TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pembelian beras di pasar ritel modern dibatasi maksimal hanya 10 kilogram (Kg) per orang.
Kebijakan ini untuk mendorong masyarakat agar bijak dalam berbelanja.
Pembatasan itu berlaku pada beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang digelontorkan oleh Perum Bulog.
Hal itu disampaikan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dalam keterangannya, dikutip Rabu (4/10/2023).
"Kenapa harus dibatasi?"
"Ini karena beras SPHP harganya telah ditetapkan pemerintah sebesar Rp10.900 per Kg dan setiap rumah logikanya cukup dengan 2 pack."
"Apalagi kualitas beras SPHP Bulog ini berkualitas premium," ujar Arief.
"Tentunya masyarakat kami ajak bersama untuk senantiasa berbelanja bijak."
"Yang artinya sesuai dengan kebutuhan, tidak perlu belanja berlebihan di atas kebutuhan normal," sambungnya.
Arief menegaskan bahwa beras SPHP yang berasal dari Cadangan Beras Pemerintah (CBP) ini merupakan strategi pemerintah untuk memperluas jangkauan penyaluran sehingga masyarakat dapat lebih mudah memperolehnya.
"Untuk jenis beras yang dibatasi 2 pack di pasar ritel, hanya berlaku untuk beras SPHP yang dari Bulog."
"Kalau untuk beras komersial, itu tergantung dari kebijakan ritel masing-masing," kata Arief.
Dia memastikan stok beras yang dikelola pemerintah aman dan akan terus diperkuat, terlebih dalam menghadapi kekeringan sebagai dampak El Nino.
Di sisi lain, Arief menegaskan bahwa saat ini stok beras Bulog tersedia 1,8 juta ton. Jumlah itu bakal naik seiring dengan adanya penambahan di November.
"Memang ada kemungkinan terjadi penurunan produksi beras nasional, terutama jelang akhir tahun. Akan tetapi kita optimis kebutuhan konsumsi nasional terhadap beras tercukupi, sehingga semua pihak dari hulu sampai hilir harus hand in hand," ucapnya.
Sebagaimana diketahui, penyaluran beras SPHP telah diperluas pada ritel modern dan masuk ke Ramayana, Indomaret, Alfamart, Hypermart, Lotte, dan Super Indo. Meskipun dijual melalui ritel modern, harga beras tetap konsisten pada harga maksimal Rp 10.900 per Kg.
Tidak ada rekomendasi batasan pembelian beras
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengungkapkan, pemerintah sejauh ini tidak pernah membatasi pembelian beras bagi masyarakat. Justru pihaknya berupaya memperkuat distribusi di pasar.
Hal tersebut merespon pembelian beras di pasar ritel modern yang dibatasi sebanyak 10 kilogram per orang.
"Setau saya enggak ada rekomendasi pembatasan. Setau saya pemerintah berupaya untuk memperkuat stok dan melancarkan distribusinya," ujar Tito kepada wartawan di Gedung Juanda 1 Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (3/10/2023).
Dikatakan Tito, menyoal pembatasan pembelian beras itu pihaknya justru tidak mengetahuinya. Apalagi penyebab dari kebijakan Aprindo dalam membatasi pembelian beras.
"Saya belum tau, penyebabnya apa, ada pembatasan saya juga belum tau. Yang kedua kalau ada pembatasan apa penyebabnya saya belum tau," ungkapnya.
Tito mengatakan bahwa stok beras nasional dinilai masih bagus bahkan bisa mencukupi kebutuhan dalam negeri.
Namun di sisi lain, Tito bilang pembatasan pembelian beras ini bakal di tindaklanjuti dengan Badan Pangan Nasional dan Bulog.
"Setau saya waktu rapat minggu lalu, stok beras relatif cukup bagus. Stok beras relatif bisa mencukupi. Kalau ada yang menipis saya belum tau. Ini informasi bagi saya," jelas dia.
"Nanti kita koordinasikan dengan Badan Pangan, dengan Bulog setiap minggu, tadi juga sudah koordinasi. Nanti kita akan koordinasi lebih teknis lagi PP," sambungnya.
Mendagri minta masyarakat stop konsumsi beras
Di sisi lain, Tito juga meminta masyarakat untuk beralih konsumsi beras dengan karbohidrat lain seperti jagung, talas maupun sagu. Hal itu untuk mengurangi konsumsi kadar gula yang menyebabkan diabetes.
"Negara sebesar ini saya pernah tugas di Indonesia bagian Tengah dan Timur, saya paham. Jadi ada Papeda sagu, ada jagung, ada talas, yam, itu semua enak-enak itu. Ada ubi jalar, ada sourgum, ada sukun, banyak sekali yang bisa menjadi bahan pokok dan itu sehat," ujar Tito usai menghadiri acara di Kementerian Keuangan, Selasa (3/10/2023).
"Kita tau beberapa jenis beras menggandung gula, ngga bagus bisa menjadi sumber penyakit diabetes militus, gula," jelasnya.
Tito bilang, peralihan konsumsi beras dengan produk lain adalah untuk mengurangi beban pemerintah dalam mengadakan beras.
"Kita harapkan stok cukup dan kemudian distribusi lancar. Memang ngga gampang karena Indonesia besar, medan kita kan berat, ada yang ke pulau, ada yang ke gunung," ucap dia.
"Saran saya untuk kita semua, warga negara Indonesia, kuncinya selain stok adalah diversifikasi pangan. Tolong ditekankan betul, diversifikasi pangan, jadi tidak hanya mengandalkan beras sebagai makanan pokok. Tapi juga karbo-karbo yang lain," sambungnya.(Tribunnews.com/Nitis Hawaroh)