Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) merespons soal wacana revisi UU MK soal usia minimal hakim konstitusi dari 55 menjadi 60 tahun.
"Pengaturan usia semestinya tidak boleh menyebabkan terganggunya independensi hakim," kata Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, kepada Tribunnews.com, Minggu (3/12/2023).
Berdasarkan Putusan MK Nomor 81/PUU-XXI/2023, Mahkamah pada intinya menyoroti DPR yang akan mengubah UU 7/2020 tentang Mahkamah Konstitusi yang diundangkan pada tanggal 28 September 2020, dan baru berjalan 3 tahun.
Sehingga, apabila diukur dalam penalaran yang wajar semakin mengatakan bahwa tidak adanya dasar yang menjadi ukuran yang jelas dalam menentukan syarat minimal usia menjadi hakim Konstitusi.
Sementara, Mahkamah juga menilai, soal pengaturan syarat usia minimum atau maksimum hakim konstitusi harus ditetapkan dan tidak berubah-ubah.
Selain itu, perlu adanya landasan filosofis ataupun sosiologis yang kuat dan jelas untuk merubah batas usia minimum atau maksimum hakim MK.
Sebab, jika tidak dilakukan seperti demikian, Mahkamah menyoroti potensi adanya upaya politik dari DPR terhadap MK.
"Bahwa artinya terhadap adanya pengaturan syarat usia minimum ataupun maksimum dalam UU 7/2020 haruslah ditetapkan menjadi syarat yang tetap dan tidak berubah-ubah setidaknya perlu adanya landasan filosofis ataupun sosiologis yang kuat dan jelas untuk merubahnya," demikian dikutip dari salinan Putusan MK 81/PUU-XXI/2023, Minggu (3/12/2023).
"Karena apabila tidak dinyatakan demikian, maka dapat saja kewenangan pembentuk undang-undang dapat menjadi upaya politik dalam proses bargaining terhadap kepentingan pembentuk undang-undang atas Lembaga tersebut (MK). Apalagi Lembaga tersebut adalah badan peradilan ataupun Lembaga penegak hukum yang harus dijamin independensi serta kemerdekaannya dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya."
Tak hanya itu, pengaturan syarat usia hakim konstitusi yang berubah-ubah juga dinilai akan menimbulkan ketidakpastian hukum di masyarakat.
"Bahwa artinya perubahan syarat minimal menjadi hakim konstitusi yang cenderung selalu diubah-ubah oleh Pembentuk Undang-Undang telah menimbulkan ketidakpastian hukum," kata Mahkamah Konstitusi dalam Putusan MK 81/PUU-XXI/2023.
Sebagai informasi, ada tiga hakim yang saat ini belum berusia 60 tahun. Yaitu Saldi Isra (55), Daniel Yusmic P Foekh (58), dan M Guntur Hamzah (58).
Dikutip dari Kompas.com, Rapat Paripurna DPR menyepakati masa perpanjangan pembahasan terhadap tujuh Rancangan Undang-Undang (RUU) hingga masa persidangan II yang akan datang.
Hal itu diputuskan dalam penutupan masa persidangan I Tahun Sidang 2023-2024, Selasa (3/10/2023) di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.
Berikut tujuh RUU yang diperpanjang masa pembahasannya hingga masa sidang II:
1. RUU tentang perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
2. RUU tentang Hukum Acara Perdata
3. RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
4.RUU tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konsitusi
5. RUU tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
6. RUU tentang Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET)
7. RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak.
Sebelumnya, DPR dan pemerintah menyepakati batas usia minimal hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi 60 tahun, yang sebelumnya 55 tahun.
Hal itu diungkapkan anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani, menjawab hasil pembahasan rapat Panja Revisi Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi yang digelar Rabu (24/5/2023) kemarin.
"DPR RI mengusulkan untuk dinaikkan usia minimal 55 tahun menjadi minimal 60 tahun untuk periode yang akan datang," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.
Selain itu, rapat turut membahas masa jabatan hakim MK. Dalam revisi UU MK kali ini, satu periode jabatan hakim MK diubah menjadi maksimal 10 tahun, dari sebelumnya adalah 15 tahun.
Baca juga: Eks Hakim Konstitusi Tolak Revisi UU MK: Ini Penghancuran
"Masa jabatan yang dulu di tahun 2020 diundang itu kan 15 tahun kan, maka ini maksimal menjadi 10 tahun. Karena hakim MK itu ketika masuk itu minimal usianya 60 tahun, kemudian usia 70 tahun pensiun. Nah itu disepakati oleh pemerintah," ucap legislator PPP itu.
Lebih jauh dikatakan Arsul, Panja revisi UU MK masih belum menyepakati soal ketentuan peralihan hakim MK yang belum berusia 60 tahun.
Arsul menyebut, hal itu akan dikonsultasikan dengan Menkopolhukam dan Menkumham.
"Itu nanti akan kita lanjutkan di akhir minggu kedua bulan Juni," pungkas Arsul.
Sebelumnya, Ketua Komisi III DPR RI, Bambang Wuryanto, mengungkapkan alasan komisi hukum tersebut ingin melakukan revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK).
Pacul, sapaan karibnya, mengatakan salah satunya karena DPR ingin penegakan hukum benar-benar dilaksanakan oleh MK.
"Bagaimana menerjemahkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 clear. Karena sesungguhnya tugas terutama dan paling utama bagi MK adalah menyandingkan UU dengan UUD 1945," kata Pacul kepada wartawan, dikutip Kamis (16/2/2023).
Politisi PDIP itu merasa bahwa tugas MK tersebut belum dilakukan. Menurutnya, MK malah kerap membatalkan UU yang dibuat DPR.
"Mengevaluasi hakim-hakim yang tidak menjalankan tugasnya. Nah, tugas-tugasnya peraturan MK sekarang kita baca semua, supaya kita clear di dalam membuat UU tidak di-judicial review, malu, DPR malu, kalau UU di-judicial review kemudian dibatalkan," kata dia.
Dia mengatakan beberapa UU yang sudah dibuat DPR, tetapi dibatalkan MK. Salah satunya adalah UU Cipta Kerja atau Ciptaker.
"UU Ciptaker, masa dibatalkan dengan UU Pembentukan Peraturan Perundangan. Jangan begitu dong solusinya," tandas Pacul.