"Menolak dan tidak dapat menerima pernyataan Presiden RI Joko Widodo selaku Kepala Negara yang menyatakan telah terjadi 12 Pelanggaran HAM yang berat masa lalu pada saat menerima laporan dan rekomendasi TPPHAM beras sebagai mandat Keppres Nomor 17/2022," kata Try.
Kedua, Try dan FOKO Purnawirawan TNI-Polri menuntut pemerintah dalam hal ini Komnas HAM untuk meneliti kembali kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat masa lalu secara transparan dan memenuhi akuntabilitaa publik, sehingga para pihak yang dirugikan atas pelanggaran HAM yang berat dimaksud mendapatkan keadilan.
Baca juga: Anak DN Aidit: Negara Berutang Maaf pada Keluarga Korban Pelanggaran HAM Berat
Ketiga, Try dan FOKO juga menuntut pemerintah bertindak adil kepada masyarakat yang menjadi korban pelanggaran HAM berat, bukan hanya kepada pihak korban mantan PKI dan GAM, sebab terekspose kepada masyarakat hanya pihak korban PKI dan GAM yang menjadi atensi pemerintah.
"Keempat, mewaspadai upaya kebangkitan PKI melalui pengungkapan kembali peristiwa 1965-1966," kata Try.
Ia juga menyatakan pemerintah melalui Presiden Republik Indonesia wajib tidak terpengaruh oleh siapapun dan konsisten menegakkan keadilan sebagaimana kehendak sila kelima dari Pancasila.
Hal tersebut, kata Try, sesuai dengan alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya mengakui secara resmi terjadinya berbagai peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu.
Presiden mengakui adanya pelanggaran HAM setelah menerima laporan akhir Tim Pelaksana Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (PPHAM) di Istana Kepresidenan, Jakarta pada Rabu (11/1/2023).
"Saya telah membaca dengan seksama laporan dari Tim Pelaksana Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat yang dibentuk berdasarkan keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022," kata dia.
"Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus saya sebagai kepala negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa," sambung dia.
Negara sebelumnya belum pernah mengakui adanya pelanggaran HAM berat di masa lalu.
Presiden sangat menyesalkan terjadinya peristiwa pelanggaran HAM yang berat tersebut.
Peristiwa yang diakui sebagai pelanggaran HAM Berat di antaranya:
1) Peristiwa 1965-1966,
2) Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985,
3) Peristiwa Talangsari, Lampung 1989,
4) Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989,
5) Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998,
6) Peristiwa Kerusuhan Mei 1998,
7) Peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999,
8) Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999,
9) Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999,
10) Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002,
11) Peristiwa Wamena, Papua 2003, dan
12) Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.
Presiden menaruh simpati dan empati yang mendalam kepada para korban dan keluarga korban peristiwa tersebut.