Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM. JAKARTA - Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pengadaan tower BTS 4G BAKTI Kominfo menghadirkan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Dito Ariotedjo, sebagai saksi.
Dalam keterangannya, Dito mengungkapkan bahwa tak ada sepeserpun uang yang mengalir kepadanya terkait kasus ini termasuk untuk pengamanan perkara.
Demikian pula saat dikonfirmasi mengenai keterangan saksi lain soal pengantaran uang, Dito membanah seluruhnya.
"Soalnya yang berkembang itu Pak Dito, itu Galumbang Menak (terdakwa yang juga teman eks Dirut BAKTI, Anang Achmad Latif) pernah bertemu saudara membicarakan masalah ada yang berusaha menutup kasus BTS," kata Hakim Ketua, Fahzal Hendri, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (11/10/2023).
"Tidak benar, Yang Mulia," kata Dito.
Baca juga: Menpora Dito Ariotedjo Ngaku Kehilangan SIM di Hadapan Hakim
Meski demikian, Dito mengaku kerap mengikuti perkembangan kasus ini dari pemberitaan media.
Terlebih saat ada saksi yang menyebut-nyebut namanya.
"Siap, saya mengikuti seluruh perkembangan di berita ini," ujarnya
Dito mengaku memang mengenal Galumbang Menak dan anak buahnya yang bernama Resi.
Menurut Dito, Galumbang dan Resi pernah bertemu dengannya di rumah orang tuanya di Jalan Denpassar, Kuningan, Jakarta Selatan.
Akan tetapi dalam pertemuan itu tak ada penyerahan uang terkait kasus BTS.
Saat itu ketiganya hanya membicarakan urusan bisnis perusahaan yang baru melantai di bursa saham.
"Waktu itu kita hanya ngobrol bisnis, beliau baru selesai IPO (Initial Public Offering). Perusahaan keluarga saya juga mau IPO," kata Dito. Tidak ada (bingkisan)," ujarnya.
Dalam persidangan sebelumnya, saksi bernama Resi Yuki Bramani yang merupakan anak buah terdakwa Galumbang Menak Simanjuntak mengungkapkan adanya pengantaran bingkisan ke rumah Dito Ariotedjo.
Di persidangan, Resi mengakui bahwa dirinya melakukan itu sebab diperintah terdakwa Irwan Hermawan.
Galumbang dan Irwan sendiri dalam kasus ini memiliki posisi sebagai teman eks Dirut BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif.
"Pak Irwan memerintahkan untuk memberikan bingkisan dua kali ke Jalan Denpassar," ujar Resi dalam persidangan Senin (9/10/2023) di Pengadilan Tipikor pada Pengadian Negeri Jakarta Pusat.
"Rumah siapa itu?" tanya Hakim.
"Rumah saudara Dito, pak. Dito Ariotedjo," jawab Resi.
Selain Resi, pada persidangan Selasa (26/9/2023) juga, nama Dito sempat disebut-sebut oleh Irwan Hermawan yang saat itu menjadi saksi mahkota.
Kata Irwan, ada Rp 27 miliar yang digelontorkannya untuk mengamankan kasus melalui Dito.
Uang tersebut merupakan bagian dari ratusan miliar rupiah yang dia kutip dari para rekanan proyek BTS Kominfo atas perintah Anang Achmad Latif.
"27 miliar," kata Irwan.
"Siapa itu?" tanya Hakim Fahzal Hendri.
"Pada saat itu saya tidak serahkan langsung titip ke teman namanya Resi dan Windi. Terakhir namanya Dito. Pada saat itu namanya Dito saja. Belakangan saya ketahui Dito Ariotedjo," ujar Irwan.
Namun pengakuan tersebut telah dibantah Dito, sebab dirinya mengaku tak mengenal Irwan Hermawan.
Adapun keterangan Dito sebagai saksi ini kemudian menjadi fakta persidangan atas perkara tiga terdakwa, yakni: eks Menkominfo, Johnny G Plate; eks Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif; dan Tenaga Ahli HUDEV UI, Yohan Suryanto.
Selain mereka bertiga, dalam kasus BTS ini juga sudah ada tiga orang yang dimeja hijaukan, yakni: Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan; Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak; dan Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali.
Enam terdakwa itu telah dijerat dugan tindak pidana korupsi.
Namun khusus Anang Latif, Galumbang Menak, dan Irwan Hermawan juga dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Kemudian ada dua orang yang perkaranya tak lama lagi dilimpahkan ke pengadilan, ialah Direktur Utama Basis Investments, Muhammad Yusrizki Muliawan dan Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera, Windi Purnama.
Yusrizki dijerat pasal korupsi, sedangkan Windi Purnama TPPU.
Lalu seiring perkembangan proses persidangan, ada empat tersangka yang telah ditetapkan, yakni: Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BAKTI Kominfo, Elvano Hatohorangan; Kepala Divisi Backhaul/ Lastmile BAKTI Kominfo, Muhammad Feriandi Mirza; Direktur Utama PT Sansaine Exindo, Jemmy Sutjiawan; dan Tenaga Ahli Kominfo, Walbertus Natalius Wisang.
Keempatnya dijerat dugaan korupsi dalam kasus BTS ini.
Terkhusus Walbertus, selain dijerat korupsi juga dijerat dugaan perintangan proses hukum.
Mereka yang dijerat korupsi, dikenakan Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian yang dijerat TPPU dikenakan Pasal 3 subsidair Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sementara yang dijerat perintangan proses hukum dikenakan Pasal 21 atau Pasal 22 Jo. Pasal 35 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.