dimaksud kooperatif hadir pada jadwal pemanggilan selanjutnya," ujar Ali.
Dalam kasusnya, eks Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Makassar Andhi Pramono dijerat dengan sangkaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Andhi diduga menerima fee dari pihak swasta setelah memberikan rekomendasi yang menyimpang terkait kepabeanan.
Baca juga: KPK Dalami Bisnis Lembaga Kursus Andhi Pramono dengan Rektor Universitas Bandar Lampung
Selain itu, Andhi juga diduga bertindak menjadi broker atau perantara para importir.
Dalam temuan awal KPK, Andhi diduga menerima gratifikasi Rp 28 miliar dari sejumlah pihak, termasuk para importir saat masih menjabat di Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan.
Uang itu dikumpulkan dari hasil gratifikasi selama 10 tahun sejak 2012 hingga 2022.