TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Istana melalui Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal TNI (Purn) Moeldoko angkat bicara soal pernyataan Agus Rahardjo mengenai intervensi Presiden Joko Widodo dalam kasus e-KTP. Ia menilai ada motif dibalik pernyataan Agus Rahardjo tersebut.
Hal ini disampaikan Moeldoko menyangkut berkembangnya kembali isu pertemuan antara Presiden RI Joko Widodo dengan eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo sehubungan dengan kasus korupsi e-KTP yang melibatkan mantan ketua DPR Setya Novanto.
“Saya melihat ini ada motif tertentu, setidaknya ada motif politik,” kata Moeldoko di Jakarta, Selasa (5/12/2023).
Moeldoko mengimbau masyarakat untuk melihat kasus tersebut secara bijak dan cerdas.
“Saya imbau kepada masyarakat untuk melihat isu dan situasi ini secara bijak dan cerdas,” imbuh Moeldoko.
Sebelumnya, mantan Ketua KPK, Agus Rahardjo dalam sebuah acara di stasiun televisi swasta beberapa waktu lalu menyebut Presiden Jokowi di tahun 2017, meminta KPK menghentikan kasus korupsi e-KTP.
Namun hal ini telah dibantah oleh Presiden, yang menekankan bahwa saat itu dia menyampaikan agar Setya Novanto mengikuti proses hukum yang ada.
Moeldoko mempertanyakan kenapa kasus tersebut dipersoalkan kembali sekarang.
“Kita tahu persoalan ini dimulai tahun 2017 kenapa baru sekarang dan saat situasi negara sedang menghadapi situasi perpolitikan yang cukup meningkat,” ungkapnya.
Baca juga: Fadli Zon Sayangkan Kesaksian Agus Raharjo Soal Kasus e-KTP: Kenapa Baru Ngomong Sekarang?
Selanjutnya, Moeldoko juga menyampaikan bahwa objek dan subjek hukum dalam kasus tersebut sudah jelas. Dimana saat ini, Setya Novanto sudah ditetapkan hukuman penjara selama 15 tahun atas kasus korupsi e-KTP.
“Kebijakan Presiden Joko Widodo dalam penegakkan persoalan korupsi sangat clear dan jelas, tidak pernah pandang bulu dan sangat tegas,” pungkasnya.
Sebelumnya Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019 Agus Rahardjo mengaku pernah diminta Presiden Jokowi untuk menghentikan kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto (Setnov).
Saat itu, Setya Novanto masih menjabat sebagai Ketua DPR RI dan Ketua Umum Partai Golkar, satu di anatara parpol yang mendukung Jokowi di Pemilu.
Agus sempat menyampaikan permintaan maaf dan merasa semua hal harus jelas sebelum mengungkapkan pernyataannya.