News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

KPK Periksa Wali Kota Bima NTB, akankah Muhammad Lutfi Langsung Ditahan?

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Wali Kota Bima Muhammad Lutfi, Kamis (5/10/2023) hari ini. Saat ini Lutfi sedang menjalani pemeriksaan di lantai dua gedung KPK.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Wali Kota Bima Muhammad Lutfi, Kamis (5/10/2023) hari ini.

Lutfi adalah tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa disertai penerimaan gratifikasi di lingkungan Pemkot, Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).

"Hari ini bertempat di Gedung Merah Putih KPK, tim penyidik mengagendakan pemanggilan pihak yang terkait dengan perkara ini," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (5/10/2023).

Saat ini Lutfi sedang menjalani pemeriksaan di lantai dua gedung KPK.

Baca juga: KPK Cegah Wali Kota Bima Muhammad Lutfi Bepergian ke Luar Negeri

Terkait apakah Lutfi langsung ditahan usai menjalani pemeriksaan, Ali tak memberi tahu lebih lanjut.

"Pihak dimaksud telah hadir dan segera dilakukan pemeriksaan," kata Ali.

Untuk diketahui, KPK sedang mengusut perkara dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa disertai penerimaan gratifikasi di lingkungan Pemkot Bima, NTB.

Seiring dengan peningkatan itu, KPK telah menjerat sejumlah tersangka.

Berdasarkan informasi Tribunnews.com dari aparat penegak hukum, salah satu pihak yang dimintai pertanggungjawaban hukum yakni Wali Kota Bima H Muhammad Lutfi.

Lutfi disebut terlibat perkara dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa serta penerimaan gratifikasi.

"Status Wali Kota Bima sudah tersangka. Pasal 12 huruf i dan 12B," kata sumber Tribunnews.com, Selasa (29/8/2023).

Baca juga: Geledah Kantor Wali Kota Bima dan Rumah M Lutfi, Ini Barang Bukti yang Disita KPK

Pasal 12 huruf i UU Tipikor berbunyi: "Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya".

Sementara, Pasal 12B UU Tipikor menyebutkan: "Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya".

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini