News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ramai Diboikot, Inilah Fakta Keterkaitan Antara Perusahaan Multinasional Asal Prancis dengan Israel

Penulis: Anniza Kemala
Editor: Vincentius Haru Pamungkas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi galon AMDK.

TRIBUNNEWS.COM - Bombardir serangan udara Israel atas Gaza yang masih berlanjut dalam sebulan lebih terakhir telah menjadi genosida terbesar abad ini. Kekejaman yang dilancarkan Israel ini bahkan telah menewaskan lebih dari 11.000 orang, dengan separuh lebih di antara korban tewas tersebut merupakan anak-anak dan perempuan. 

Serangan tak berperikemanusiaan yang dilakukan Israel atas wilayah Gaza di Palestina itu rupanya membawa sebuah dilema bagi market leader Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) dalam negeri, yang menerima terpaan badai boikot terhadap produk-produk pro-Israel.

Alasannya, perusahaan induk dari market leader air mineral tersebut, yang berbasis di Prancis–yang juga merupakan pemilik saham terbesar sekaligus pengendali perusahaan–memiliki jejak keterkaitan dengan rezim apartheid yang menduduki tanah Bangsa Palestina sejak 75 tahun silam. 

Direktur dari perusahaan market leader air mineral di Indonesia ini sebelumnya telah menjelaskan posisi perusahaannya. Ia menyebut bahwa perusahaannya adalah perusahaan publik yang beroperasi di 120 negara dan sebagai entitas swasta, tidak memiliki afiliasi politik dengan pihak manapun. 

Ia menjelaskan bahwa di Indonesia, perusahaan ini memiliki 25 pabrik dengan belasan ribu karyawan dan melayani lebih dari 1 juta pedagang di seluruh negeri. Lebih lanjut, ditegaskan bahwa perusahaannya tidak memiliki pabrik dan tidak beroperasi di Israel. Namun, bagaimana kebenarannya?

Keterkaitan perusahaan induk AMDK asal Prancis dengan Israel

Faktanya, sebagai sebuah perusahaan publik, perusahaan raksasa yang berbasis di Prancis ini merupakan bisnis multinasional dengan cabang yang tersebar di 120 negara, termasuk Indonesia. 

Di sektor industri air minum kemasan di Indonesia, mereka merupakan pemegang saham dan pengendali beberapa brand air mineral, ditambah dengan kepemilikan saham pada bisnis susu bayi dan minuman bernutrisi.

Meski merupakan perusahaan terbuka, pemegang terbesar dari saham perusahaan ini di Eropa sebenarnya bukanlah masyarakat umum, namun pada belasan ‘investor institusional’, sebutan untuk perusahaan investasi raksasa. Dari sini, tercatat bahwa separuh dari saham mereka dimiliki oleh perusahaan investasi raksasa asal Amerika Serikat, sebut saja Blackrock.

Kehadiran Blackrock sebagai pemegang saham perusahaan raksasa ini menunjukkan dengan jelas keterkaitan mereka dengan Israel. Pasalnya, Blackrock yang berbasis di New York memiliki investasi yang masif di Israel melalui sejumlah perusahaan persenjataan, yang seluruhnya memproduksi persenjataan perang terdepan. 

Fakta tersebut menempatkan Blackrock sebagai bandar perusahaan-perusahaan yang mempersenjatai mesin-mesin perang Israel. Senjata-senjata inilah yang dipergunakan Israel untuk meneror dan membunuh warga Palestina dalam sekejap dengan jumlah yang massal, yang beritanya sering kita dengar dan saksikan lewat layar televisi dan handphone dalam sebulan lebih terakhir.

Tak hanya bermasalah secara bisnis, bos dari Blackrock, Larry Fink juga menunjukkan sikap politik yang negatif. Lewat berbagai postingan media sosial, Fink tak segan menyerukan bahwa dirinya adalah pendukung keras rezim apartheid Israel. 

Bahkan, Fink terlihat mendukung prospek pecahnya perang regional di Timur Tengah. Ketika pemerintahan Presiden Joe Biden di Washington mengerahkan armada kapal induk bertenaga 

nuklir pada bulan lalu sebagai upaya ‘menakut-nakuti’ Iran, Fink bersemangat menggambarkannya sebagai 'pernyataan spektakuler dari Amerika Serikat'. 

Di saat mulai banyak orang Yahudi di New York yang menunjukkan sikap tak setuju atas zionisme Israel, Fink melalui sosial media mengunggah postingan yang mengecam Hamas karena menyebabkan tewasnya sejumlah warga sipil di Israel. Belum cukup, dia juga melewatkan Israel dari daftar kecamannya, seolah kebengisan Israel atas Gaza terjadi di planet yang lain.   

Sikap Fink yang terlihat begitu pro-perang tersebut turut menyeret perusahaan multinasional yang berbasis di Prancis, yang sebagian besar sahamnya dipegang oleh perusahaan milik Fink. Ini juga berdampak pada unit-unit usaha perusahaan raksasa tersebut, termasuk yang berada di Indonesia, karena dianggap sebagai bagian dari mesin-mesin kapitalis global yang aktif membandari Israel. 

Lantas, apakah sikap Fink dan operasionalnya memiliki kaitan langsung dengan perusahaan air minum yang berada di Indonesia? 

Untuk diketahui, perusahaan induk dari market leader air mineral di Indonesia tersebut pada tahun 2022 membukukan penjualan global sekitar Rp550 triliun, atau setara seperenam APBN Indonesia 2023. Dari angka yang begitu besar tersebut, hasil penjualan di Indonesia berkontribusi sebesar Rp27 triliun. Tentunya, ini merupakan angka yang besar.

Mengingat fakta bahwa Blackrock adalah pemegang saham utama di perusahaan induk air mineral tersebut, dan fakta bahwa perusahaan ini merupakan pengendali pada unit-unit bisnisnya di Indonesia, maka setiap sen penjualan produk air mineral mereka, baik kemasan gelas, botol maupun galon), tentunya masuk ke perusahaan induk yang berada di Prancis.

Dari situ, hasil penjualan yang diterima tentu juga masuk ke brankas Blackrock di New York. Inilah gambaran keseluruhan dari keterkaitan antara perusahaan multinasional asal Prancis dengan Blackrock di New York, yang dengan jelas merupakan pendukung Israel. 

Baca juga: Tanggapi Boikot Produk Israel, Menaker Ida: Itu Ekspresi Kepedulian pada Saudara Kita di Palestina

Relasi dengan produsen makanan dan minuman terbesar di Israel

Setelah mengetahui keterkaitan di antara kedua pihak secara jelas, masyarakat tentu dapat menilai sendiri klaim perusahaan yang menyebut tidak memiliki pabrik dan tidak beroperasi di Israel tersebut. 

Untuk memperkaya perspektif, ada baiknya masyarakat juga mengetahui cerita lain mengenai keterkaitan perusahaan raksasa multinasional yang bermarkas di Prancis ini dengan Israel. 

Pada tahun 1970-an, perusahaan tersebut menjalin kerja sama strategis dengan salah satu produsen makanan dan minuman kemasan di Israel. 

Kerja sama kala itu mencakup bantuan permodalan, penjualan produk dan kesepakatan alih-teknologi. Boleh dikata, perusahaan ini telah membuka akses bagi perusahaan Israel tersebut untuk dapat berinovasi dan mengadaptasi keilmuan kelas tinggi yang dihasilkan laboratorium-laboratorium risetnya di berbagai negara, termasuk fasilitas riset utama yang bertempat di Centre Daniel Carasso, di Prancis.

Tak hanya sampai di situ, pada 1974, perusahaan multinasional ini juga mendukung perusahaan makanan dan minuman kemasan Israel tersebut untuk dapat memproduksi Yogurt. Kemudian pada tahun 1982, di tengah bertumbuhkan gerakan boikot dunia Arab atas produk Israel, perusahaan multinasional yang berinduk di Prancis tersebut memutuskan menarik diri. 

Menariknya, perusahaan ini pergi dengan memberi syarat asal tiga produk unggulannya bisa tetap diproduksi di Israel asalkan dengan tulisan dalam aksara Ibrani. 

Namun relasi mereka dengan Israel tak berakhir sampai di situ. Setelah 14 tahun undur diri untuk menghindari kemarahan negara-negara Arab, perusahaan ini kembali menjalankan kerja sama dengan Israel pada tahun 1996. 

Per Desember di tahun yang sama, mereka membeli 20 persen saham dari perusahaan makanan dan minuman kemasan asal Israel yang sama. Pembelian itu termasuk pemberian lisensi bagi perusahaan di tanah jajahan itu untuk menggunakan know-how milik mereka dalam produksi seluruh produk fresh dairy. 

Singkat kata, kehadiran perusahaan multinasional inilah yang telah melapangkan jalan perusahaan makanan dan minuman tersebut untuk menjadi raksasa makanan dan minuman kemasan di Israel. 

Hal ini pun dapat dikonfirmasi lewat sebuah sirkular resmi belum lama ini, yang menyebutkan bahwa bahwa per 31 Desember 2022, perusahaan tercatat memiliki saham pada sebuah entitas bisnis di Israel dengan porsi kepemilikan saham 20 persen. 

Kesimpulannya, memang betul bahwa perusahaan raksasa yang berbasis di Prancis–yang merupakan pemegang saham terbesar dari market leader AMDK di Indonesia–ini tidak memiliki pabrik dan tidak beroperasi di Israel. 

Namun, layaknya sebuah gelas separuh penuh, merupakan fakta bahwa perusahaan ini mendapatkan keuntungan rutin dari operasi dan bisnis salah satu perusahaan makanan dan minuman kemasan terbesar di Israel.

Pertama-tama, mari ingat kembali bahwa pabrik perusahaan makanan dan minuman kemasan terbesar asal Israel tersebut berlokasi di atas tanah warga Palestina yang terjajah. Di tengah pendudukan, opresi, dan genosida Israel atas Bangsa Palestina, perusahaan asal Israel tersebut terus menghasilkan keuntungan yang fantastis.

Kedua, pergerakan perusahaan Israel ini tentunya tidak terlepas dari relasi erat dengan perusahaan raksasa produsen makanan dan minuman yang berbasis di Prancis, yang memiliki unit usaha di seluruh dunia, termasuk Indonesia. 

Lantas, jika seseorang bertanya apakah boikot merupakan langkah yang diperlukan, masyarakat tentunya sudah tahu jawaban seperti apa yang harus diberikan.

Baca juga: Apakah fatwa MUI soal boikot produk Israel akan diikuti umat Islam di Indonesia?

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini