Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati, Kamis (26/10/2023).
Nicke diperiksa kapasitasnya sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina tahun 2011-2021.
Nicke yang menjadi Dirut sejak 2018 itu akan melengkapi berkas perkara tersangka Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan, Dirut Pertamina periode 2009-2014.
"Hari ini bertempat di Gedung Merah Putih KPK, tim penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi, Nicke Widyawati (Dirut Pertamina)," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (26/10/2023).
Tak hanya Nicke, tim penyidik KPK juga memanggil dua saksi lainnya, yakni Agung Wicaksono, Assistant Ahli UKP-PPP dan Rayendra Sidik, pegawai SKK Migas.
Belum diketahui materi pemeriksaan yang dilakukan terhadap Nicke.
Baca juga: Penasihat Hukum Karen Agustiawan Kecewa KPK Tidak Hadir Sidang Perdana Praperadilan
KPK menetapkan Karen Agustiawan sebagai tersangka perkara dugaan korupsi pengadaan LNG di PT Pertamina (Persero) tahun 2011-2021.
Kasus bermula sekira tahun 2012, di mana PT Pertamina memiliki rencana untuk mengadakan LNG sebagai alternatif mengatasi terjadinya defisit gas di Indonesia.
Ketua KPK Firli Bahuri mengungkapkan, pengadaan LNG dimaksud diperuntukkan bagi kebutuhan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), industri pupuk dan industri petrokimia lainnya di Indonesia.
"Perkiraan defisit gas akan terjadi di Indonesia di kurun waktu 2009-2040 sehingga diperlukan pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan PT PLN (Persero), industri pupuk dan industri petrokimia lainnya di Indonesia," kata Firli dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (19/9/2023) malam.
Dikatakan Firli, Karen yang diangkat sebagai Dirut Pertamina periode 2009-2014 kemudian mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerja sama dengan beberapa produsen dan supplier LNG yang ada di luar negeri, di antaranya perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC Amerika Serikat.
Baca juga: Baru Bebas 2020, Eks Dirut PT Pertamina Karen Agustiawan Jadi Tersangka Korupsi, Ini Faktanya
Saat pengambilan kebijakan dan keputusan tersebut, lanjut Firli, Karen secara sepihak langsung memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian perusahaan CCL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan pada Dewan Komisaris Pertamina.
Selain itu, kata Firli, pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dalam hal ini pemerintah, tidak dilakukan sama sekali. Sehingga tindakan Karen tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu.
"Dalam perjalanannya, seluruh kargo LNG milik PT Pertamina Persero yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat menjadi tidak terserap di pasar domestik yang berakibat kargo LNG menjadi oversupply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia," jelas Firli.
Atas kondisi oversupply tersebut, ujar Firli, berdampak nyata harus dijual dengan kondisi merugi di pasar internasional oleh PT Pertamina.
"Dari perbuatan GKK alias KA menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar USD140 juta yang ekuivalen dengan Rp2,1 triliun," beber Firli.
Atas perbuatannya, Karen Agustiawan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Karena lalu menggugat praperadilan KPK atas status tersangkanya.