News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ade Armando dan Kontroversinya

Pernyataan Ade Armando soal Politik Dinasti Timbulkan Polemik, Politikus PSI Itu Diminta Minta Maaf

Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kader PSI Ade Armando ditemui di Kantor DPP PSI Jakarta, Selasa (11/4/2023). Pernyataan Ade Armando terkait politik dinasti menimbulkan polemik.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pernyataan politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Ade Armando terkait politik dinasti menimbulkan polemik.

Ade Armando menyebut UU Keistimewaan Yogyakarta inkonstitusional lantaran pemilihan Gubernur DIY berdasarkan pada garis keturunan Sri Sultan Hamengku Buwono.

Atas dasar itu, Ade Armando menyimpulkan bahwa dinasti politik juga terjadi di DIY.

Baca juga: Momen Prabowo Sapa Ade Armando: Sudah Ho Peng

Pernyataan Ade Armando tersebut panen kritik. Umumnya publik menuntut Ade Armando meminta maaf.

Wakil Ketua DPRD DIY Huda Tri Yudiana menilai Ade Armando perlu belajar sejarah lebih dalam sebelum berkomentar di medsos.

Baca juga: PDIP Gugat Perdata Ade Armando Rp200 M, Berikut Duduk Perkara yang Bermula dari Video di Youtube

"Ade Armando perlu belajar sejarah bagaimana NKRI ini terbentuk dan bagaimana peran Sri Sultan HB IX dan Sri Paduka Paku Alam dalam berdirinya NKRI," kata Huda, Minggu (3/12/2023).

Menurut Huda, pernyataan Ade Armando yang mengatakan Yogyakarta menerapkan praktik politik dinasti adalah kebodohan dan kedangkalan pemahaman yang memalukan.

"Anak-anak SD saja tahu bagaimana sejarah peran Yogyakarta terhadap NKRI," tuturnya.

Menurut Huda, Keistimewaan DIY diperjuangkan oleh hampir semua eleman dan semua warga saat itu, hampir aklamasi warga DIY menghendaki disahkannya Undang-Undang Keistimewaan.

"Dan saat ini setelah disahkan dirasakan manfaat nyatanya bagi warga DIY," ujarnya.

"Keistimewaan DIY juga sudah menjadi semacam kebutuhan kultural bagi rakyat Yogyakarta," tambahnya.

Kepemimpinan Ngarsa Dalem dan Sri Paduka Paku Alam adalah kehendak masyarakat DIY yang disahkan menjadi undang-undang.

Ini adalah sangat demokratis, kehendak masyarakat yang dilegalkan dengan UU Keistimewaan.

"Saya sebagai rakyat Yogyakarta tersinggung jika Pak Ade Armando berstatement kurang pantas seperti itu. Saya minta Pak Ade Armando minta maaf dan belajar ulang tentang demokrasi dan sejarah NKRI," tegas Anggota Fraksi PKS DPRD DIY ini.

Baca juga: Terima Sanksi Disiplin, Politikus PSI Ade Armando Duga Teguran Kaesang Juga Datang dari Jokowi

Apalagi, lanjut Huda, sebagai politisi mestinya lebih cermat berstatement, kecuali memang demikian sikap politiknya.

"Jika memang demikian sebagai sikap politik ya silakan masyarakat menilai, tetapi saya tetap menilai statement itu tidak pantas dan menunjukkan kebodohan," ucapnya.

"Dalam praktiknya, saya kebetulan hampir 10 tahun menjadi anggota DPRD di DIY justru menemukan sikap yang sangat demokratis dan egaliter dari Ngarsa Dalem," imbuhnya.

"Beliau mencontohkan sikap dan keteladanan sebagai pemimpin yang sangat berkelas, sangat egaliter dan demokratis. Sekali lagi saya minta pak Ade Armando minta maaf pada masyarakat Yogyakarta karena saya yakin banyak yang tersinggung, bukan hanya saya," sambung Huda Tri Yudiana.

Anggota DPR RI Dapil DIY Subardi mengatakan, pernyataan Ade Armando terkait DIY sebagai warisan politik dinasti tidak tepat.

Politisi Nasdem yang akrab disapa Mbah Bardi ini menjelaskan, ketentuan ini ditegaskan dalam Pasal 18B UUD 1945 yang berbunyi: Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.

Bagi Subardi, pernyataan Ade merupakan ahistoris dan kedangkalan berpikir.

Tudingan tersebut dinilai berbahaya karena dapat menimbulkan aksi protes dari masyarakat Jogja.

“Dinasti politik di Jogja bentuk pengakuan konstitusi atas keistimewaan pemerintahan daerah yang bersifat khusus. Apa yang disampaikan Bung Ade adalah ahistoris dan berbahaya,” kata Subardi.

Baca juga: Penolakan Politik Dinasti Terus Bergulir, Keputusan MK Dinilai Upaya Mengakali Konstitusi

Selain pengakuan dari Konstitusi, Yogyakarta juga memiliki Undang-Undang No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta yang turut mengakui berbagai keistimewaan Yogyakarta, termasuk jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur yang tidak dipilih melalui kontestasi.

Menurut Subardi, aturan tersebut merupakan penghormatan bagi Yogyakarta atas perannya di masa Kemerdekaan.

“UU Keistimewaan bukan lahir begitu saja. Saya ingat perjuangan merancang undang-undang tersebut bersama seluruh elemen masyarakat. Ini adalah penghormatan Konstitusi kepada Yogyakarta dengan segala aspek historis dan sosiologisnya,” tambah Anggota DPD Wakil DIY pada periode 2004-2009 itu.

Yogyakarta memiliki peran strategis dalam sejarah kelahiran RI.

Sri Sultan Hamengkubuwono IX, yang kala itu sebagai Raja Yogyakarta mendukung sepenuhnya Indonesia sebagai Republik. Dukungan tersebut berupa dukungan teritori (sebagai ibu kota sementara) dan dukungan materi (finansial kerajaan yang disumbangkan untuk seluruh operasional negara).

Yogyakarta menjadi Ibu Kota Indonesia selama dua periode, yakni pada 1946-1948 dan 1949-1950.

Selama periode tersebut Yogyakarta menjadi pusat pemerintahan, pusat diplomasi dan militer.

Di masa itu pula, para pejuang melawan Belanda di Yogyakarta.

Baca juga: Kritik Putusan MK dan Tolak Politik Dinasti, Mahasiswa UKI dan MPU Tantular Gelar Aksi

Saat itu RI dalam ancaman Belanda melalui serangkaian agresi militer. Berkat dukungan Yogyakarta, RI berhasil mempertahankan kemerdekaan.

“Yogyakarta eksis sebelum RI terbentuk. Sultan telah berkorban sepenuhnya untuk RI, termasuk dalam masa-masa kritis revolusi. Jadi, tidak perlu mengusik Jogja itu dinasti macam-macam,” tambah Ketua DPW Nasdem DIY itu.

Subardi mengingat kembali catatan resmi Keraton bahwa dua hari setelah proklamasi, Sri Sultan HB IX mengirim telegram ucapan selamat kepada para proklamator.

Dua minggu setelahnya, pada tanggal 5 September 1945, HB IX bersama Paku Alam VIII, mengeluarkan maklumat bahwa Yogyakarta bagian dari wilayah Republik Indonesia.

Dengan berbagai fakta sejarah dan pengakuan konstitusi akan gelar “Daerah Istimewa Yogyakarta,” Subardi mendesak Ade Armando meminta maaf atas pernyataan kontroversial itu.

“Sebaiknya meminta maaf dan meralat itu,” tegas Subardi.

Dalam video yang banyak beredar, Ade Armando dalam pernyataannya mengkritik mahasiswa, khususnya BEM Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Gajah Mada (UGM), yang menggelar aksi protes terkait politik dinasti.

Dia kemudian mempertanyakan keseriusan mahasiswa di Yogyakarta yang menentang politik dinasti dengan mengatakan DIY sebetulnya mempraktikkan politik dinasti.

Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Ade Armando Sebut DIY Terapkan Dinasti Politik, Politisi PKS dan NasDem Tuntut Permintaan Maaf

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini