Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI Adang Darajatun menanggapi soal adanya dugaan aliran dana korupsi proyek BTS senilai Rp 70 miliar ke Komisi I DPR RI.
Adang mengatakan, sejauh ini pihaknya sudah membuka loket laporan untuk publik jika memang mendapati anggota DPR bermasalah.
"Gini, sepanjang ini ya maaf ya, ini sekalian juga untuk masyarakat luas ya bahwa MKD itu punya yang namanya loket pengaduan. Jadi tidak selalu dari media saja kita juga nanti akan mengecek apakah laporan tersebut ada masuk ke MKD," kata Adang saat ditemui awak media di sela acara MKD Awards di kawasan Jakarta Selatan, Rabu (27/9/2023).
Meski begitu kata Adang, pelaporan itu harus bisa dilakukan jika publik memiliki alat bukti terhadap anggota DPR RI yang bermasalah.
Baca juga: Markup Proyek BTS 4G BAKTI Kominfo: 1 Tower Hanya Rp 75 Juta dari Anggaran Rp 10 Triliun
Dia juga menegaskan, akan menanggapi setiap pelaporan yang masuk, terlebih soal pelanggaran hukum dan etik.
"Walaupun kita juga memonitor dari media, tapi kalau ada masyarakat yang merasa dia memiliki alat bukti cukup dan sebagainya masukkan aja ke loket MKD pasti ditanggapi," ujar dia.
Hanya saja, sejauh ini MKD kata Adang belum menerima adanya informasi soal dugaan aliran dana tersebut.
Menurutnya, jika memang ada bukti soal pelanggaran, dapat dilakukan dengan mengadu atau melapor ke MKD untuk ditindaklanjuti.
"Sampai hari ini kita belum ya, tapi kita akan melihat perkembangannya, sekali lagi saya sampaikan kepada seluruh masyarakat kita memiliki loket pengaduan yang ada di MKD," kata dia.
"Manfaatkan, apabila ada anggota DPR RI yang melakukan pelanggaran-pelanggaran etika, hukum atau apapun juga silakan untuk memberikan laporan tersebut," tukas Adang.
Penerima Uang Haram
Sebelumnya, teman eks Direktur Utama BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif yang bernama Irwan Hermawan membongkar pihak-pihak penerima uang haram terkait proyek pengadaan tower BTS BAKTI Kominfo.
Pihak-pihak penerima diungkap Irwan dalam sidang lanjutan perkara korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo, Selasa (26/9/2023).
Baca juga: BREAKING NEWS: Kejagung Tetapkan 3 Tersangka Baru Kasus Korupsi BTS 4G Bakti Kominfo
Satu di antara pihak-pihak yang dimaksud ialah Komisi I DPR.
Uang itu diantarkan ke oknum Komisi I DPR melalui sosok kurir bernama Nistra Yohan atas arahan eks Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif.
Sosok Nistra Yohan sendiri hingga kini masih menjadi misteri.
Dirinya diketahui merupakan staf dari anggota Komisi I DPR RI. Namun tak disebutkan siapa sosok oknum anggota dewan di balik penerimaan uang haram ini.
"Belakangan saya tau dari pengacara saya, bahwa beliau orang politik, staf dari anggota DPR, staf dari salah satu anggota DPR," ujar Irwan Hermawan dalam persidangan lanjutkan kasus korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (26/9/2023).
Total yang diserahkan kepada Nistra Yohan mencapai Rp 70 miliar.
Uang Rp 70 miliar itu diserahkan untuk Komisi I DPR sebanyak dua kali.
"Berapa diserahkan ke dia?" tanya Hakim Ketua, Fahzal Hendri kepada Irwan Hermawan.
"Saya menyerahkan dua kali, Yang Mulia. Totalnya 70 miliar," kata Irwan.
Meski mengetahui adanya saweran ke Komisi I DPR, Irwan tak langsung mengantarnya.
Dia meminta bantuan kawannya, Windi Purnama untuk mengantar uang tersebut kepada Nistra Yohan.
Windi pun mengakui adanya penyerahan uang ke Nistra.
Namun pada awalnya, dia hanya diberi kode K1 melalui aplikasi Signal.
"Pada saat itu Pak Anang mengirimkan lewat Signal itu K1. Saya enggak tahu, makanya saya tanya ke Pak Irwan K1 itu apa. Oh katanya Komisi 1," ujar Windi Purnama dalam persidangan yang sama.
Materi kesaksian Irwan Hermawan dan Windi Purnama ini kemudian menjadi fakta persidangan atas tiga terdakwa: eks Menkominfo, Johnny G Plate; eks Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif; dan Tenaga Ahli HUDEV UI, Yohan Suryanto.
Selain mereka bertiga, terkait korupsi BTS ini juga sudah ada tiga terdakwa lain pada perkara split, yakni: Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan; Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak; dan Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali.
Para terdakwa telah dijerat Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Teruntuk Anang Latif, Galumbang Menak, dan Irwan Hermawan juga dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU), yakni Pasal 3 subsidair Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.