Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga mantan Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono membeli perhiasan menggunakan uang hasil gratifikasi.
Hal itu didalami penyidik KPK saat memeriksa Edith Rosmery dari Jewellery Representatif, Kamis (2/11/2023).
Edith diperiksa kapasitasnya sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Andhi Pramono.
"Saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan pembelian perhiasan oleh tersangka AP (Andhi Pramono) dengan menggunakan uang dari penerimaan gratifikasi," ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (3/11/2023).
Baca juga: KPK Periksa Istri Eks Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono Soal Pembelian Aset
Dalam kasusnya, eks Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Makassar Andhi Pramono dijerat dengan sangkaan gratifikasi dan pencucian uang.
Andhi diduga menerima fee dari pihak swasta setelah memberikan rekomendasi yang menyimpang terkait kepabeanan.
Selain itu, Andhi juga diduga bertindak menjadi broker atau perantara para importir.
Dalam temuan awal KPK, Andhi diduga menerima gratifikasi Rp28 miliar dari sejumlah pihak, termasuk para importir saat masih menjabat di Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan.
Uang itu dikumpulkan dari hasil gratifikasi selama 10 tahun sejak 2012 hingga 2022.
Ia diduga mengumpulkan uang lewat orang kepercayaannya yang merupakan para pengusaha ekspor impor.
Kemudian uang ditampung dalam rekening sejumlah pihak, termasuk salah satunya rekening mertua Andhi.
Andhi Pramono diduga juga telah menyamarkan serta mengalihkan uang hasil penerimaan gratifikasinya ke sejumlah aset bernilai fantastis.
Diantaranya dengan membelikan rumah mewah di Pejaten, Jakarta Selatan; berlian; hingga polis asuransi.
Atas perbuatannya, Andhi dijerat Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Kemudian, Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.