Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang mengusut perkara dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa disertai penerimaan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Berdasarkan sumber Tribunnews.com, salah satu pihak yang dimintai pertanggungjawaban hukum yakni Wali Kota Bima H Muhammad Lutfi.
Baca juga: KPK Cegah Wali Kota Bima Muhammad Lutfi Bepergian ke Luar Negeri
Dia telah dicegah bepergian ke luar negeri sejak Agustus 2023.
Rumah serta ruangan kerja Lutfi juga sudah digeledah tim penyidik KPK.
Lalu, kapan KPK berencana memanggil dan memeriksa orang nomor satu di Kota Bima itu?
Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, pemanggilan akan didahulukan kepada saksi-saksi.
Setelahnya, tim penyidik baru akan memanggil Lutfi.
Mengenai jadwal pemanggilan Lutfi, kata Ali, bakal diinformasikan lebih lanjut.
"Nanti akan diinformasikan lebih lanjut. Saksi-saksi lebih dahulu tentunya," kata Ali kepada Tribunnews.com, Jumat (1/9/2023).
Berdasarkan sumber Tribunnews.com, Lutfi disangkakan menggunakan Pasal 12 huruf i dan 12B UU Tipikor.
Baca juga: KPK Geledah Rumah Wali Kota Bima dan Sejumlah Kantor Dinas
"Status Wali Kota Bima sudah tersangka. Pasal 12 huruf i dan 12B," kata sumber Tribunnews.com, Selasa (29/8/2023).
Pasal 12 huruf i UU Tipikor berbunyi: "Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya".
Sementara, Pasal 12B UU Tipikor menyebutkan: "Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya".