Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- MUI membantah bahwa perilisan fatwa haram bukan ditujukan untuk memboikot produk pro Israel, melainkan aktivitas dukungan terhadap Israel.
Faktanya, informasi terkait fatwa mengharamkan produk yang diduga pro Israel terbukti sebagai hoaks.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Miftahul Huda, mengatakan, bahwa MUI tidak memiliki hak untuk mencabut produk-produk yang sudah bersertifikasi halal dikarenakan proses sertifikasi sudah melibatkan banyak pihak.
“Jadi, MUI tidak berkompeten untuk merilis produk Israel, atau yang terafiliasi ke Israel. Dan yang kita haramkan bukan produknya, tapi aktivitas dukungannya,” kata Miftahul Huda kepada wartawan.
Sementara itu, Guru Besar Ilmu Hubungan Internasional dari FISIP UI, Evi Fitriani mengingatkan agar berhati-hati dengan banyaknya bentuk dukungan terhadap Palestina, termasuk ajakan untuk boikot.
“Saya terus terang tidak mendukung boikot, dan kita sebagai akademisi seharusnya hati-hati," kata dia.
Menurutnya, boikot tidak efektif, yang terkenaimbasnya justru orang-orang yang tidak bersalah.
"Apalagi boikot produk. Merek-merek itu rantainya sangat panjang, bahkan banyak juga keterlibatan masyarakat kita. Dan ini jadi masalah karena bukannya menolong justru kita malah menimbulkan masalah,” ucapnya.
Akibat informasi hoaks ini, terdapat sejumlah produk yang terdampak oleh aksi boikot, seperti produk dari Danone Indonesia dan Unilever.
Perihal ini, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, mewanti-wanti agar jangan sampai aksi boikot menyasar ke produk dalam negeri.
Baca juga: MUI Bantah Terbitkan Daftar Produk Pro Israel, Haramkan Beli Produk Produsen Pendukung Israel
"Seluruh masyarakat dihimbau agar lebih bijak dan berhati-hati dalam menerima informasi yang tersebar di internet, terutama yang berkaitan dengan aksi solidaritas terhadap kemerdekaan Palestina," tuturnya.
MUI Kaji Status Label Halal Produk
Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) tengah mengkaji soal status label halal produk-produk dari perusahaan yang terafiliasi dengan Israel.
Hal itu merupakan rencana tindak lanjut dari Fatwa Nomor 83 Tahun 2023 tentang Hukum Dukungan terhadap Pejuang Palestina.