News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2024

Hakim MK Arief Hidayat: Indonesia Sedang Tak Baik-baik Saja

Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Sri Juliati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengucapkan sumpah jabatan di hadapan Presiden Joko Widodo saat dilantik di Istana Negara, Jakarta, Selasa (27/3).(Warta Kota/Henry Lopulalan)- Hakim MK Arief Hidayat soal kondisi Indonesia sekarang sedang baik-baik saja

TRIBUNNEWS.COM - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat mengatakan, Indonesia sedang tidak baik-baik saja.

Terlebih persoalan kekuasaan dan politik Tanah Air.

Ia menyebut, ada kekuatan besar yang menguasai bahkan mampu menggerakkan lembaga legislatif, eksekutif, hingga yudikatif.

Sosok tersebut, kata Arief Hidayat, juga mampu mengontrol seluruh kebijakan.

Hal itu diungkapkan Arief Hidayat saat hadir dalam acara konferensi hukum nasional di Jakarta, Rabu (25/10/2023).

Baca juga: 16 Akademisi Ikut Laporkan Ketua MK Anwar Usman Soal Dugaan Pelanggaran Etik Hakim

"Ada indikasi pertanyaan 'Apakah Indonesia sekarang sedang baik-baik saja atau tidak?' saya mengatakan di berbagai sektor bidang kehidupan, Indonesia sedang tidak baik-baik saja."

"Coba bayangkan dia mempunyai partai politik, dia mempunyai tangan-tangan di bidang legislatif, dia mempunyai tangan-tangan di bidang eksekutif, sekaligus juga dia mempunyai tangan-tangan di bidang yudikatif," ungkap Arief Hidayat dikutip dari Kompas TV.

Bahkan, lanjut Arief Hidayat, kekuatan itu bersumber dari satu orang.

"Dia juga mempunyai partai politik sekaligus juga dia mempunyai media massa, dia juga mempunyai sebagai pengusaha besar yang mempunyai modal, itu di satu tangan," lanjut Arief Hidayat.

Dalam acara itu, Arief Hidayat mengaku merasa malu karena merasakan ada sesuatu yang tidak beres di lingkungan MK.

Baca juga: Denny Indrayana: Jika Putusan MK Perkara 90 Tidak Sah, Gibran Tak Bisa Ditetapkan Jadi Cawapres

Sebagai simbol rasa kecewanya, Arief Hidayat pun datang ke acara tersebut dengan menggunakan baju berwarna hitam.

"Saya sebetulnya datang ke sini agak malu, kenapa saya pakai baju hitam, karena saya sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi sedang berkabung," ungkap Arief Hidayat.

Hal serupa juga sempat disampaikan Hakim Konstitusi Saldi Isra di ruang sidang, Kamis (19/10/2023) lalu.

Saldi Isra yang menyatakan pendapat berbeda atau dissenting opinion terkait putusan permohonan syarat usia capres dan cawapres yang mengubah syarat menjadi berusia paling rendah 35 tahun atau pernah atau sedang menjabat kepala daerah.

Ia merasa heran, putusan hakim di MK berubah hanya dalam waktu yang singkat, yakni dari menolak menjadi mengabulkan.

"Baru kali ini saya mengalami peristiwa aneh yang luar biasa dan dapat dikatakan jauh dari batas penalaran yang wajar, Mahkamah berubah pendirian dan sikapnya hanya dalam sekelebat."

"Perubahan komposisi Hakim yang memutus dari 8 orang dalam perkara nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 menjadi 9 orang dalam perkara dalam Perkara Nomor 90-91/PUU-XXI/2023 tidak hanya sekadar membelokkan pertimbangan dan amar putusan, tetapi membalikkan 180 derajat amar putusan dari menolak menjadi mengabulkan," ujar Saldi Isra.

Ketua Mahkamah Konsitutsi (MK) Anwar Usman (kanan) didampingi Hakim Konstitusi Saldi Isra (kiri) memimpin sidang pengucapan putusan gugatan batas usia maksimal Capres-Cawapres 70 tahun di ruang sidang utama Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (23/10/2023). Dalam putusannya, MK menolak permohonan Pemohon terkait gugatan uji materil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terkait batas usia calon presiden dan wakil presiden, dengan perkara nomor 107/PUU-XXI/2023 perihal maksimal umur capres-cawapres 70 tahun. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Baca juga: Jimly Minta Denny Indrayana Hadiri Langsung Sidang di MK, Jangan Cuma Online dari Australia

MK Keluar Esensi Kelembagaan

Diketahui, putusan MK yang mengabulkan gugatan uji materiil batas usia minimum sebagai capres-cawapres itu berujung menjadi polemik di publik.

Ketua MK Anwar Usman bahkan dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) atas dugaan KKN pada Senin (23/10/2023) lalu.

Atas kebijakan ini, Ketua Umum DPP Nasional Corruption Watch (NCW) Hanifa Sutrisna pun menilai MK kian keluar dari esensi kelembagaannya.

MK seharusnya menjalankan keberimbangan antara pembuat undang-undang yakni eksekutif dan legislatif.

"Kami di DPP NCW melihat MK makin keluar dari esensinya yang semestinya menjalankan check and balances pada kekuasaan pembuat undang-undang yakni eksekutif dan legislatif," kata Hanifa, Rabu (25/10/2023).

Ia pun menyebut keraguan publik atas putusan MK ini dikhawatirkan berdampak panjang hingga perselisihan hasil Pilpres dan Pileg 2024.

(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Danang Triatmojo)

 
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini