TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Praswad Nugraha angkat bicara soal sebuah rumah di Jalan Kertanegara No 46, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan yang disebut-sebut sebagai safe house Ketua KPK Firli Bahuri.
Menurut Praswad, istilah yang tepat bukanlah safe house, melainkan lobby house.
Ketua IM57+ Institute itu merujuk pada adanya informasi yang menyebut rumah tersebut dijadikan Firli Bahuri untuk bertemu dengan pejabat, termasuk mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
"Penggunaan rumah yang diduga digunakan oleh Firli Bahuri bertemu dengan pejabat dan bahkan SYL yang terkait kasus sedang ditangani KPK, tentu tidak dapat dianggap sebagai safe house," kata Praswad dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (28/10/2023).
"Hal tersebut mengingat rumah tersebut merupakan rumah yang tidak masuk dalam LHKPN dan bukan digunakan untuk mendukung operasi intelejen KPK. Rumah tersebut lebih tepat disebut 'Lobby House' karena ternyata diduga menjadi tempat terjadinya negosiasi-negosiasi," imbuhnya.
Menurut Praswad, penggunaan istilah safe house bagi rumah Kertanegara dapat membingungkan publik.
Hal tersebut, jelasnya, mengingat istilah safe house merujuk pada rumah yang dijadikan tempat aman dalam mendukung aktivitas intelejen dan surveillance.
Di KPK sendiri, kata Praswad, safe house merupakan tempat tersembunyi yang merupakan bagian tempat rahasia dalam mendukung operasi intelejen dan surveillance dalam mendukung penegakan hukum.
"Rumah tersebut tercatat dalam aset KPK dan dibiayai oleh APBN, tetapi lokasi yang sangat rahasia yang bahkan tidak semua penyidik pun tidak mengetahui," katanya.
"Lalu, terhadap rumah tersebut. Apabila ternyata rumah tersebut tercatat di KPK, malah akan menjadi penyalahgunaan kewenangan oleh pimpinan KPK karena menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi melakukan lobi," ujar Praswad.
Ia berujar, jikalau rumah tersebut terafiliasi dengan Firli Bahuri, maka tidak dicantumkannya dalam LHKPN menjadi suatu pertanyaan etik dan bahkan pidana.
"Hal tersebut berangkat dari dua asumsi. Asumsi pertama, apabila rumah tersebut disewa atau dibeli pribadi maka dari mana Firli mendaparkan uang dengan jumlah yang tidak sedikit. Sedangkan, asumsi kedua, apabila rumah tersebut milik orang lain, maka Firli telah menerima gratifikasi karena rumah tersebut merupakan fasilitas yang tidak dilaporkan," ujar Praswad.
Sebelumnya, Syahrul Yasin Limpo disebut pernah bertemu dengan Firli Bahuri di rumah Kertanegara 46. Hal ini diungkap oleh pengacara SYL, Arianto.
Berdasar kabar, menurut Arianto rumah Nomor 46 Kertanegara tersebut merupakan safe house KPK.