Mereka menyatakan diri sebagai anggota pasukan yang setia kepada Presiden Soekarno, sebelum menyatakan akan membentuk Dewan Revolusi Indonesia pada siaran yang kedua.
Pada siaran radio pertama, mereka mengatakan tujuan aksi G30S adalah untuk melindungi Presiden Soekarno dari komplotan jenderal kanan yang akan melancarkan kudeta.
Pasukan G30S menyebut pemimpin mereka adalah Letnan Kolonel Untung, Komandan Batalyon I Kawal Kehormatan Cakrabirawa, yang bertanggung jawab mengawal Presiden.
Selain di RRI, pasukan G30S yang lain juga menduduki di Lapangan Merdeka.
Setelah mengetahui aksi di Jakarta, pasukan G30S di Jawa Tengah mulai menculik dan membunuh lima pimpinan militer.
Komposisi Pasukan G30S
Baca juga: Peringatan Peristiwa G30S, Berikut Aturan Pengibaran Bendera Setengah Tiang 30 September
G30S terdiri dari lima pimpinan inti yaitu Letkol Untung, Mayor Soejono, Kolonel Abdul Latief dari militer, serta Sjam dan Pono dari Biro Khusus PKI.
Letkol Untung dari pasukan kawal kepresidenan, Kolonel Abdul Latief dari garnisun Angkatan Darat Jakarta (Kodam Jaya), dan mayor Soejono dari penjaga pangkalan udara Halim.
Lima orang tersebut berkomunikasi dengan pemimpin Ketua PKI, DN Aidit, di pangkalan udara Halim selama G30S pada 1 Oktober 1965.
Sementara, pasukan G30S di Lapangan Merdeka ada lima kompi dari Batalyon 454 dan lima kompi dari Batalyon 530.
Selain sejumlah militer, sekitar 2.000 anggota PKI atau ormas-ormas yang berafiliasi dengan PKI juga mengikuti operasi G30S.
Sebagian besar mereka adalah pemuda yang dilatih oleh Mayor Soejono, disebar dalam pasukan yang menculik para jenderal.
Beberapa membawa senjata dan sebagian besar tidak bersenjata.
Berakhirnya G30S
Baca juga: Ringkasan Film Pengkhianatan G30S/PKI, Kisah Kelam Gugurnya Pahlawan Revolusi Indonesia
Pada 1 Oktober 1965 pagi, Mayor Jenderal Soeharto kemudian mengambil alih komando Angkatan Darat karena Jenderal Ahmad Yani menjadi korban G30S.
Soeharto melancarkan serangan balik kepada G30S pada petang harinya.