News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Peningkatan Literasi Keuangan Masyarakat Harus Jadi Kepedulian Bersama

Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

WASPADA PINJOL ILEGAL - Warga mengikuti kegiatan penyuluhan bertajuk Waspada Investasi Bodong & Pinjaman Online Ilegal di ruang pertemuan SD Muhammadiyah 8 Surabaya, kawasan Sutorejo, Mulyorejo, Surabaya, Minggu (16/10/2022). Kegiatan yang diinisiasi Indah Kurnia, anggota DPR RI daerah pemilihan Jatim 1 itu menggandeng Lumbung Pelita Indonesia & Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan edukasi kepada masyarakat sehingga tak terjebak pinjaman online ilegal & investasi bodong. (SURYA/AHMAD ZAIMUL HAQ)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tanpa pengetahuan yang memadai, kemudahan yang ditawarkan teknologi seperti pinjaman online (pinjol), justru berpotensi menciptakan masalah sosial dan ekonomi yang berkepanjangan.

Peningkatan literasi keuangan masyarakat harus menjadi kepedulian bersama.

"Mencermati dampaknya yang memprihatinkan, sudah sepatutnya masyarakat mendapatkan informasi dan pemahaman yang menyeluruh terkait praktik pinjaman online (pinjol) yang banyak ditawarkan saat ini," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulisnya pada diskusi daring bertema Pinjol Solusi atau Masalah? yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (4/10/2023).

Dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan terkait pinjol, menurut Lestari, harus segera diatasi dengan menerapkan tata kelola yang baik dalam praktik peminjaman uang secara online di masyarakat.

Apalagi, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, banyak masyarakat terjebak meminjam pada perusahaan pinjol ilegal yang tidak terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Kasus yang melibatkan pinjol pun merebak dengan berbagai dampaknya. Kondisi itu, tambah Rerie, diperparah dengan rendahnya literasi keuangan masyarakat Indonesia.

Akibatnya, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, debitur pinjol mudah terjebak jeratan utang hingga tidak mampu membayar cicilan, yang berujung pada terganggunya ekonomi dan sosial keluarga.

Menurut Rerie, kondisi tersebut harus segera diatasi mengingat potensi meluasnya dampak sosial dan ekonomi terhadap keluarga itu berpotensi mengganggu proses pembangunan sumber daya manusia nasional yang tangguh di masa depan.

Diskusi kali ini dimoderatori Dr. Radityo Fajar Arianto, MBA (Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Univ. Pelita Harapan) itu menghadirkan R. Wijaya Kusumawardhana, (Staf Ahli Menteri Bidang Sosial, Ekonomi dan Budaya, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI), Sarjito, S.E., S.H., MBA., M.Kn (Deputi Komisioner Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Perlindungan Konsumen, Otoritas Jasa Keuangan RI) dan Dr. Y Ambeg Paramarta, S.H., M.Si. (Kepala Badan Strategi Kebijakan Hukum dan HAM Kemenkumham RI) sebagai narasumber.

Staf Ahli Menteri Bidang Sosial, Ekonomi dan Budaya, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, R. Wijaya Kusumawardhana mengungkapkan, pihak Kemenkominfo saat ini sedang gencar memberantas situs-situs terkait judi online, pinjol dan pornografi dari dunia digital kita.

Dampak dari situs ilegal tersebut, ujar Wijaya, tidak hanya menyasar orang dewasa, tetapi sudah mulai menyasar anak-anak dan kalangan generasi muda.

Menurut Wijaya, pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 215,6 juta orang dengan 43,6 persen-nya melakukan transaksi secara online atau rata-rata tiga kali sebulan.

Nilai transaksi digital pada 2022 di Indonesia, ujar dia, tercatat senilai US$266 miliar dan diproyeksikan pada 2025 diperkirakan mencapai US$421 miliar.

Semakin besarnya transaksi online, menurut Wijaya, membuka peluang bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Namun yang jadi masalah adalah pinjol yang ilegal.

Terpenting, tegas Wijaya, adalah penguatan literasi keuangan masyarakat dalam upaya menghindari diri dari pinjaman online ilegal.

Deputi Komisioner Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Perlindungan Konsumen, Otoritas Jasa Keuangan RI, Sarjito menegaskan awal mula hadirnya pinjol adalah untuk mendorong inklusi keuangan terhadap masyarakat Indonesia yang belum memiliki akses ke bank agar lebih produktif.

Masyarakat Indonesia, tambah dia, seharusnya hanya memilih pinjol yang berizin dari OJK yang saat ini jumlahnya 101 situs.

Baca juga: Jangan Mudah Tergiur Pinjol, Rhenald Kasali Ajak Masyarakat Pahami Literasi Digital

Menurut Sarjito, OJK punya cara dan regulasi yang melindungi konsumen pinjol dan dilayani dengan baik sesuai aturan yang berlaku.

Bila pinjam pada pinjol resmi, tegas dia, hanya mempersyaratkan data wajah lewat kamera, share lokasi dan microphone untuk suara. "Tidak diperbolehkan meminta phone book. Bila ada yang meminta, laporkan ke saya, " tegasnya.

Selain itu, ungkap Sarjito, pada pinjol resmi denda maksimal bila peminjam tidak mampu membayar adalah 100% pinjaman. Otoritas Jasa Keuangan, tambah dia, juga menyediakan hotline pengaduan di nomor telepon 157 jika menghadapi masalah terkait pinjol.

Diakui Sarjito tujuan orang meminjam melalui pinjol saat ini sudah bergeser dari tujuan untuk produktivitas bergeser ke arah konsumtif.

Apalagi, ungkap dia, generasi muda saat ini demi FOMO (fear of missing out) rela untuk meminjam melalui pinjol, tidak peduli legal atau ilegal. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini